Sedang Membaca
Ajaran Sunan Kudus dalam Manuskrip Abad Ke-17
Nur Ahmad
Penulis Kolom

Alumus Master’s Vrije Universiteit Amsterdam dan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo, Semarang.

Ajaran Sunan Kudus dalam Manuskrip Abad Ke-17

Apa kesan yang muncul ketika nama ‘Sunan Kudus’ disebut? Mungkin banyak yang akan menjawab “ajaran menghormati umat Hindu dengan tidak menyembelih sapi”.

Karena hal ini sangat identik dengan Sunan Kudus dan kota Kudus sendiri. Orang yang pernah berkunjung ke Kudus akan segera menyadari bahwa di soto Kudus tidak ada soto sapi, tapi soto kerbau. Juga saat idul kurban di Kudus tidak ada warga yang menyembelih sapi, yang ada adalah kerbau dan kambing.

Mungkin juga ada yang tidak bisa membedakan ingatannya tentang Sunan Kudus dengan para anggota Walisongo lainnya. Mereka tampak identik. Ini karena sumber ingatannya ada pada film mana mereka lebih sering melakukan adegan pertarungan.

Mereka lebih cocok menyandang gelar pendekar yang hebat, bukan juru dakwah. Sepertinya mereka berlatih silat lebih lama daripada ngaji dan baca kitab. Sepertinya mereka lebih hafal jurus-jurus daripada ajaran akidah yang lurus.

Bahkan tasbih di tangan mereka sering digunakan sebagai senjata, secara fisik bukan “senjata ruhani” untuk melawan nafsu dalam diri. Padahal mereka kan ahli ilmu agama bukan ilmu olahraga.

Sebuah manuskrip kuno di Leiden berisi Sunan Kudus (w. 1550) menggambarkan sisi yang jarang dibahas dalam cerita tutur dan film. Manuskrip ini berisi cara Sunan Kudus menjelaskan akidah Islam.

Baca juga:  Teologi Wabah: Laporan Ibnu Hajar al-Asqalani Terhadap Pandemi

Manuskrip tulisan tangan terawat baik di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda (sekira 14.687 km dari tempatku menulis sekarang di Semarang). Di sana, manuskrip ini diberi kode Or. 3050 (Or. = Oriental). Menurut Pigeaud, manuskrip ini berasal dari tahun 1600-an. Artinya sudah 50-an tahun setelah wafatnya Sunan Kudus.

Pada halaman empat terbaca Sunan Kudus menjelaskan akidah yang benar:

  • bismillahir rahmanir rahim wa bihi nasta in
  • punika reke dipun sami angestoken, miwah anglampahenna
  • Ingkang ngandika susuhunan ing kudus, ameretaken
  • past(i)ning kawruh, tegesing teqod, Ian kang tineqodaken,
  • yen ana atakon, apa teqod ira, maka sahurana qatakone

teqod ingsun idep weruh angandel, pangandeI ingsun saking

sih nugrahaning Allah ta’ala, kang andadeken alam weruh

tuwin ta dening kawibuhan sipat hayyun, urip Ian saking sih

nugrahaning Allah, woten si reke patakenan

 

  • kang saparkara, apa teqod ira, mangka sahurana, teqod
  • ingsun idep kanugarahan, anapon tegesing idep ka
  • nugarahan kang sinung weruh anampani kanugarahan, dadi
  • tan tumingal ing liyan malih, dening amangwang pahesan
  • kanugrahan, minaka tilas cihna ning nugaraha, tegesing [wawayangan kanugarahan]…

Artinya:

  • Di dalam asma Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, dan dengan-Nya kami memohon pertolongan.
  • Ini adalah ajaran yang harus diyakini kebenarannya, dan juga harus diamalkan
  • Ajaran dari Sunan Kudus, yang mengungkapkan
  • Pengetahuan yang wajib, yaitu makna akidah, dan apa yang diyakini.
  • Bila seseorang bertanya: apakah akidahmu, maka jawab pertanyaannya:

 

Akidahku adalah citra, pengetahuan, dan keyakinan. Keyakinanku datang dari

Anugerah dan welas asih Allah Yang Maha Agung, yang mencipta dan membagikan pengetahuan,

yaitu (misalnya sebagai satu contoh) adalah dampak niscaya dari Sifat Allah, Hayyun, Maha Hidup, (maka makhluk diberikan hidup dari) welas asih dan

anugerah Tuhan. Kemudian lagi sebuah pertanyaan

 

  • yang lainnya, apa akidahmu? Maka jawablah: akidahku adalah
  • sebuah citra (Tuhan yang ada pada semua makhluk) karena anugerah Allah. Yang dimaksud dengan citra
  • yang diberikan dari anugerah Tuhan, yaitu apa yang diberikan itu adalah pengetahuan bahwa seseorang menerima karunia berdasarkan anugerah dari Allah, yang menjadikannya
  • tidak melihat sesuatu pun, kecuali secara sadar ia melihat mereka di dalam sebuah kaca benggala,
  • yang diberikan dari anugerah Allah. Yang dimaksud dengan (melihat) citra yang terpantulkan (di dalam kaca) adalah menerima pemberian dari anugerah Allah.
Baca juga:  Alif.id dan PCI NU Belanda Gelar Pameran Foto dan Manuskrip di Amsterdam

Dalam fragmen di atas tampaknya Sunan Kudus mengantisipasi pertanyaan yang jamak terjadi bagi seorang dai di masanya. Pertanyaan yang menunjukkan masih banyak yang belum paham. Bukannya tidak mungkin pertanyaan itu juga menunjukkan masih banyak yang masih belum memeluk Islam. Apa akidah Islam sebenarnya?

Dalam menjawab pertanyaan ini, disebutkan Sunan Kudus menekankan bahwa Allah Esa sehingga konsekuensinya seluruh makhluk adalah ciptaan-Nya.

Lebih lanjut disebutkan bahwa alasan dari penciptaan ini adalah karena Allah memiliki sifat Rahman dan Rahim – dua sifat utama yang awal sekali muncul dalam Alquran.

Pada tataran makhluk, dua sifat ini adalah panduan mereka untuk bisa melihat citra dan tanda Ilahi pada seluruh makhluk. Allah ada di mana-mana. Bahkan betapa menyeluruhnya sifat kasih dan sayang Ilahi ini sehingga pengetahuan seseorang bahwa Allah memiliki sifat Rahman dan Rahim adalah dampak dari sifat Rahman dan Rahim itu sendiri.

Dengan demikian, kita menjadi muslim yang rendah hati karena menyadari bahwa segala kebaikan yang secara lahiriah dari kita sebenarnya adalah anugerah-Nya semata.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
3
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top