Sedang Membaca
Dialog Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam Surah Al-Kahf
Avatar
Penulis Kolom

Lahir di pulau Kangean Sumenep yang saat ini belajar Fikih Ushul Fikih di Ma'had Aly Situbondo.

Dialog Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam Surah Al-Kahf

Kisah Hikmah Ulama

Surah al-Kahf mengisahkan sebuah dialog yang sarat makna antara nabi Musa dan nabi Khidir. Ini bukan sekadar cerita lama, kisah ini adalah cermin dari pencarian pengetahuan yang dalam dan misteri ilahi yang seringkali tidak bisa dipahami dengan akal semata. Dalam narasi ini mengajak untuk merenungkan bagaimana sering kali dalam hidup, hanya melihat sebagian kecil dari gambaran besar yang dikehendaki Tuhan.

Nabi Musa, sebagai seorang nabi yang terkenal dengan ilmu dan hikmahnya, merasa terdorong untuk mencari seseorang yang memiliki pengetahuan lebih dalam daripada dirinya. Perjalanan Musa untuk menemui nabi Khidir bukanlah perjalanan fisik semata, melainkan sebuah pencarian spiritual dan intelektual yang mendalam. Dalam surah al-Kahf, ayat 60, kita membaca:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
Dan mereka menjumpai hamba Kami, yaitu seorang hamba dari hamba-hamba Kami yang Kami beri rahmat dari sisi Kami dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.Q.S al-Kahf [18]: 60).

Di sini, dapat dilihat bagaimana Musa akhirnya bertemu Khidir, yang diberi pengetahuan khusus oleh Allah. Dalam dialognya Khidir menetapkan syarat bahwa Musa harus bersabar dan tidak boleh menanyakan apapun hingga Khidir memberikan penjelasan. Syarat ini bukan hanya sebuah aturan, melainkan sebuah pelajaran mendalam tentang kesabaran dan kepercayaan terhadap proses yang mungkin tampak tidak jelas.

Baca juga:  Tafsir Surah Al-Ashr (Bagian 3)

Saat Khidir mulai bertindak, tindakan-tindakannya mengejutkan dan membuat bingung Musa. Pertama, Khidir merusak sebuah kapal yang tampaknya masih layak pakai. Dari sudut pandang Musa, tindakan ini sangat sulit diterima. Namun, setelah penjelasan dari Khidir, kita mengetahui bahwa kapal tersebut dirusak untuk melindunginya dari dirampas oleh seorang raja yang zalim. Dalam surah al-Kahf, ayat 71, Allah berfirman:

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا
Maka mereka berangkat hingga ketika mereka berdua menaiki sebuah kapal, Khidir merusaknya. Musa berkata, “Apakah kamu merusak kapal itu untuk menenggelamkan penghuninya? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang sangat buruk.” (Q.S al-Kahf [18]: 71).

Seiring berlalunya waktu, kemudian Khidir melakukan sesuatu yang bahkan lebih mengejutkan: membunuh seorang anak kecil. Dalam perspektif manusiawi, tindakan ini tentu nampak sangat ekstrem. Namun, penjelasan Khidir mengungkapkan bahwa anak tersebut akan tumbuh menjadi orang yang buruk dan akan membawa penderitaan bagi orangtuanya. Dalam surah al-Kahf, ayat 74, kita baca:

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُّكْرًا
Maka mereka berangkat hingga ketika mereka berdua bertemu dengan seorang anak muda, Khidir membunuhnya. Musa berkata, “Apakah kamu membunuh jiwa yang bersih tanpa sebab? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang sangat buruk.” (Q.S al-Kahf [18]: 74).

Baca juga:  Nama-nama Binatang dan Moda Transportasi Umum dalam Al-Qur’an

Setelah memasuki perkampungan, akhirnya Khidir memperbaiki tembok yang hampir roboh di sebuah desa yang tidak ramah. Dalam konteks ini, tindakan ini tampaknya tidak ada manfaatnya. Namun, Khidir menjelaskan bahwa tembok itu melindungi harta warisan dua anak yatim. Dalam surah al-Kahf, ayat 82, disebutkan:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
Adapun tembok itu, maka ia adalah milik dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta karun bagi keduanya. Dan bapak mereka adalah seorang yang saleh. (Q.S al-kahf [18]: 82).

Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang keterbatasan pengetahuan manusia dan pentingnya memahami bahwa hikmah Tuhan seringkali melampaui batas pemahaman manusia. Khidir menunjukkan bahwa tindakan yang tampaknya tidak adil atau tidak masuk akal bisa memiliki tujuan yang lebih besar yang hanya bisa dipahami jika melihat dari perspektif yang lebih tinggi.

Dalam konteks modern, refleksi dari dialog ini sangat relevan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali dihadapkan pada keputusan dan situasi yang tidak dimengerti sepenuhnya. Terkadang, apa yang dianggap sebagai keputusan yang buruk atau tidak adil mungkin memiliki hikmah yang lebih dalam yang hanya bisa dipahami dengan waktu. Ini mengajarkan kita untuk memiliki kesabaran dan keterbukaan terhadap kemungkinan bahwa ada rencana yang lebih besar di balik setiap peristiwa.

Baca juga:  Tafsir Surah Al-Qariah (Bagian 2)

Dialog ini juga mengajarkan pentingnya toleransi dan empati. Dalam menghadapi situasi yang tidak dipahami, kisah ini mengajak untuk lebih memahami perspektif dan hikmah yang mungkin tersembunyi. Ini bukan hanya soal penerimaan, tetapi juga tentang menghargai bahwa mungkin, seluruh gambaran dari setiap situasi tidak dimiliki dan dimengerti.

Dengan demikian, kisah Nabi Musa dan Khidir adalah pengingat tentang keterbatasan manusia dalam memahami kebijaksanaan ilahi dan perlunya kesabaran serta keterbukaan pikiran. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana hidup dengan iman dan kepercayaan terhadap rencana Tuhan, yang hanya bisa melihat bagian kecil dari gambaran yang lebih besar.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top