Sedang Membaca
Kunci Sukses Perekonomian Dinasti Abbasiyah
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Kunci Sukses Perekonomian Dinasti Abbasiyah

Sektor pembangunan di bidang ekonomi adalah faktor penting dalam pembangunan suatu negara. Ia dapat dikatakan sebagai tulang punggung atau bahkan jantung dari kehidupan suatu negara. Tanpa didukung oleh ekonomi yang kuat, mustahil suatu negara dapat melaksanakan pembangunan-pembangunan di bidang yang lain secara baik dan sempurna.

Dalam masa permulaan pemerintahan Bani Abbasiyyah, pertumbuhan ekonomi (economic growth) dikatakan cukup stabil dan menunjukkan angka vertikal. Devisa negara penuh berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak dari pada pengeluaran. Kue nasional membengkak melebihi dari anggaran belanja negara.

Khalifah al-Mansur merupakan tokoh ekonom Abbasiyyah yang telah mempu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan negara. Keutamaan al-Mansur dalam menguatkan dasar Daulah Abbasiyyah dengan ketajaman pikiran, disiplin, dan adil adalah sama halnya dengan Khalifah Umar ibn Khattab dalam menguatkan Islam.

Pada waktu khalifah al-Mansur meninggal dunia setelah memerintah selama 22 tahun, dalam kas negara tersisa kekayaan negara sebanyak 810.000.000 dirham. Sedangkan pada Khalifah harun al-Rasyid meninggalkan kekayaan negara sebanyak 900.000.000 dirham. Kecakapan Harun dalam menggunakan anggaran belanja negara sama dengan al-Mansur, hanya saja Harun lebih banyak mengeluarkan dibanding dengan al-Mansur, mungkin karena tuntutan zaman yang berbeda.

Pada masa permulaan Abbasiyyah, semua khalifah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan negara. Sektor-sektor perekonomian yang dikembangkan meliputi pertanian, perindustrian, dan perdagangan.

Baca juga:  Sejarah Konflik Politik Pemimpin Islam

Sektor Pertanian

Di sektor pertanian, usaha-usaha yang dilakukannya antara lain: 1) memperlakukan ahl zimmah dan mawali dengan perlakuan baik dan adil, serta menjamin hak milik dan jiwa mereka, hingga kembalilah mereka bertani di seluruh penjuru negeri. 2) mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang berlaku kejam kepada para petani. 3) memperluas daerah-daerah di segenap wilayah negara. 4) membangun dan menyempurnakan sarana perhubungan ke daerah-daerah pertanian, baik darat maupun air. 5) membangun bendungan-bendungan dan menggali kanal-kanal baik besar maupun kecil, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi.

Dengan langkah seperti itu, maka pertanian menjadi maju pesat, tidak saja di tanah Iraq yang tanahnya terkenal subur, tapi juga di se antero negeri. Tiap-tiap wilayah mempunyai kekhususan dalam menghasilkan pertanian.

Sektor Perindustrian

Pada masa Abbasiyyah dibangun tempat-tempat perindustrian hampir meliputi seluruh wilayah tanah air. Perindustrian terbesar dari sektor pertambangan yang meliputi: tambang perak, tembaga, seng, dan besi yang dihasilkan dai tambang-tambang di Persia dan Khurasan. Dekat Beirut terdapat beberapa tambang besi, seperti halnya marmer di Tibris, dan sebagainya. Juga di Asia barat terdapat pabrik-pabrik, seperti pabrik permadani, sutera, katun, wol, brokat (baju perempuan), sofa, dan lain-lain.

Baca juga:  Polemik Negara Islam, dari Mulai Kartosoewiryo hingga Aidit

Dengan banyaknya dibangun tempat-tempat industri, maka terkenallah, misalnya: Bashrah, terkenal dengan industri sabun dan gelas; Kufah dengan industri suteranya; Khuzastan, dengan tekstil sutera bersulam; Damaskus, dengan kemeja sutera; Khurasan, dengan selendang, wol, emas, dan peraknya; Syam, dengan keramik dan gelas berwarnanya; Andalusia, dengan kapal, kulit, dan senjata; Baghdad sebagai ibu kota negara memiliki berbagai macam tempat industri.

Dalam catatan sejarah, Baghdad mempunyi lebih 100 kincir air, 4000 pabrik gellas, 30.000 kilang keramik. Di samping itu, Baghdad mempunyai industri-industri khusus barang-barang mewah (lux) baik gelas, tekstil, keramik, dan sebagainya. Di kota Baghdad diadakan pasar-pasar khusus untuk macam-macam hasil produksi, seperti pasar besi, pasar kayu jati, pasar keramik, pasar tekstil, dan sebagainya.

Sektor Perdagangan

Kota Baghdad, di samping sebagai kota politik, kota agama, kota kebudayaan, juga merupakan “kota perdagangan” yang terbesar di dunia saat itu. Sedangkan kota Damaskus merupakan kota dagang nomor dua, sebagai pusat kota perdagangan translit bagi kafilah-kafilah dagang dari Asia Kecil, dan daerah-daerah Furat yang menuju negeri-negeri Arab dan Mesir atau sebaliknya.

Sungai Tigris dan Eufrat menjadi pelabuhan transmisi bagi kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru dunia. Terjadinya kontak perdagangan tingkat internasional ini semenjak Khalifah al-Mansur. Kecuali Baghdad dan Damaskus, juga terkenal sebagai kota dagang adalah Bashrah, Kufah, Madinah, Kairo, dan kota-kota di Persia. Kapal-kapal dagang Arab Islam telah sampai ke Ceylon, Bombai, Malaka, pelabuhan-pelabuhan di Indocina, tiongkok, dan India. Pada waktu itu terjadilah hubungan dagang antara kota-kota dagang Islam dengan kota-kota dagang di seluruh penjuru dunia.

Baca juga:  Menapak Jejak Musik Klasik Dinasti Abbasiyah

Untuk menghindari terjadinya kolusi dan penyelewengan dalam sektor perdagangan, Khalifah Harun membentuk satu badan khusus yang bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga pasaran, atau dengan kata lain mengatur politik harga. (RM)

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
5
Senang
4
Terhibur
3
Terinspirasi
3
Terkejut
5
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top