Sedang Membaca
Memahami Islam dengan Ilmu Keadaban
Rohmatul Izad
Penulis Kolom

Dosen Filsafat IAIN Ponorogo. Alumni Akidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga dan Pendidikan Pascasarjana di Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ketua Pusat Studi Islam dan Ilmu-Ilmu Sosial Pesantren Baitul Hikmah Krapyak Yogyakarta.

Memahami Islam dengan Ilmu Keadaban

Hafsyah Hawa 20201108 111143 0

Kelahiran dan perkembangan ilmu keadaban mula-mula bertitik tolak pada suatu anggapan bahwa Islam sebagai agama bukan hanya terbatas pada aspek akidah dan syariat saja, di samping akidah dan syariat, Islam juga agama yang sangat dekat dengan budaya. Maksudnya, aspek akidah dan syariat memang merupakan perwujudan ideal dari sebuah agama, tetapi dalam bentuk praktik dan pemahaman keagamaannya, Islam tidak pernah lepas dari aspek kebudayaan manusia.

Pada titik inilah, ilmu keadaban menjadi salah satu instrumen penting untuk memahami Islam bukan hanya pada tataran ketuhanan semata, tetapi juga pada tataran kemanusiaannya dan hal-hal yang berkaitan dengan relasi antara manusia dan agamanya.

Dengan berpijak pada dasar kemanusiaan, ilmu keadabaan menghadirkan wacana kajian keislaman yang luas dan mencakup berbagai dimensi. Misalnya, kajian keislaman tidak melulu dilihat pada aspek akidah dan syariat, tetapi juga meluas pada aspek kebudayaan, peradaban, tradisi, dan berbagai produk pemikiran tentang Islam. Itu artinya, Islam sebagai agama tidak semata-mata dipahami sebagai sesuatu yang hanya datang dari langit dan langsung diterapkan begitu saja, tetapi menghadirkan Islam secara lebih membumi, manusiawi, dan terikat dengan dimensi kesejarahan di mana Islam itu hidup dan berkembang.

Dengan pendekatan ilmu keadabaan, fenomena keislaman dapat dilihat menjadi dua unsur yang saling beriringan, yakni sisi kerohanian dan kebendaan. Bahwa Islam bukanlah budaya, tetapi Islam tidak dapat hidup tanpa budaya. Karenanya, ilmu keadabaan mencoba melihat Islam tidak semata-mata sebagai agama yang hanya berdimensi sakral, tetapi Islam juga agama yang memiliki sisi-sisi profanitas yang dalam bentuk praktiknya diwujudkan dalam tradisi dan kebudayaan yang semakin memperkaya pemahaman akan keislaman itu sendiri.

Adab dan Ilmu Keadaban

Kata adab dalam bahasa Arab semula berarti undangan makan. Makanan yang disediakan untuk menjamu tamu disebut ma’dubah dan dari sana kata kerja adaba berarti mengundang makan. Pertanyannya, apa hubungan undangan makan dengan pembicaraan keadaban? Ketika mendatangi jamuan makan, orang biasanya mematut-matut diri dengan membersihkan diri, berdandan, dan seterusnya agar terlihat pantas dalam pertemuan nanti. Pada masalah undangan makan ini, sangat erat kaitannya dengan etiket dan etika. Pada sisi ini kata adab maknanya berkembang dari sekedar undangan makanan menjadi perilaku terpuji atau perilaku yang baik.

Baca juga:  Ngaji Alquran di Zaman Edan: Mempertanyakan Otoritas dalam Penafsiran Alquran

Kata adab lalu mendapatkan penekanan makna yang berkaitan dengan cara berbuat atau bertindak sesuai aturan sopan santun dan budi pekerti yang dianggap selaras dengan nilai-nilai Islam. Pada mulanya, perkataan tersebut diartikan sebagai disiplin jiwa atau pikiran, sifat-sifat terpuji dan tanda seseorang yang menggunakan akal budi dalam setiap tindakannya.

Selanjutnya, syair Arab khususnya dan karya bahasa yang indah dalam bahasa Arab pada umumnya merupakan wahana penyimpanan nilai-nilai moral bangsa Arab, sebelum ditemukan tulisan. Karena itu, puisi dan prosa lirik Arab disebut adab juga. Di dalamnya terkandung berbagai ajaran dan nilai-nilai tentang perilaku yang baik bagi bangsa itu. Dalam filologi lebih jauh ia diartikan sebagai karya sastra yang mengandung hikmah atau kebijakan falsafah.

Dalam perkembangannya, yakni pada masa Bani Umayyah, kata adab mendapatkan muatan pengertian baru: pengajaran. Para khalifat menggaji seseorang untuk mengajari anak-anak mereka pengetahuan yang akan menjadi bekal ketika mereka tampil menjadi pemimpin. Kengetahuan itu mencakup al-Qur’an, hadis, sejarah, fiqih, serta kesusastraan Arab. Orang yang digaji untuk mengajar anak-anak khalifah disebut mu’addib. Karena itu, kata adab pada saat itu berarti belajar tentang khazanah Arab-Islam yang luas. Masuk pada masa Bani ‘Abbas, kata adab ditambahkan pengertian lain, yakni pengetahuan tentang syair-syair Arab dan cerita tentang bangsa Arab, dan mulailah ditulis buku-buku yang berkaitan dengan hal itu.

Walaupun kata adab di masa modern sekarang pemaknaannya terbatas pada pengertian susastra Arab, namun pemakaiannya dalam kajian-kajian akademik memiliki cakupan yang luas. Misalnya, di beberapa perguruan tinggi Islam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, fakultas adab mencakup pengkajian terhadap sejarah, bahasa dan sastra Arab, kajian kemasyarakatan, ilmu perpustakaan, dan masih banyak lagi. Artinya, adab dalam arti ilmu keadabaan menjadi sangat luas dengan tidak terbatas pada aspek kesusatraan semata.

Baca juga:  Albert Einstein dan Lain-lain

Menurut Jirji Zaidan, sebagaimana dikutip oleh Machasin, kada adab memiliki beberapa arti, ia adalah ilmu-ilmu bahasa atau semua buah akal para pemakainya dan hasil kecakapan budi. Dengan demikian adab mencakup semua hal yang dihasilkan pemikiran manusia dan kreativitasnya.

Syauqi Daif juga menjelaskan bahwa kata adab dalam bahasa Arab mengandung dua pengertian: pertama, pengertian umum, yakni semua yang tertulis, apapun pokok soalnya, bagaimana pun bentuknya; apakah itu ilmu, filsafat atau susastra. Ini sama dengan yang dimaksud orang Prancis dengan istilah litterature. Kedua, pengertian khusus, yakni susastra. Adab dalam pengertian khusus ini adalah semua bentuk pengungkapan rasa yang mengandung keindahan apakah itu puisi, prosa, pidato, amsal, cerita, drama dsb.

Ilmu keadaban yang menekankan kajian sastra sebagai konsep sentralnya, juga cukup menjamin terwujudnya “kesadaran ilmiah” dalam studi agama yang dapat digunakan untuk mengatasi dominasi “kepentingan ideologis” dalam setiap peradaban dan pemikiran yang berbasis agama. Dalam pengertian lain, ilmu keadaban berupaya melihat persoalan-persoalan keagamaan bukan pada wilayah ketuhanan, tetapi pada wilayah kemanusiaan dan kebudayaan yang gejala-gejalanya dapat diamati dan dirasakan secara langsung.

Dalam bahasa Inggris, dikenal istilah humanities yang mempunyai kemiripan dengan ilmu adab, walaupun mengandung perbedaan juga. Ini terutama karena humanities didefinisikan secara berbeda-beda oleh orang yang berbeda. Meskipun demikian, definisi-definisi itu dapat membekali di sini dalam merumuskan kembali ilmu adab. Misalnya, dinyatakan bahwa sebagai bidang kajian, humanities menekankan penguraian dan pertukaran ide-ide daripada ungkapan kreatif seni dan penjelasan kuantitatif sains. Di sini, betapapun ada sisi kelainan dengan ilmu adab, kajian humanities memiliki corak yang mirip dengan ilmu adab.

Baca juga:  Pengalaman Keluarga Kami Melakukan Salat Istikharah

Salah satu yang khas dalam ilmu keadabaan adalah ia melihat Islam bukan semata-mata Islam yang ideal, tatapi Islam yang ada dalam kenyataan historis. Dengan kata lain, fenomena keislaman yang terdapat di masa lampau dan yang terungkap dengan bahasa-bahasa yang berbeda-bedalah yang menjadi perhatian ilmu keadaban.

Ilmu keadaban adalah suatu ilmu yang mentransformasikan ajaran dan nilai-nilai spiritual agama dengan temuan kreasi dari akal pikiran manusia. Ilmu keadaban bukanlah bebas nilai yang sekuler dalam menopang peradaban manusia, ataupun ilmu religius yang menghilangkan  peran kreasi pikiran manusia. Ilmu keadabaan justru ingin menyatukan wahyu Tuhan dalam hal ini agama dengan temuan akal pikiran manusia.

Ilmu keadaban sangat menekankan nilai spiritualitas dan moralitas agama yang menyediakan tolak ukur kebenaran (benar atau salah), bagaimana ilmu itu diproduksi (baik atau buruk), dan tujuan ilmu (manfaat atau merugikan). Ilmu keadaban bertitik tolak pada hak prerogatif manusia yang oleh Allah dianugerahi akal untuk berpikir menformalisasikan ilmu pengetahuan. Ilmu keadaban yang lahir dari nilai-nilai spiritualitas agama Islam haruslah menjadi ilmu yang objektif, rasional dan ilmiah. Artinya, ilmu keadaban sebagai suatu ilmu bukanlah sentimen agama, anti agama atau non agama, atau sentimen kepentingan dunia Timur atau Barat, tetapi ia merupakan sebuah pemikiran dan gejala keilmuan yang objektif dan rasional.

Ilmu keadaban mempunyai banyak klasifikasi ilmu dan tersebar pada derivasi keilmuan yang menopang pada madaniyah (civilization), hadharah (peradaban), tsaqofah (kebudayaan), turats (tradisi), dan fikr (pemikiran). Ilmu keadaban dapat digolongkan dalam ilmu humaniora seperti ilmu bahasa, sastra, sejarah, kebudayaan, antopologi, kearsipan, perpustakaan, dsb. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu keadaban mengandung nilai spiritual agama dan moral yang berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban yang dibangun.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top