Sedang Membaca
Gus Dur, Ismid Hadad, dan LP3ES

Gus Dur, Ismid Hadad, dan LP3ES

Sudah banyak saya mendengar kisah bahwa mantan Presiden Abdurrahman Wahid pernah aktif di LP3ES. Kisah ini banyak saya dengar dari para senior seperti Profesor Didik J. Rachbini dan Bang Fachry Ali. Nama kedua ini bahkan sering menuturkan cerita lucu Bersama Gus dur di laman Face Book-nya. Yang kemudian banyak diterbitkan juga di media daring.

Hari ini ada satu kisah menarik lain yang dituturkan Ismid Hadad dalam peringatan ulang tahun LP3ES yang ke-49. Dalam satu sesi refleksi, Ismid becerita tentang sejarah LP3ES. Setelah menceritakan bagian yang serius tentang awal mula berdirinya LP3ES dan perjuangan lembaga ini pada masa awal orde baru, sampailah kepada bagian yang santai dan sedikit diiringi tawa.

Pada suasana itulah, Ismid juga menuturkan satu kisah menarik terkait Gus Dur. Salah satu program LP3ES adalah Pendidikan di kalangan pesantren. Ide ini terkait erat dengan kedatangan Gus Dur di LP3ES di sekitar penghujung tahun 70-an atau awal 80-an. Waktu itu Gus Dur baru pulang studi dari Baghdad ketika itu langung kembali ke Tebu Ireng. Setelah setahun di sana dia mulai gelisah. Lalu suatu waktu dia datang ke Jakarta.

Dia datang ke kantor LP3ES menemui Ismid Hadad yang waktu itu direktur LP3ES. Di antara Gus Dur dan Ismid sudah ada hubungan sebelumnya. Keduanya sama-sama orang Jawa Timur. Ismid mengisahkan: “karena kalau dia ke Pasuruan ketemu abah saya, dia cium tangan. Juga kepada kakek saya. Ke saya mula-mula dia juga cium tangan.”

Baca juga:  Potret Ayam Betutu dalam Khazanah Kuliner Bali

Dalam penuturan Ismid, terjadi dialog antara keduanya sebagai berikut:

Gus Dur: “Yid, aku entasno.” (Yid, tolong aku diangkat/diorbitkan)

Yid adalah kependekan dari Sayyid, yang merupakan cara Gus Dur Menyapa Ismid.

Ismid Hadad: “Entasno piye. Sampeyan kan wis enak di Tebu Ireng.” (Diorbitkan bagaimana. Anda kan sudah enak di pondok Tebu Ireng)

Gus Dur: “Aku suwe-suwe ning Tebu Ireng isa dadi watu. Sampean kan kumpulane wong gedhe-gedhe. Pinter-pinter. Sumitro. Soedjatmoko. ” (Saya kalau terus-terusan di pondok Tebu Ireng bisa jadi batu. Anda kan temannya orang-orang besar. Pintar-pintar. Sumitro. Sudjatmoko.)

Ismid Hadad menyadari bahwa Gus Dur bukan sembarang orang. Dia tidak bisa diangkat jadi staf biasa. Maka diangkatlah ia sebagai konsultan program Pendidikan pesantren. Tutur Ismid Hadad kepada Gus Dur:

“Gini cak. Sampeyan tak kasih kamar. Mesin tik. There will be regular kind of salary. Tapi iki dudu dolanan. Ojo dolanan ning kene.” (Begini saja. Anda saya kasih kamar. Mesin tik. Akan ada semacam gaji regular. Tapi ini bukan main-main. Harus serius.)

Gus Dur: “Aku mau bantu kamu. Tapi butuh punya roots di sini.”

Dan Ismid menuturkan bahwa akar yang dimaksud oleh Gus Dur adalah bahwa Gus Dur perlu dibantu mendirikan pondok pesantren. Maka dibuatlah pesantren Ciganjur. Dalam hal ini Ismid Hadad membantu semacam fund raising bagi pesantren itu. Demikianlah sekelumit kisah keaktivan Gus Dur di LP3ES dan awal mula ia mendirikan pondok pesantren Ciganjur.

Baca juga:  Berebut Rumah Tuhan di Yerusalem: Sebuah Catatan Perjalanan

Pangkalan Jati, 19-8-2020

(Wijayanto, Center for Media and Democracy, LP3ES)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Scroll To Top