Sedang Membaca
Sikap Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi Saat Menerima Tamu
Hosiyanto Ilyas
Penulis Kolom

Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Miftahul Ulum Bangkalan. Pernah menimba ilmu di Ponpes Attaroqqi Karongan Sampang. Pegiat Bahtsul Masail LBM NU.

Sikap Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi Saat Menerima Tamu

Kisah Hikmah Ulama

Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi nama lengkapnya adalah Syihabuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Hasan bin Ali Al-Khazarzi Al-Anshari Al-Mursi, lebih dikenal dengan panggilan Abu Al-Abbas Al-Mursi. Beliau lahir di Al-Mursiyah Andalusia pada tahun 616 Hijriyah, meninggal pada tahun 686 hijriyah, dan di makamkan di kota Iskandariyah Mesir.

Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi, adalah tokoh sufi yang sangat populer, namanya banyak di catut di berbagai kitab tasawuf. Beliau adalah murid dari Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili pendiri tarekat Syadziliyah. Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi berbeda dengan tokoh sufi lainnya. Beliau tidak bisa membaca dan menulis, walaupun tidak bisa membaca dan menulis, beliau mempunyai hati yang bersih, sehingga mempunyai akhlak yang mulia.

Sikap Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi berbeda kepada tamunya yang datang untuk bersilatur rahmi kepadanya. Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi selalu memuliakan orang lain tergantung pangkatnya, karena beliau melihat sesuatu dengan pandangan rahmat Allah SWT.

Syekh Ibnu Ajibah dalam karyanya Iqodzul Himam (Juz, 1, Hlm. 112) mengisahkan pada suatu hari  Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi kedatangan seorang tamu, tamu tersebut tergolong dari orang-orang yang baik dan taat kepada Allah SWT, Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi tidak menampakkan rasa hormat yang berlebihan kepada tamunya tersebut, justru beliau berpaling darinya.

Baca juga:  Memahami Agama, Memadukan Akal dan Kultur

Kemudian datang lagi seorang tamu, tamu tersebut disambut dengan sambutan yang hangat dan  penuh penghormatan. Herannya tamu yang kedua ini berpenampilan biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa dariya, bahkan ia dikenal sebagai orang yang terbiasa berbuat maksiat.

Kenapa Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi bersikap seperti itu? Karena menurut beliau orang yang taat kepada Allah ia akan selalu merendahkan diri sebagai buah dari ketaatannya. Akan tetapi orang yang taat kepada Allah apabila merasa bangga diri atas ketaatannya secara tidak langsung ia bermaksiat kepada Allah.

Sedangkan tamu yang kedua datang dengan merasa hina karena selalu bermaksiat kepada Allah SWT. Oleh karena itu Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi memuliakannya, karena orang yang selalu merasa hina adalah natijah atau buah dari ketaatan.

Terkait hal tersebut, Syekh Ibnu Ajibah mengutip ungkapan Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi:

وقال الشيخ أبو العباس المرسي رضي الله عنه : كل أساءة أدب تثمر أدباً فليست بإساءة أدب

Dan Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi RA berkata:  Setiap buruknya adab (kesalahan) yang dapat membuahkan adab (sopan santun), maka hal ini bukanlah (tidak dinamakan) su’ul adab.

Maksiat adalah perilaku yang dicela oleh Allah SWT, terkadang setelah berbuat maksiat seseorang menjadi baik, bahkan bisa jadi kekasih Allah SWT, karena orang yang pernah melakukam maksiat ia merasa hina diantara yang paling hina di dunia ini. Sebaliknya jika orang yang selalu melakukan kebaikan kemudian ia sombong dengan amal kebaikankanya, maka hakikatnya ia adalah orang yang hina dan dimurkai oleh Allah SWT.

Baca juga:  "Kadhung Kedhuwung", Gua dan Beberapa Catatan Tentangnya

Alhasil Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi membedakan tamu-tamunya dalam pelayanan dan penghormatan bukan memandang dari kaya dan miskin, tetapi beliau lebih memuliakan orang-orang yang merasa hina dan rendah diri di sisi Allah SWT. Wallahu A’lam Bissawab.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
5
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top