Sedang Membaca
​Bagaimana Islam Menilai Ananda Sukarlan dan Anies Baswedan?
Hamzah Sahal
Penulis Kolom

Founder Alif.ID. Menulis dua buku humor; Humor Ngaji Kaum Santri (2004) dan Ulama Bercanda Santri Tertawa (2020), dan buku lainnya

​Bagaimana Islam Menilai Ananda Sukarlan dan Anies Baswedan?

​Bagaimana Islam Menilai Ananda Sukarlan dan Anies Baswedan?

Islam tentu saja tidak membenarkan sikap Ananda Sukarlan yang keluar saat Gubernur Anies Baswedan bicara. Islam punya norma yang meminta pemeluknya menghormati tamu.

“Barang siapa beriman, maka hendaklah memuliakan tamunya,” begitu potongan sebuah hadis Nabi. Lebih-lebih Ananda Sukarlan di acara 90 tahun Kanisius juga tamu, sama dengan Gubernur Anies. Dalam hal ini, Ananda juga bisa dinilai tidak saja menghargai tamu lainnya, tapi juga tuan rumah, yang bertanggung jawab atas semua kejadian di rumahnya, di hajatannya.

Ada satu hadis Nabi yang bicara etika bertamu, “Tamu seperti jenazah.” Ini keras sekali. Tamu (harus) seperti orang mati. Artinya, diminta duduk, ya duduk, diminta bicara, ya bicara, diminta mendengarkan, ya mendengarkan, disajikan kopi ya jangan minta jus kedongdong.

Semua komunitas, komunitas agama hingga adat, protokoler negara hingga ruang-ruang atau acara-acara kesenian, punya etika dasar, yang harus dijunjung. Bahkan, supir metromini saja mematikan musik di kendaraanya saat pengamen hendak bernyanyi di area “kekuasaan” si supir, padahal pengamen tidak diundang juga.

Bukan hanya itu, Ananda Sukarlan bisa dikenakan “pasal” dalam etika Islam yang berisi tidak boleh mempermalukan pemimpin di muka umum. Jika ingin mengkritik, etika Islam punya “prosedur” (tentu saja prosedurnya bisa berubah, apalagi zaman Demokrasi dan “zaman begini ini”).

Baca juga:  Literasi di Pesantren: Kitab Kuning di Tengah Gelombang Digital

Namun, kita juga tidak boleh memojokkan Ananda Sukarlan hingga di tempat yang paling pojok. Orang pesantren bilang,”Kita tidak boleh memojokkan orang sepojok-pojoknya.”

Boleh saja kita menilai musisi kita ini tidak punya konteks untuk bersikap seperti itu. Tapi kita juga harus melihat bahwa dia adalah orang, di antara sekian banyak orang Jakarta, yang kecewa punya pemimpin yang bicaranya, soal pribumi bermakna rasis, misalnya. Kekecewaan yang membuat orang bersikap tidak etis, tidak relevan, seperti sikap Ananda kemarin itu, biasa terjadi, wajar. Lebih-lebih sikap Ananda tidak ada apa-apanya dibandingkan statemen Anies. Sikap Ananda Sukarlan tidak akan berdampak buruk bagi wacana dan dan kehidupan berbangsa. Berbeda dengan stetemen pribumi Anies Baswedan yang seorang gubenur dengan wilayah ibu kota negara.

Kita semua, harus mengambil hikmah dan pelajaran atas kejadian di atas, tak terkecuali Gubernur Anies Baswedan.

Gubernur Anies tidak boleh merasa di atas angin, tidak boleh merasa senang karena banyak orang kasih kritik pada musisi Ananda Sukarlan. Dan untuk menunjukkan dia (Anies) juga prihatin, dia harus mengatakan pada publik bahwa dirinya akan mengambil hikmah, mengambil pelajaran atas sikap tamu-tamu yamg ngacir di acara 90 tahun Kanisius itu.

“Saya sebagai Muslim yang baik, akan mawas diri, koreksi diri, saya akan ambil hikmah dan pelajaran, agar kejadian tersebut tidak terulang.” Jika Gubernur Anies mengatakan seperti itu, tentu lebih islami daripada bilang bonus.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top