Sedang Membaca
Tafsir Kerinduan (4): Metafor-Metafor Ketuhanan
Husein Muhammad
Penulis Kolom

Pencinta kajian-kajian keislaman, utamanya di bidang ilmu fikih, tema-tema keperempuanan, dan ilmu tasawuf. Menulis beberapa buku, aktif di pelbagai forum kajian, baik nasional ataupun internasional. Tinggal di Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, Jawa Barat

Tafsir Kerinduan (4): Metafor-Metafor Ketuhanan

Dari kitab Ibnu Arabi ini kita akan mengetahui bahwa semua kata dalam puisi-puisinya itu adalah kiasan-kiasan, metafora-metafora, simbol-simbol dan rumus-rumus yang mengandung makna-makna mistis dan sarat dengan embusan-embusan spiritualitas ketuhanan yang menukik dan melampaui.

Kata “Dzat natsr wa Nizham”, misalnya, adalah ungkapan tentang “Wujud Mutlak” dan “Sang Pemilik” (Pengatur) alam semesta.

Begitu juga kata “mimbar” dimaknai sebagai “martabat-martabat” atau tangga-tangga di dalam alam semesta, alam kosmos, metafisika, atau “mimbar alam semesta”.

Demikian juga kata “bayan” yang dimaknai “maqam risalah” (tempat/posisi kenabian). Ungkapan-ungkapan Ibnu Arabi selalu memperlihatkan dualisme makna: lahir dan batin, tubuh dan ruh, Ketuhanan dan makrokosmos, teologis dan kosmologis, fisika dan metafisika.

Ibnu Arabi mengatakan bahwa semua puisi ini berkaitan dengan kebenaran-kebenaran ilahi dalam berbagai bentuknya, seperti tema-tema cinta, eulogi, nama-nama dan sifat-sifat perempuan, nama-nama sungai, tempat-tempat dan bintang-bintang.

Adalah menarik untuk menjelaskan kalimat “Ana dhidduha” (aku lawannya) pada syair di atas. Ibnu Arabi mengatakan:

“Jika Anda mengetahui keadaan-keadaan kami berdua, niscaya Anda mengerti satu tempat (maqam) yang tidak dapat dipahami akal pikiran. Ia adalah penyatuan sifat kasar (al-qahr) dan kelembutan (al-luthf).”

Pernyataan Ibnu Arabi ini mengingatkan kita pada ucapan Abu Sa’id al-Jazar, “Dengan cara apakah engkau mengetahui Tuhan?’ Jawabnya adalah dengan penyatuan dua hal yang berlawanan. Ini memang amat sulit untuk dipahami oleh akal, nalar.”

Baca juga:  Pemenang Lomba Menulis Ramadan Berkah (1): Ibadah Puasa di Tengah Corona

Ya, ini pengalaman spritualitas yang menghanyutkan, sangat ruhaniah dan irrasional. Mungkinkah bahwa ini juga adalah gagasan Ibn Arabi tentang penyatuan Yin dan Yang atau maskulinitas dan feminitas pada satu sisi, dan tentang “Ittihâd” atau “Hulûl” pada sisi yang lain?

12.05.19

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top