Sedang Membaca
‘Isyq, ‘Asyiq, dan Ma’syuq dalam Kitab Karya Kiai Madura
Imam Buhari Muslim
Penulis Kolom

Alumnus Pondok Pesantren Wushlatul Mustafidin, Sampang dan Pondok Pesantren Al-Harom, Sampang.

‘Isyq, ‘Asyiq, dan Ma’syuq dalam Kitab Karya Kiai Madura

Foto Ilustrai Pinterest

Suatu ketika saya membuka-buka naskah klasik (kitab kuno) berbahasa arab yang tersimpan rapi di lemari bersama kitab-kitab saya yang lain. Naskah tersebut merupakan salinan dari kitab berjudul Nurut Tamam Fii Bidayati Qowa’idis Sufiyah. Menurut sebagian sumber, salinan naskah klasik tersebut ditulis tangan oleh seorang kiai asal Madura bernama Kiai Sendih, sekitar 200 tahun yang lalu. Selanjutnya, naskah klasik yang ditulis Kiai Sendih diwarisi oleh anak cucunya dan akhirnya sampai pula ke tangan saya saat ini.

Tentu saja kebenaran tentang siapa yang menyalin naskah klasik tersebut dari kitab Nurut Tamam Fii Bidayati Qowa’idis Sufiyah masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, mengingat dalam naskah tersebut tidak ditemukan samasekali informasi tentang siapa nama penyalin dan kapan kitab tersebut disalin. Kitab Nurut Tamam Fii Bidayati Qowa’idis Sufiyah sendiri menurut pengakuan penulisnya yang tidak diketahui namanya, merupakan terjemahan dari risalah ringkas berbahasa Persia yang juga tidak disebutkan siapa nama pengarangnya.

Terlepas masih buramnya informasi tentang nama-nama pengarang, penerjemah dan penyalin ketiga naskah tersebut, saya meyakini sepenuh hati bahwa risalah tersebut dikarang oleh seorang ulama sufi yang dianugrahi Allah ‘irfan, ilmu makrifat yang begitu mendalam. Hal itu ditunjukkan oleh paparan tentang konsep ‘isyq (عِشْقٌ), ‘asyiq (عَاشِقٌ) dan ma’syuq (مَعْشُوقٌ) dalam risalah tersebut yang merupakan kolaborasi apik antara akal dan rasa (dzauq) hal mana tidak mungkin dilakukan oleh orang yang tidak memiliki ‘irfan.

Jika selama ini kita mengenal ‘isyq ,‘asyiq dan ma’syuq sebagai istilah yang sering digunakan dalam dunia percintaan. Misalnya, jika kita melihat pengertian ‘isyq, asyiq dan ma’syuq di kamus-kamus bahasa arab maka kita akan menjumpai pengertian ‘isyq berarti cinta, ‘asyiq adalah pecinta dan ma’syuq sebagai orang dicintai.

Bahkan, kata ‘asyiq dan ma’syuq seringkali diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi satu kata kerja ‘berasyik-maksyuk’ yang berarti memadu kasih dan bersenang-senang. Sedangkan ‘isyq dalam strata cinta merupakan level tertinggi. ‘Isyq diistilahkan sebagai luapan perasaan yang membuat ingatan pecinta menjadi linglung sampai membuatnya lupa siapa dirinya dan orang yang dicintainya, seperti Qois yang menjadi gila (Majnun) karena diliputi ‘isyq kepada Laila sampai-sampai dia tidak lagi mengenali Laila yang dicintainya.

Baca juga:  Ulama Tasawuf Menurut Habib Umar

Maka, kita akan mendapati konsep ‘isyq, ‘asyiq dan ma’syuq yang terdapat dalam naskah klasik itu berbeda dengan konsep ‘isyq, ‘asyiq dan ma’syuq yang selama ini kita kenal dalam dunia cinta. Berikut penjelasan dari konsep isyq, ‘asyiq dan ma’syuq sebagaimana yang terdapat dalam naskah klasik itu.

‘Isyq (عشق)

Isyq merujuk kepada eksistensi wujud yang bersih dari noda ketiadaan. Hal itu dapat dipahami bahwa pada hakikatnya ‘isyq adalah wujud Allah. Karena, tidak ada eksistensi wujud yang terbebas dan bersih dari noda ketiadaan kecuali wujud Allah. Selengkapnya dijelaskan sebagai berikut :

واعلم ان المراد من العشق وجود محض اي الوجود الخالص من شائبة العدم  وذلك وجود الحق وذات الحق سبحانه وتعالى والوجود المحض أزلي وقديم

“Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan ‘isyq adalah wujud yang murni yakni wujud yang bersih dari noda ketiadaan. Dan itu adalah wujud dan Zat Allah, Al Haq Swt. Wujud murni tersebut bersifat azali dan qodim”.

Wujud murni (وجود محض) adalah wujud yang tidak bercampur-baur dengan ketiadaan. Ia tidak bertemu dengan ketiadaan dan ketiadaan tidak menemukannya. Ketiadaan tidak menghinggapi wujud murni sebab wujud murni adalah wujud Allah. Wujud murni itu azali dan qodim. Azali berarti memililiki sifat azal dan qodim berarti bersifat qidam.

Azal adalah hukum qobliyah yakni adanya sebelum segala sesuatu ada. Azal adalah suatu kedudukan yang dimiliki oleh wujud Allah sesuai dengan tuntutan kesempurnaan-Nya.  Kedudukan itu menuntut tidak adanya yang mendahului Allah daripada makhluk, termasuk waktu itu sendiri. Keberadaan Allah sebelum segala sesuatu tidak ditinjau dari kronologi waktu sebagaiman pemahaman menyimpang sementara orang.

Baca juga:  Menari Bersama Kekasih (1): Tasawuf, Jalan Para Pecinta

Jika kata sebelum ditinjau dari kronologi waktu, lalu bagaimana kita akan menggambarkan pernyataan “Allah ada sebelum waktu?” Bukankah tidak ada kata ‘sebelum’ sebelum waktu diciptakan? Jadi, azali adalah keterdahuluan Allah atas segala sesuatu yang bersifat hukmi bukan berdasarkan waktu.

Qidam adalah hukum ‘wajib adanya’ yang melekat pada zat Allah. Karena adanya Allah bersifat wajib maka tidak ditemukan di suatu masa Allah pernah tidak ada. Keberadaan Allah tidak didahului oleh ketiadaan dan tidak berakhir dengan ketiadaan. Intinya, Allah selalu ada karena hukum keberadaannya bersifat wajib.

Dari sini jelas perbedaan antara qadim dengan azali. Wujud murni bersifat qidam berarti keberadaannya tidak didahului oleh ketiadaan dan tidak akan berakhir dengan ketiadaan karena ia bersifat wajib adanya. Sedangkan wujud murni bersifat azal artinya secara hukum, keberadaannya tidak didahului oleh suatu apapun. Maka antara azali dengan qodim memiliki makna yang berbeda.

‘Asyiq (عَاشِقٌ)

‘Asyiq yang secara etimologi (bahasa) berarti pecinta, dalam naskah klasik kitab Nurut Tamam Fii Bidayati Qowa’idis Sufiyah didefinisikan sebagai berikut.

 

والعاشق عبارة عن الأعيان الثابتة في علم الله الحق سبحانه وتعالى وتلك الأعيان الثابتة أزلية وقديمة لأن الأعيان الثابتة معلومات الهية وكما أن العلم الإلهي قديم فمعلومات الحضرة الإلهية ايضا قديمة

“’Asyiq merupakan kenyataan-kenyataan yang menetap (a’yan tsabitah) di dalam ilmu Allah, Al-Haq Swt. A’yan tsabitah tersebut bersifat azali dan qodim karena a’yan tsabitah merupakan pengetahuan-pengetahuan ketuhanan. Dan sebagaimana ilmu ketuhanan bersifat qodim maka pengetahuan-pengetahuan yang berada dalam hazirat ketuhanan juga bersifat qodim”

A’yan tsabitah adalah segala sesuatu yang nyata dan menetap di dalam ilmu Allah. Kata ‘menetap’ bukan dalam pengertian mengambil tempat dalam diri Allah, maha suci Allah dari menempati dan ditempati sesuatu. Menetap yang dimaksud adalah segala sesuatu diketahui kenyataannya di dalam ilmu Allah. Misalnya, Allah akan menciptakan seseorang dengan ciri-ciri x,y dan z. Maka sebelum dan sesudah orang tersebut diciptakan, kenyataannya yang berupa ciri-ciri itu sudah terlebih dahulu diketahui oleh Allah dan menghuni dalam pengetahuan-Nya.

Baca juga:  Berbeda dengan Imam Ghazali, Begini Klasifikasi Ilmu Menurut Kiai Muhammad Al-Fayyadl

A’yan tsabitah itu bersifat azali dan qodim karena ia merupakan pengetahuan-pengetahuan Allah. Maka, sebagaimana ilmu Allah bersifat qodim maka apa yang diketahui (ma’lumat) atau yang berada dalam ilmu itu bersifat qodim pula. Jika ma’lumat atau segala sesuatu yang berada di dalam ilmu Allah bersifat baru (hadis) maka ada satu ‘masa’ dimana Allah tidak mengetahui apa-apa (bodoh), yaitu sebelum keberadaan ma’lumat dalam ilmu Allah. Maha suci Allah dari memiliki sifat bodoh.

وتلك المعلومات يقال لها أعيان لكونها معينة في علم الحق السماء بالسمائية والأرض بالأرضية والإنسان بالإنسانية والحيوان بالحيوانية وتلك المعلومات كائنة وثائبة في علم الحق وليست بخارجة عن علم الحق سبحانه أبدا وكانت ماهية للممكنات وأصولا للموجودات وهذه الماهيات ليست بخارجة من الأزل

 

“Pengetahuan-pengetahuan itu (maklumat) disebut a’yan (kenyataan-kenyataan) karena mereka tampak nyata di dalam ilmu Allah. Langit dengan sifat kelangitannya, bumi dengan sifat kebumiannya, manusia dengan sifat kemanusiaannya, hewan dengan sifat hewaniahnya. Pengetahuan-pengetahuan itu (maklumat) eksis dan menetap di dalam ilmu Allah dan samasekali tidak keluar dari ilmu Allah selamanya. Pengetahuan-pengetahuan itu (ma’lumat) adalah bahan baku bagi mumkinat, yaitu segala sesuatu yang mungkin diciptakan dan mungkin tidak (makhluk) dan cikal-bakal bagi maujudat, segala sesuatu yang diadakan. Ma’lumat yang merupakan cikal-bakal makhluk itu tidak keluar dari sifat azali.”

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
3
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top