Sedang Membaca
COVID-19 dan Keniscayaan Menuntut Ilmu ke Cina

Muhammad Abdun Nasir. Alumnus Ponpes Baitur Rahim Bungah Gresik dan Magister di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Pegiat Halaqoh Literasi Malang Jawa Timur. Pernah menjadi Asisten dosen, dosen luar biasa, dan dosen tamu di FE Universitas Brawijaya, dan sudah lebih dari 18 tahun bekerja di perusahaan swasta yang bergerak di Sales Marketing dan sekarang menggeluti usaha properti.

COVID-19 dan Keniscayaan Menuntut Ilmu ke Cina

Claudio Schwarz Purzlbaum Zh Btvpbcdw Unsplash

Belajarlah walau sampai ke negeri Cina, demikianlah hadis yang oleh sebagian ulama dinyatakan sebagai hadis dhaif atau lemah, namun sudah terlanjur masyhur. Saking masyhurnya saya masih ingat betul hadis ini pernah saya hapalkan ketika sekolah di tingkat Madrasah Tsanawiyah. Namun tulisan ini bukan dimaksudan untuk membahas status atau level dari hadis ini, tetapi lebih pada esensi pesan yang disampaikan.

Kenapa negara Cina disebut sebagai negara tujuan untuk menuntut ilmu, karena negara ini kala itu sudah memiliki peradaban yang sangat tinggi. Pada abad ke 7 masehi, Cina berada pada salah satu titik puncak peradaban keemasan sebagai negara kosmopolitan yang yang dikomandani oleh dinasti Tang.  Bukanhanya dalam hal luas negara kosmoplitan, tetapi juga dalam hal perdagangan  penduduk Cina dikenal akan kecerdasan dan keuletannya. Salah satu bukti nya adalah termasyhurnya nama Laksmana Cheng Ho yang hidup di abad 15 dan beberapa kali melakukan ekspedisi ke Indonesia dengan meninggalkan turunan budaya yang ikut membentuk peradaban di Indonesia.

Cerita tentang tingginya peradaban Cina masa lampau ternyata tak lekang hingga sekarang. Kasus Corona COVID-19 dan cara penanganannya adalah salah satu bukti tingginya peradaban Cina.  Kasus yang sudah dinyatakan oleh WHO sebagai epidemik ini pertama kali diketahui pada awal Januari 2020 di kota Wuhan ibukota propinsi Hubei di Cina. Hingga pada hari Jumat, 13 Maret 2020, virus ini telah menyebar dan mewabah ke banyak negara di dunia. Jumlah orang yang terinfeksi berada di angka 128.343.

Baca juga:  Sejarah Perkembangan Tafsir dari Masa ke Masa

Menurut John Hopkins CSEE mencatatkan jumlah kasus kematian akibat virus corona ini mencapai 4.720 atau 3,7% dari total terinfeksi. Jumlah pasien meninggal terbesar ada di China 827 orang disusul Iran dengan 429 dan Korea Selatan sebanyak 66 orang. COVID-19 ini juga sudah masuk ke Indonesia, dimana menurut data update pada hari Minggu 15 Maret 2020, pasien terjangkit virus ini sebanyak 117 orang dengan pasien meninggal sebanyak 5 orang.

Pada saat awal Januari virus ini ditemukan di Wuhan dengan tingkat penyebaran yang sangat masif dan mengakibatkan kematian, maka otoritas Cina langsung bergerak tangkas dan cepat. Mereka tidak mempedulikan riuhnya reaksi dunia, baik dunia nyata maupun dunia maya dalam menyikapi munculnya virus ini. Saat dunia meributkan rumusan apakah virus ini dikategorikan sebagai musibah atau azab, atau bahkan ada seorang dai kondang di Indonesia yang menyebutkan bahwa penyebaran virus corona ini adalah wujud dari Kuasa Allah untuk menurunkan bala tentaranya di Cina, tetapi tak menggoyahkan usaha keras otoritas Cina dan penduduknya dalam menanggulangi wabah yang sudah terlanjur muncul ini.

Dengan etos dan semangat kerja tanpa menyerah dan dikombinasikan dengan kecerdasan akal pikiran sekaligus didukung oleh sumberdaya materi yang mereka miliki, Cina bekerja dengan memulai melakukan isolasi atau lockdown di kota Wuhan, tidak boleh ada aktifitas keluar masuk ke kota Wuhan, lantas dilanjutkan dengan bergerak cepat membangun rumah sakit Huoshensan khusus untuk menampung pasien terinfeksi hanya dalam hitungan 8 hari saja, seolah layaknya cerita legenda Bandung Bondowoso yang membangun Candi Prambanan dalam hitungan semalam saja.

Baca juga:  Gelar dan Panggilan Gus

Tenaga medis diterjunkan untuk secara all out bekerja meskipun mereka tahu bahwa resiko terjangkit akan mereka dapatkan. Peneliti dan ilmuwan bekerja serentak untuk ikut andil melakukan penelitian untuk menemukan model sebaran virus serta mencari obat penangkalnya. Masyarakat ikut andil dalam hal mematuhi arahan pemilik otoritas. Dan pihak otoritas pemerintah menggunakan semua sumber daya baik materi maupun dukungan politik untuk mengambil alih situasi menegangkan ini dengan hak otoritas satu komando yang mereka miliki.

Segala daya dan upaya yang mereka lakukan, akhirnya menuai hasil. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh duta besar Indonesia untuk Cina, Djauhari Otmangun, per 13 Maret 2020 tercatat ada penuruan kasus baru terjangkitnya virus ini menjadi hanya 8 kasus baru saja, dimana 5 diantaranya terdapat di propinsi Hubei yang sempat di lockdown. Sementara itu, 7 propinsi lainnya, yakni Tibet, Xianjiang, Qinghai, Macau, Fujian, Anhui, dan Jiangxi dinyatakan terbebas dari COVID-19, bahkan ada 16 rumah sakit khusus Corona di Wuhan telah ditutup.

Dengan perbaikan kondisi yang tercipta secara signifikan dalam waktu hanya 2,5 bulan ini masih memunculkan pertanyaan, apakah obat penangkal COVID-19 ini sudah ditemukan atau belum masih belum terkonfirmasi dengan jelas. Namun, dengan melihat kondisi terkahir ini Cina tentu bisa dengan lega menikmati hasil dari kerja keras mereka untuk bisa keluar dari cobaan mahluk yang bernama COVID-19 ini. Bahkan, berita terakhir, Cina sekarang juga mengirimkan tenaga medis ke Italia dan ke Irak untuk membantu dua negara tersebut dalam menangani ganasnya sebaran virus ini. Tenaga medis ini diuji kembali kekuatan rasa kemanusiaan mereka setelah berjibaku menyelamatkan saudara se-negaranya untuk membantu saudara sesama manusia, tanpa melihat negara atau agama mereka.

Baca juga:  Ada Karl Marx di Pojok Pesantren

Apa yang telah dialami dan dilakukan oleh Cina dalam menghadapi musibah ini menjadikannya sebagai negara yang membuktikan diri sebagai bangsa yang memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Cina dalam kasus ini lebih beradab sebagai anak bangsa dan manusia. Oleh karenanya masih sangat relevan, jika Cina dipakai sebagai rujukan untuk mencari ilmu, tidak terkecuali Indonesia yang baru saja mengalami musibah yang serupa. Tanpa sibuk memperdebatkan status hadis yang dikutip di atas. (RM)

Wallahu a’lam bis shawab.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top