Sedang Membaca
Alasan Mengapa Allah itu Esa, Tak Terbilang

Alumni Pondok Pesantren Al I'tishom Cianjur.

Alasan Mengapa Allah itu Esa, Tak Terbilang

Tentang Tasawuf

Manusia dalam potensi fitrahnya dilengkapi dengan hati nurani dan hawa nafsu. Dalam islam memandang manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap hidupnya. Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan, maka dalam diri manusia ada keinginan untuk mencari, menyembah dan beribadah kepadanya agar dapat meraih kebahagian baik dunia dan akhirat.

Secara umum, konsep ketuhanan tidak hanya berdasarkan pada suatu keyakinan manusia itu sendiri, namun bersumber pada pola perkembangan dan kemajuan berpikir manusia disertai wahyu untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi umat manusia. Salah satu dasar ketuhanan adalah memiliki sifat wahdaniyyah (tunggal), wasithoh (tanpa perantara) dan ta’adud (terbilang). Sehingga ketika suatu dzat diklasifikasikan pada dzat yang tidak tunggal, maka lazim (tetap) bagi dzat tersebut bersifat ta’adud (terbilang).

Konsep dasar ketuhanan adalah bersifat tunggal. Apabila tuhan tak bersifat tunggal yang menjadi keyakinan umat non-muslim, maka secara tak langsung tuhan bersifat ta’adud (terbilang).  Jika benar konsep tuhan itu lebih dari satu, maka eksistensi alam tidak akan pernah ada.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Seandainya di alam semesta ini ada dua pencipta, maka akan terjadi dua kemungkinan. Pertama, dua pencipta sepakat mewujudkan alam (sesuatu selain Tuhan). dua pencipta bersepakat untuk menciptakan bersama  pada satu alam, dan hal ini jelas melanggar aturan dasar Ketuhanan karena akan ada nya konsep dua Muatsir ( dzat yang memberikan efek ) yang menghasilkan satu Atsar (efek) yang mana hal ini tidak dapat diterima.

Baca juga:  Kritik atas "Elitisme" Kecendekiawanan Modern: Al-Ghazali sebagai Contoh

Kedua, dua pencipta sepakat untuk tidak mewujudkan alam semesta. Para Tuhan menciptakan alam secara Murottab (bergantian) dengan gambaran salah satu Tuhan yang pertama menciptakan alam Tuhan yang lain menciptakan alam. Dan gambaran seperti jelas tertolak dan mustahil terjadi pada Tuhan, karena akan timbulnya Tahsilul Hasil, yang mana dalam aturan baku Ketuhanan hal ini tidak dapat diterima.

Kemungkinan lainnya, dua pencipta bekerjasama dalam menciptakan alam, hal ini juga tidak dapat diterima. Karena jika gambaran ini terjadi maka akan menetapkan sifat ‘Ajz (lemah) terhadap Tuhan dan ini hal Mustahil.

Konsep dasar yang telah dijelaskan sebagai bentuk repretasi pada kemungkinan pertama, yaitu kemungkinan ketika adanya kesepekatan diantara kedua Tuhan. Konsepan di atas dinamakan dengan konsep Burhan Tawarud.

Selain penjelasan di atas, terdapat kemungkinan lainnya. Apabila di alam semesta ini ada dua pencipta, pasti kemungkinan besar terjadinya perselisihan dalam menciptakan alam. Penjelasan di atas menghasilkan tiga gambaran.

Pertama, apabila di alam semesta ini ada dua Tuhan maka, satu Tuhan mewujudkan alam dan satu Tuhan lainnya meniadakan alam, maka hal seperti ini bertolak, karena ketidakmungkinan terkumpulnya dua perkara yang berlawanan (Ijtima’ Naqidhoin) yaitu antara Ijad dan I’dam.

Kedua, apabila dua Tuhan memiliki kehendak yang berlawanan (Ijad dan I’dam)  dan masing masing kehendak tidak terlaksana, maka hal ini juga bertolak, karena gambaran tersebut menunjukan sifat ‘Ajiz (lemah) bagi Tuhan. Seharusnya Tuhan memiliki sifat Iradat secara mutlak.

Baca juga:  "It's Beyond Politics": Ketika Humanisme Barat Dipertanyakan

Ketiga, apabila dua Tuhan  memiliki kehendak masing masing yang berlawanan. Kemudian kehendak yang berlawanan dari masing masing Tuhan tersebut salah satunya terealisasi dan yang lainnya tidak, maka gambaran seperti juga jelas bertolak karena akan menetapkan sifat ‘Ajz (lemah) terhadap kedua Tuhan tersebut. Tuhan kedua dikatakam lemah karena tidak mampu merealisasikan kehendaknya sedang tuhan pertama yang kehendaknya terealisasi tetap dikatakan lemah sebagai tuhan, karena ia juga tetap tersifati oleh sifat lemah ketuhanan yang di hasilkan / dilihat dari Tuhan kedua nya yang lemah karena mereka tetap dalam satu jenis Tuhan.

Konsep dasar yang telah dijelaskan sebagai bentuk repretasi pada kemungkinan lainnya, yaitu kemungkinan ketika terjadi perselisihan antara kedua Tuhan. Konsepan di atas dinamakan dengan konsep Burhan Tamanu’.

Setidaknya kita dapat berpikir berdasarkan konsep dasar yang dihasilkan dari dua kemungkinan yang terjadi ketika Tuhan Ta’adud (terbilang). Pola konsep dasar di atas, simpulannya adalah ketiadaan alam.

kita umat manusia dapat menyaksikan alam semesta ini berwujud, karena itu jelas gambaran di atas sesuatu yang sangat sangat mustahil, kemudian ketika enam gambaran di atas mustahil maka sifat Ta’adud (sifat terbilang pada Tuhan) yang menjadi inti atas lahirnya konsep di atas, akan secara langsung dikatakan mustahil.

Baca juga:  Saintek, Religiositas, dan Gerakan Intelektual

Ketika sifat Ta’adud (terbilang) itu mustahil pada Tuhan, maka sifat wahdaniyah (tunggal) melekat pada esensi ketuhanan. Dan kita umat Islam menjadikan sifat Wahdaniyah (tunggal) sebagai konsep ketuhanan yang masuk pada bagian rumusan Ilmu Kalam, yang mana dengan bantuan intuisi ilahi dan pengolahan rasio semua konsep/rumusan itu di hasilkan. Wallahu A’lam

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top