Sedang Membaca
Kisah Cucu Perempuan Rasulullah Menjadi Bidan
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Kisah Cucu Perempuan Rasulullah Menjadi Bidan

Ummu Kultsum adalah anak bungsu dari lima bersaudara pasangan Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah binti Rasulullah saw. Kelima bersaudara tersebut adalah Hasan, Husain, Muhsin (meninggal saat masih kecil), Zainab al-Kubra, dan Ummu Kultsum. Ummu Kultsum lahir di Madinah pada 6 H dan bertemu kakeknya, Rasulullah Saw selama 5 tahun.

Ketika Umar bin al-Khaththab mendengar hadis bahwa setiap garis keturunan akan terputus pada hari kiamat selain garis keturunan Nabi, Umar melamar Ummu Kultsum yang waktu itu masih berusia 11 tahun melalui ayahnya, sementara Umar sendiri sudah berusia 58 tahun. Ummu Kultsum dinikahi Umar dengan maskawin 40.000 dirham. Dari pernikahannya, Umar dikaruniai dua anak yang bernama Zaid dan Ruqayyah.

Ummu Kultsum pernah menjadi bidan yang membantu persalinan pada masa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah. Ketika itu, Khalifah Umar sedang melakukan kebiasaan rutinnya, yaitu blusukan malam untuk melihat keadaan rakyatnya. Beliau melewati suatu desa di Madinah. Tiba-tiba, dia mendengar suara rintihan seorang perempuan dari dalam sebuah gubuk.

Di depan pintu, ada seorang laki-laki yang sedang duduk. Lelaki itu adalah seorang dari suku pedalaman Arab atau yang dikenal dengan suku Badui.

“Asslamulaikum, Kang. Ada apa kok terdengar suara perempuan merintih kesakitan?”

Baca juga:  Risalah Grand Syekh al-Azhar Terkait Isu-Isu Perempuan Masa Kini

“Saya sedang ada masalah. Tapi saya ingin yang menyelesaikan masalah ini Amirul Mukminin, Pak,” jawab lelaki Badui tersebut tanpa menyebutkan apa masalahnya.

“Barangkali aku bisa membantumu, Kang,” kata Umar.

“Sudahlah. Pergi saja! Semoga Gusti Allah merahmatimu sehingga mendapatkan hal yang engkau cari. Janganlah engkau bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya lagi.”

Umar mengulang pertanyaannya agar dia dapat membantu kesulitan laki-laki itu, jika mungkin.

Laki-laki tersebut menjawab, “Begini, Kang. Istriku yang akan melahirkan. Tapi tak ada seorang pun yang dapat membantunya.”

Umar segera pergi meninggalkan laki-laki tersebut dan kembali ke rumah. Beliau langsung menemui Ummu Kultsum. “Dik Ummu Kultsum, Mau ndak mendapatkan pahala yang akan Allah limpahkan kepadamu?”

Ummu Kultsum menjawab dengan wajah berbinar senang. “Kebaikan apa yang bisa kulakukan, Kangmas Umar?”

Umar memberitahukan kejadian yang ditemuinya, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan mengambil peralatan untuk membantu proses persalinan dan untuk kebutuhan bayi, sementara Amirul Mukminin membawa kuali yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Mereka berangkat bersama ke gubuk tersebut.

Ummu Kultsum masuk ke dalam gubuk dan membantu proses kelahiran sang bayi layaknya seorang bidan. Sementara itu, Amirul Mukminin duduk-duduk bersama laki-laki tersebut di luar sambil menyiapkan makanan yang beliau bawa.

Baca juga:  Pendidikan Seksual di Pesantren, Seperti Apa?

Ketika istri laki-laki di telah melahirkan anaknya, Ummu Kultsum secara pontan berteriak dari dalam rumah, “Tolong beritakan kabar gembira kepada temanmu, wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya seorang anak laki-laki.”

Ketika orang Badui mendengar Ummu Kultsum memanggil Umar dengan sebut Amirul Mukminin, dia kaget. Ternyata orang yang sedang memasak dan meniup api di sampingnya adalah seorang Amirui Mukminin.

“Maafkan saya, Ya Amirul Mukminin. Saya tidak tahu kalau panjenengan adalah…”

“Oh. Mboten nopo-nopo. Ndak masalah.”

Mereka pun akhirnya berbahagia dengan kelahiran seorang bayi laki-laki tersebut.

Betapa kisah ini menggambarkan pengabdian seorang pemimpin dan istrinya. Keduanya rela bersusah payah demi memastikan kehidupan rakyatnya baik-baik saja. Meskipun malam-malam waktunya istirahat, Umar dan istrinya tidak menghabiskan waktunya untuk beristirahat.

Cerita ini juga memberitahukan bahwa pada masa sahabat rasul sudah ada perempuan yang bisa bertindak sebagai bidan. Tentu saja Ummu Kultsum bukan pertama kali menangani persalinan. Sebab jika belum berpengalaman, tidak mungkin Khalifah Umar menyerahkan tugas yang mempertaruhkan nyawa kepada istrinya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)
  • Masyaallah alangkah mulianya para keluarga RASULULLAH SAW dan sahabat nya, sekedar masukan untuk penulis agar tdk memakai kata2 “pak” “kang” “dik” karena menurut saya kayak nya kurang pantas untuk org2 seperti mereka yaitu keluarga dan sahabat RASULULLAH SAW.
    Waallahu A’lam Bissawab…..

Komentari

Scroll To Top