Sedang Membaca
Membumikan Pendidikan Pesantren: Melengkapi Tulisan Muhtadin
Nur Shoib Banari
Penulis Kolom

Pengelola dan Aktif di Media Sosial. Pesantren Darul Huda Ngemplak Kidul Margoyoso Pati, Jawa Tengah

Membumikan Pendidikan Pesantren: Melengkapi Tulisan Muhtadin

Tulisan Muhtadin tentang “Pendidikan Pesantren Masa Depan” menurut saya bukan sekedar obrolan santai sambil guyonan, tapi hasil pemikiran mendalam–untuk  menghindari kata “kegelisahan”–tentang Pendidikan Pesantren saat ini dan mendatang.

Kira-kira ini gaya “curhat” ala santri. Tidak asal “tembak” di tempat. Caranya melipir dulu dengan kalimat pembuka yang ringan, barulah masuk ke “jantung” pembahasan. Begitulah santri, musti adab yang didahulukan.

Baiklah, soal masa depan Pendidikan Pesantren, saya kira tak perlu ada yang dirisaukan lagi setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren (UU Pesantren).

Dari sisi kedudukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, UU Pesantren sejajar kok dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Substansi pengaturan dalam UU Pesantren memberikan jaminan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi terhadap Pesantren dalam menjalankan fungsi pendidikan–disamping fungsi dakwah dan pemberdayaan masyarakat–dengan tetap menjaga kekhasan, tradisi, dan kurikulum masing-masing Pesantren.

Lihat Pasal 15 “Pesantren melaksanakan fungsi pendidikan sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional”. Kemudian Pasal 16 “Pesantren menyelenggarakan fungsi pendidikan berdasarkan kekhasan, tradisi, dan kurikulum pendidikan masing-masing Pesantren”.

Mengacu pada ketentuan tersebut, tak ada satupun lembaga pendidikan di Indonesia yang diberikan “kewenangan” oleh negara melaui peraturan perundang-undangan yang ada untuk mengatur dirinya sendiri kecuali hanya Pendidikan Pesantren. Sudah begitu lulusannya mendapatkan pengakuan yang sama dengan lulusan satuan pendidikan lainnya.

Baca juga:  Membaca Humanitas Fikih dalam Pembatasan Waktu Shalat

Lalu bagaimana dengan pendanaan, kelembagaan, penjaminan mutu, data dan informasi Pendidikan Pesantren? Nah, hal-hal teknis begini akan diatur kemudian melalui Peraturan Presiden (PERPRES) dan Peraturan Menteri Agama (PMA) berdasarkan mandat UU Pesantren. Informasinya rancangan naskahnya sedang dalam tahap penyusunan, lalu nantinya dilakukan uji publik. Kita tunggu saja, semoga dapat segera disahkan.

It’s clear kan? Eit tunggu dulu. Saat ini informasi tentang Satuan Pendidikan Muadalah (SPM), Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Pengkajian Kitab Kuning (PKPPS), dan Ma’had Aly (MA) baru diketahui kalangan terbatas lho. Barangkali karena takhasus pada tafakkuh fiddin, sehingga secara nama satuan pendidikan saja masih terkesan “melangit”. Belum lagi soal jenjang/tingkatannya, metode pembelajaran, kurikulum, pengajar, hingga lulusannya.

Sangat wajar manakala ada orang tua yang masih ragu bahkan kuatir jika anaknya nantinya tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bahkan kesulitan untuk mendapat akses dan kesempatan berkarir/bekerja. Masalahnya lagi-lagi soal asupan informasi yang belum tersampaikan secara gamblang dan terang benderang.

Terlebih bagi kalangan milenial. Kiranya perlu penyesuaian dalam merespon kebutuhan di era sekarang. Memanfaatkan media sosial dengan desain dan konten-konten menarik dalam rupa infografis, flyer, poster, video, audio-video, podcast, dan lainnya menjadi sarana efektif untuk “membumikan” satuan-satuan Pendidikan Pesantren kepada kalangan milenial, mengingat mereka merupakan mayoritas pengunanya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top