Sedang Membaca
Kiai Fuad Halimy dan Telepon Ajaib: Mengenang Sang Guru
Ufi Ulfiah
Penulis Kolom

Bekerja untuk Lakpesdam PBNU, tinggal di Tangerang Selatan

Kiai Fuad Halimy dan Telepon Ajaib: Mengenang Sang Guru

Kiai Fuad

Fuad Halimy Salim, lebih popular dikenal sebagai Aki Gunung. Nama “Gunung” merujuk pada tempat tinggal Kiai Fuad yang memang dekat denga Gunung Pulosari Banten, tepatnya di Kaduronyok Pandeglang Banten.

Di wilayah Banten, beberapa tempat populer bernama Kadu (buah duren). Nama-nama itu semisal, Kaduronyok, Kadu Bangkong, Kadu Paeh. Entah dari mana asal muasal penamaan dengan lebel Kadu. Yang jelas, di wilayah Banten khususnya Pandeglang, memang dikenal sebagai wilayah penghasil Kadu (duren).

Para santri di Al Ihya Kaduronyok, punya kebiasaan menunggu Kadu (duren) Jatuh. Ada tradisi, jika duren jatuh, maka itu menjadi hak orang yang menemukannya. Meski pohonya punya orang lain. Kamar-kamar santri di Kaduronyok, berdekatan dengan pohon-pohon duren. Kalau terdengar suara “gedebuk” santri akan berlarian mencari asal suara. Sebab, itu pertanda ada duren jatuh. Segera, mereka bersuka cita membelah duren.

Kiai Fuad dikenal nyentrik. Kerap berpakaian asal-asalan. Kadang seperti pengemis.  Tidur dan makan di mana saja. Sering tidur di atas tanah, di bawah pohon. Ketika saya menjadi santri yang tinggal di rumah Aki, saya kerap menyaksikan Aki makan di amben. Nasi ditumpahkan di amben lalu Aki makan.

Kiai Fuad dikenal dengan cerita-cerita aneh. Misalnya ada tamu yang datang membawa makanan. Makanan itu diberikan untuk membalas kebaikan Kiai Fuad di Mekkah. Sang tamu konon diberikan makanan, minuman di Mekkah. Padahal Kiai Fuad tidak berhaji tahun itu. Saya yang santri nakal bertanya perihal kebenaran kisah kisah aneh itu.

Baca juga:  Perkembangan Psikologis Santri: Pesantren dan Self Healing

Aki menjawabnya dengan tertawa, “ha..ha..hanya Pangeran (Allah) yang bisa begitu Ufi.”

Pada musim ujian akhir sekolah, semua santri belajar. Saya dipanggil untuk bertemu Aki. Saya menghadap, lalu menyampaikan jika besok ujian. Tapi Kiai Fuad meminta saya menemaninya nonton bola. Nanti juga ujian bisa, katanya. Saya lulus dengan NEM tertinggi di sekolah. Mendapat kesempatan berpidato. Itu karena saya nonton bola. Bukan karena belajar.

Kiai Fuad adalah guru spiritual. Ia memimpin majlis zikir yang dinamai Sansila, artinya Majlis untuk duduk bersila. Kiai Fuad memang mahir dalam memberikan redaksi-redaksi unik. Gubuk tempat Kiai Fuad bersantai dia namai sanday, artinya untuk bersandar, bersantai. Kiai Fuad juga mahir memberikan nama bagi bayi-bayi dengan nama unik. Banyak yang datang, untuk meminta doa dan nama-nama bagi bayi mereka.

Kiai Fuad sering berkisah tentang hal-hal yang lucu. Diceritakan kepada kami para santri Dalem. Misalnya Aki bercerita tentang seorang mbok (nenek-nenek) di Kaduronyok. Saya lupa namanya.

Alkisah, si mbok adalah orang Kaduronyok yang memiliki anak lelaki di Jakarta. Anak lelakinya dikisahkan sukses. Lalu sang anak menyampaikan kepada ibunya atau si mbok, jika ingin berkomunikasi dengan sang anak, maka si mbok tinggal datang saja ke Kiai Fuad. Kiai Fuad punya telepon, si mbok bisa bicara dengan sang anak melalui telepon.

Baca juga:  Siapa Penerjemah Ide-Ide Gus Dur untuk Masyarakat?

Suatu ketika, datanglah si mbok pada Kiai Fuad dan meminta untuk bicara dengan anaknya di Jakarta, sebut saja Ahmad. Sebab kata si anak, temuilah Aki Fuad kalau mau ngobrol dengan si anak. Aki Fuad menjawab dengan sabar, “Baik, iya bisa mbok, kita telepon saja si Ahmad.”

“Mana nomor telepona mbok?” Tanya Aki Fuad. Lalu si mbok menjawab, “Teu kudu make nomer nomeran Ji, si Ahmad mah ges terkenal di Jakarta, kabeh geh apal kana si ahmad mah” (tidak perlu pakai nomer-nomer Ji (Haji) Ahmad sudah terkenal di Jakarta, semua orang kenal kepada Ahmad)

Tiga bulan menjelang Kiai Fuad wafat, saya berkunjung. Kami duduk di teras masjid dengan santai. Kiai Fuad menceritakan sakit yang menderanya. Penyebabnya gula. Ia menyampaikan khususnya di Kaki. Terasa sakit.

Tapi lagi-lagi ia bercerita dengan enteng terkait kesehatan “medis”, persis seperti ketika saya masih nyantri di rumahnya. Kiai mengatakan pergi ke dokter. Lalu dokter menyarankan untuk menghentikan rokok dan kopi. Kiai Fuad menjawab, dokter saja yang berhenti jadi dokter. Jawaban yang bikin musykil.

Kiai Fuad terlihat sakit memang. Jalanya pelan sekali. Tetapi, meski yang diderita sakit di kaki, berjalan tertatih-tatih. Ia mengendarai mobil bermesin besar di medan gunung yang berdakik. Lancar, tanpa keluhan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top