Sedang Membaca
Dakwah Sebagai Media Transformasi Sosial (3): Menjembatani keragaman dan menguatkan kemanusiaan
Musdah Mulia
Penulis Kolom

Ketua Yayasan Indonesian Conference on Religions for Peace

Dakwah Sebagai Media Transformasi Sosial (3): Menjembatani keragaman dan menguatkan kemanusiaan

Dakwah Sebagai Media Transformasi Sosial (2): Menghidupkan Nilai-nilai Moral, Meningkatkan Kualitas Spiritual

3. Unsur Materi Dakwah (Maddah)

Disebut juga pesan-pesan dakwah. Materi dakwah setidaknya menjelaskan nilai-nilai moral keagamaan yang harus dihidupkan dalam diri setiap manusia agar menjadi manusia berakhlak karimah. Sebab, itulah tujuan utama dari misi kenabian. Sesuai sabda Nabi Muhammad saw, ”Aku diutus semata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” Minimal menjelaskan nilai keadilan dan kesetaraan manusia, termasuk keadilan dan kesetaraan gender. Sebab, pengingkaran terhadap nilai tersebut membawa kepada berbagai ketidakadilan dalam masyarakat.

Dakwah akan berhasil manakala materinya memenuhi kebutuhan masyarakat penerima dakwah. Misalnya, konten dakwah terhadap masyarakat petani hendaknya dikaitkan dengan upaya-upaya peningkatan kualitas hasil pertanian mereka. Materinya lebih banyak berisi pesan-pesan moral agama yang mengangkat harkat dan martabat mereka sebagai pekerja dan pengabdi kemanusiaan. Konten dakwah hendaknya memberikan harapan hidup yang lebih baik, kepastian dan janji kebahagiaan, bukan berisi ancaman, provokasi kebencian, makian dan cerita horor yang penuh hoax dan kebohongan.

4. Unsur Media Dakwah (Wasilah)

Dikenal beragam wasilah, seperti dakwah dengan lisan, tulisan, lukisan, dan audiovisual dalam bentuk film dan video singkat, meme, foto dan kaligrafi. Kemajuan sains dan teknologi, khususnya di bidang telekomunikasi dan informatika menawarkan begitu banyak ragam media yang dapat digunakan untuk melakukan dakwah.

Baca juga:  Menafsirkan Alquran Autodidak

Para pelaku dakwah hendaknya berani dan mampu menggunakan semua media untuk tujuan keberhasilan dakwah, bahkan mereka perlu menciptakan media baru yang lebih efektif untuk dakwah. Apa pun media yang dipilih yang penting adalah tetap konsisiten menggunakan bahasa yang santun dan menyentuh empati kemanusiaan.

5. Unsur Metode Dakwah (Thariqah)

Alquran secara jelas mengemukakan metode dakwah mengandung tiga prinsip: hikmah, maw’izhati`l-hasanah, dan mujadalah bi`l-latî hiya ahsan. Perlu dicatat bahwa pemberian maw’izhah harus dilakukan dengan cara-cara yang baik (hasanah) dan mujadalah harus dilakukan dengan cara-cara yang lebih baik lagi (bi`l-lati hiya ahsan). Sangat perlu diingat, dalam Islam cara sama pentingnya dengan tujuan. Islam tidak membenarkan penggunaan cara-cara keji dan batil, seperti berita hoax, data palsu dan informasi bohong demi mencapai tujuan, walaupun tujuan yang sangat mulia sekali pun.

Abdullah Syihhata mengartikan kata  الحكمة dengan memperhatikan sasaran dakwah sehingga materi yang disampaikan tidak memberatkan, serta mengajak mereka sesuai dengan kondisi dan tingkat keadaannya. Kata  الموعظة الحسنة diartikan dengan memberi pelajaran yang baik, halus, lembut, tanpa kekerasan dan kemarahan (Penjelasan yang lebih rinci dapat dilihat pada Abdullah Syihhata, al-Da’wat al-Islamiyat wa al-I’lam alDiniyah, dditerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ibrahim Hosen et. al. dengan judul Dakwah Islamiyah. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perg. Tinggi Agama/IAIN, 1986), h. 6-7)

Baca juga:  Ilmu Hikmah Bukan Ilmu Sihir

Sedang pakar tafsir, al-Maraghi mengartikan kata  المجادلة dengan tukar pikiran dan perdebatan untuk mencapai kesepakatan (Lihat Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz XIV. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, t.thn, h. 157-158.

Berbeda dengan yang di atas, M. Natsir lebih menekankan ketiga metode tersebut dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah, yang terdiri atas golongan pelajar/siswa, ilmuwan dan golongan awam. Kata  الحكمة lebih ditekankan kepada taktik berdakwah, sedang kata  الموعظة الحسنة dan  المجادلة ditekankan pada bentuk-bentuk dakwah yang dipergunakan (Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada M. Natsir, Fiqhud Da’wah. Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1978, h. 165)

Khusus untuk metode terakhir ( المجا )دلة , perlu ditegaskan bahwa diskusi itu bukan bertujuan mengalahkan mereka, tetapi hanya untuk memberi peringatan, pengertian dan memadukan pendapat untuk menemukan kebenaran. Berdiskusi dengan baik adalah dengan cara agar pihak lain merasa dirinya tidak tersinggung dari prinsip dan harga diri.

Katalog Buku Alif.ID
Halaman: 1 2 3
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top