Sedang Membaca
Ketika Rumah Rasulullah Dilempari Kerikil
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Ketika Rumah Rasulullah Dilempari Kerikil

Pada suatu malam Ramadan, Kanjeng Rasulullah pernah membuat ruangan kecil  di luar rumahnya. Di dalam ruangan tersebut ada selembar tikar. Rasulullah salat di kamar itu. Beberapa sahabat pun mengikutinya. Mereka datang mengikuti salat beliau. Semakin hari semakin banyak yang mengikuti salat.

Suatu malam, para sahabat berdatangan, tetapi Rasulullah saw sengaja terlambat datang menemui mereka. Ada salah satu sahabat yang berkata, “Ternyata kanjeng Nabi tidak keluar menemui mereka.”

Mereka lantas berbuat gaduh dan melempari pintu kamarnya dengan kerikil agar Rasulullah keluar. Mereka melempari pintu kamarnya dengan kerikil, dengan maksud untuk mengingatkan, karena mereka mengira Kanjeng Nabi lupa.

Mendengar suara lemparan batu, Rasulullah pun keluar menemui mereka. Beliau bilang:

“Kalian jangan seperti itu. Kalau kalian masih begitu, aku khawatir salat yang kulakukan ini akan dianggap wajib oleh kalian. Kalau mau salat, salatlah di rumah masing-masing. Salat yang baik itu ada di rumahnya, kecuali salat fardu.”

Setelah peristiwa itu Rasulullah tak lagi mendatangi tempat tersebut. Para sahabat pun melaksanakan salat malam Ramadhan (pada gilirannya salat ini dikenal dengan salat Tarawih) di rumah masing-masing.

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah saw meninggalkan suatu kemaslahatan karena khawatir akan menimbulkan mafsadat yang lebih besar. Tentu saja hadis ini menjelaskan betapa sayangnya Kanjeng Nabi terhadap umatnya.

Baca juga:  Bagaimana Orde Baru Merancang Hoaks Seputar Pancasila?

Karena itu para penguasa, pemimpin, tokoh, dan figur publik, baik di bidang ilmu maupun yang lainnya, harus meneladani beliau dalam hal ini. yakni lebih mementingkan kemaslahatan dibandingkan dengan pencitraan. Meskipun pencitraan melalui ibadah.

Dalam hadis di atas, Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik salat seseorang adalah di rumahnya, kecuali salat fardu.”

Salat sunah yang disebut Kanjeng Nabi sifatnya umum, meliputi seluruh salat sunah, baik salat sunnah qabliyah-bakdiyah, maupun salat sunnah yang lain. Kecuali salat-salat sunah yang menjadi syiar Islam, seperti salat ‘id, gerhana matahari-bulan, istisqa’ (salat minta hujan), termasuk juga tarawih.

Dalam konteks saat ini, menurut pendapat fukaha, salat tarawih sebaiknya dilaksanakan secara berjamaah di masjid sebab ada kemaslahatan dalam pelaksanaan salat tarawih berjamaah. Salah satunya untuk menghidupkan malam Ramadan. Sekalipun dulu Kanjeng Nabi tidak menyarankan untuk dilaksanakan secara berjamaah di dalam masjid.

Berkaitan dengan sikap Rasulullah atas ulah para sahabat yang berkumpul dan melempari pintu rumah Kanjeng Nabi, al-Hafizh ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan sebab-sebab kemarahan Rasulullah saw. Menurutnya, secara tersurat Kanjeng Nabi marah karena mereka berkumpul tanpa diperintahkan.

Dan ternyata, tidak keluarnya Rasulullah untuk menemui para sahabat tidak cukup menjadi isyarat bagi mereka. Alih-alih membubarkan diri dari kerumunan, mereka malah melempari pintu kamarnya dengan kerikil berulang kali karena mengira Kanjeng Nabi lupa atau tidur.

Baca juga:  Perkembangan Psikologis Santri: Pesantren dan Self Healing

Atau, menurut pendapat lain, beliau agak marah karena kasihan kepada umatnya. Sebab mewajibkan salat tarawih tentu menjadi berat bagi sebagian umat Kanjeng Nabi. Misalnya bagi umatnya yang punya jadwal kerja yang tidak bisa ditinggalkan seperti penjual makanan yang hanya bisa menjual makanan di malam hari.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top