Sedang Membaca
Pelajaran dari Kalimat Kontroversi Gus Dur
Muhammad Ramli
Penulis Kolom

Ustaz di Pesantren AL-Falah, Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Pelajaran dari Kalimat Kontroversi Gus Dur

Gus Dur kurang sependapat ketika semua pihak berteriak, “Musnahkan pornoaksi dan pornografi di negeri ini”. Bukan hanya kurang sependapat, tapi Gus Dur berlainan. Dia berusaha mengambil sisi lain dari pandangan Islam tentang porno tersebut. Apa yang dikatakan Gus Dur?

Gus Dur yang terkenal sebagai tokoh kebebasan berpikir, tidak ambil pusing. Bagi dia, di dalam Islam pun telah ada porno. Jadi tidak perlu diperdebatkan.

Cerita ini muncul saat Dewan Perwakilan Rakyat akan mengesahkan Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi undang-undang pada pertengahan 2008. Berbagai pro dan kontra berkembang. Demonstrasi terjadi di mana-mana.

Suatu ketika dalam sebuah interview dengan Jaringan Islam Liberal, Gus Dur menyebut kitab Raudlatul Mu’aththar sebagai korban tentang kesalahan memandang pengertian dari kata porno.

“Anda tahu, kitab Rawdlatul Mu‘aththar (The Perfumed Garden, Kebun Wewangian) itu merupakan kitab bahasa Arab yang isinya tatacara bersetubuh dengan 189 gaya, ha-ha-ha.. Kalau gitu, kitab itu cabul, dong?” ha-ha-ha.. Kemudian juga ada kitab Kamasutra.

“Masak semua kitab-kitab itu dibilang cabul? Kadang-kadang saya geli, mengapa kiai-kiai kita, kalau dengerin lagu-lagu Ummi Kultsum, penyanyi legendaris Mesir bisa sambil teriak-teriak; “Allah Allah.’’ Padahal isi lagunya kadang ngajak orang minum arak, ha-ha-ha.. Sangat saya sayangkan, kita mudah sekali menuding dan memberi cap sana-sini; kitab ini cabul dan tidak sesuai dengan Islam serta tidak boleh dibaca.”

Sementara Martin van Bruinessen, dalam konteks yang berbeda justru mengatakan kitab yang dikatakan “porno” itu sebagai kitab yang lebih bersimpati kepada perempuan dibanding dengan kitab-kitab kuning lainnya. Kitab yang cukup terkenal di Indonesia dan Malaysia itu adalah kitab Hukum Jimak.

Saya masih ingat ketika masih belajar di pesantren, kitab ini beredar luas tapi dalam kesenyapan di kalangan santri. Awalnya saya tidak begitu yakin, apakah kitab yang menjadi rebutan itu adalah kitab yang dimaksud Bruinessen di sini. Tetapi ketika membaca transkripsi di akhir tulisannya, saya berkesimpulan, itu iya. Kitab itu saya dapatkan dalam bentuk photocopy dengan tampilan yang lusuh, karena sudah terlalu banyak berganti tangan. Dengan sembunyi-sembunyi saya membaca kitab hingga tamat. Sayangnya, setelah itu saya tidak pernah melihat lagi kitab itu, mungkin sudah berpindah tangan entah ke mana.

Baca juga:  Sejarah Rezim Militer Orde Baru Membasmi Islam Radikal

Menurut Bruinessen kitab singkat ini merupakan terjemahan Melayu dari Al-‘Ubab, karangan seorang ulama produktif yang hidup sekitar empat abad sebelum Syekh Nawawi Banten, yakni Syekh Ahmad bin Sulaiman Kamal Pasya dari Istambul, dengan beberapa tambahan dari tulisan ulama lain, seperti Syekh Zarruqi dari Afrika Utara.

Kitab ini membahas tentang hubungan suami-istri, dan dari sinilah juga sang laki-laki tetap sebagai subjek dan istri sebagai objek. Namun perhatian ulama dalam kitab ini terletak pada apa yang harus diperbuat seorang suami, tidak kepada istri. Sang suami dianjurkan untuk melayani istrinya dengan baik; menghindar dari paksaan, menciptakan suasana yang tenang dan memperhatikan kebutuahan dan keinginan istrinya.

Nah, bagaimana kita bisa dengan serta merta mengatakan bahwa kitab yang mestinya mengandung edukasi tentang bagaimana berhubungan yang baik antara suami istri, agar tidak ada keterpaksaan diantara keduanya, terutama istri yang selama ini sering mendapatkan intimidasi dan kekerasan dari seorang suami, itu dikatakan sebagai porno.

Makanya menurut Gus Dur, porno itu letaknya ada dalam persepsi seseorang. Kalau orang kepalanya ngeres, dia akan curiga bahwa kitab Alquran sekalipun adalah kitab suci porno, karena ada ayat-ayat tentang menyusui. Bagi yang ngeres, menyusui berarti mengeluarkan tetek, dan itu berarti cabul.

Kita yang benar-benar mengenal Gus Dur berani menyangsikan, bahwa, bagaimana mungkin orang sekelas Gus Dur ingin menghinakan Alqur’an? Padahal, ungkapan-ungkapan Gus Dur itu hanyalah kalimat pengandaian, ditambah dengan sedikit goyonan. Menurut Gus Dur, kalau orang pikirannya sudah ngeres melihat orang bunting sekalipun pikirannya sudah bisa melayang kemana-mana.

Baca juga:  Menimbang Kontroversi Profesor Yudian Wahyudi

Gus Dur dekenal dengan sosok yang unik, humanis sekaligus juga humoris. Saat berbicara, dia selalu menyelipkan joke, atau cerita-serita lucu, yang membuat pendengarnya tertawa bahagia. Kelucuan-kelucuan yang diciptakannya disukai oleh semua kalangan, mulai dari santrinya sampai kepada tokoh-tokoh dunia.

Salah satu alasan mengapa Gus Dur selalu humoris, karena dengan humor, pikiran menjadi sehat. Dan kini, cerita-ceritanya yang lucu dan mengundang tawa itu memberikan kesan tersendiri bagi kita. Gus Dur adalah seorang yang mempunyai moralitas yang tinggi, yang memandang kehidupan secara tulus, sederhana, jujur, dan penuh kebersahajaan.

Ah, Gus, kami selalu merindukanmu. Lahul Fatihah...

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
4
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
2
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top