Sedang Membaca
Di Balik Ayat Poligami: Sebentuk Larangan yang Sehalus-Halusnya
Ghufronullah
Penulis Kolom

Ghufronullah, Mahasantri Mahad Aly asal Sumenep. Bisa disapa melalui akun IG: mafiqohwati

Di Balik Ayat Poligami: Sebentuk Larangan yang Sehalus-Halusnya

Tak ada syariat Islam yang hadir kecuali ia untuk menghadirkan kemaslahatan dan menjauhkan kemudaratan. Terdapat beberapa ayat untuk hal tersebut. Allah swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah, ayat 185:

يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر

Artinya: “Allah menghendaki adanya kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki adanya kesulitan bagi kalian”

Selain itu Allah juga berfirman dalam surah Al-Hajj, ayat 78:

وما جعل عليكم في الدين من حرج

Artinya: “Allah Tidak menjadikan kepada kalian di dalam agama akan adanya kesengsaraan”

Oleh karenanya adalah salah jika ada orang yang menganggap bahwa syariat Islam itu tidak adil, bersifat patriarki, mengundang perang dan sebagainya.

Termasuk di antara hal yang sering disalahpahami dalam syariat Islam adalah soal legalisasi menikahi perempuan lebih dari satu. Hal ini kerap disuarakan oleh penggerak feminisme sebagai bentuk tuntutan keadilan kepada kaum hawa. Mereka menilai bahwa Islam dengan legalisasi poligami mendiskreditkan perempuan. Ini adalah sebuah kesalahpahaman dasar tentang syariat Islam khususnya soal poligami.

Hal pertama yang perlu dipahami adalah bahwa al-Quran sebagai dasar pamungkas dalam terbentuknya syariat Islam memiliki asbabu an-nuzul (sebab turunnya suatu ayat) dan hadis sebagai instrumen penjelas bagi al-Quran juga punya asbabu al-wurud (sebab datangnya suatu hadis). Dua hal tersebut tidak boleh dilupakan dalam konteks memahami syariat Islam secara utuh dan benar.

Syekh Al-Hadoribek dalam kitabnya, Tarikhu at-Tasyri’ al-Islamiy, menjelaskan bahwa suatu ayat dalam al-Quran turun dalam tiga kondisi. Pertama, ia turun sebagai bentuk respons terhadap suatu peristiwa. Kedua, ia turun sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan yang sampaikan kepada nabi Muhammad. Ketiga, turun tanpa alasan apa pun. Beliau menjelaskan bahwa kondisi uang ketiga ini jarang terjadi. Ketiga kondisi tersebut jarang orang-orang memperhatikan dalam memahami suatu ayat.

Baca juga:  Waktu dan Kekufuran Kita

Termasuk di antara ayat yang merupakan respons terhadap peristiwa yang sedang terjadi kala itu adalah ayat yang membahas tentang poligami. Allah swt. berfirman dalam surat An-Nisa’, ayat 3:

فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع… (الآية)

Artinya: “Nikahilah oleh kalian perempuan yang baik, dua, tiga atau empat.

Melalui ayat ini muncullah pernyataan bahwa Islam melegalkan poligami.  Pernyataan ini sebenarnya keliru. Coba perhatikan sejarah turunnya ayat poligami. Jadi, bangsa arab dulu sudah mengenal istilah nikah dan melakukannya juga. Hanya saja, mereka tidak menetapkan batas tertentu soal jumlah istri. Barangkali di antara mereka terdapat orang yang punya belasan istri. Nah, ayat poligami turun untuk menetapkan batas tertentu dalam jumlah istri dan sebagai upaya untuk mengangkat derajat perempuan kala itu. Hal ini dijelaskan oleh Salim Al-Hilali dalam kitabnya, al-Isti’ab fi Bayani al-Asbab. Sejarah ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya Islam bukan membolehkan lelaki untuk menikahi perempuan lebih dari satu, melainkan melarang lelaki untuk menikahi perempuan lebih dari empat. Hal ini karena menikah adalah hal yang diinginkan manusia secara manusiawi dan berdasarkan tabiatnya, tak terkecuali melakukannya berkali-kali.

Selaras dengan itu, adalah pernyataan Syekh Al-Hadoribek dalam kitabnya, Tarikhu at-Tasyri’i al-Islamiy. Ia menyatakan bahwa poligami bukanlah simbol keislaman yang bersifat prinsip, seperti halnya salat, puasa atau menutup aurat yang memang mendapat perhatian khusus dari Tuhan, melainkan ia hanya sebagian dari kebolehan yang urusannya kembali pada manusia sendiri; jika berkenan maka lakukan, jika tidak maka tidak masalah.

Jika kita perhatikan ayat tersebut justru kita menemukan adanya sebuah perintah, bukan larangan. Namun, inilah kehebatan Al-Quran. Tentu adalah sulit melakukan pendekatan psikis kaum jahiliah waktu dulu dalam kaitannya dengan birahi. Sekali lagi, berhubungan badan adalah kebutuhan yang mengakar pada manusia secara manusiawi. Oleh karenanya sulit di hilangkan. Dengan ayat poligami itulah Al-Quran membentuk sebuah larangan dengan pendekatan yang sehalus-halusnya.

Baca juga:  Tafsir Surah Al-Ashr (Bagian 2)

Terakhir, saya ingin menyampaikan sebuah kritik terhadap Masum Alfikri yang juga sempat menulis hal serupa dengan tulisan ini di website mubadalah.id. Dalam akhir tulisan itu ia menyebutkan bahwa “keputusan Al-Quran dan Nabi, bagi saya sangat jelas untuk mereduksi dan meminimalisasi jumlah istri. Artinya hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa Al-Quran tidak membolehkan poligami”. Pernyataan tersebut didasarkan pada sebab turunnya ayat poligami dan sikap Nabi kepada Qais bin Haris, di mana beliau memerintah untuk menyisakan empat orang istri saja setelah ia masuk Islam dalam keadaan beristri lebih dari empat. Selain itu ia juga menggiring kesimpulan tersebut melalui historis arab jahiliah terkait menikahi perempuan tanpa batas, sebagaimana saya sebutkan di atas.

Adalah fatal pernyataan bahwa Islam melarang adanya poligami. Hal ini karena ada ayat yang memang secara sharih menyebut bahwa boleh menikahi empat orang istri. Meskipun ayat poligami dan sikap Nabi kepada Qais menunjukkan adanya upaya minimalisasi jumlah istri tetap saja jumlah yang ditetapkan masih dalam ukuran poligami. Oleh karena itu kesimpulan Masum Alfikri sudah salah sejak dalam definisi—poligami adalah menikahi perempuan lebih dari satu pada saat yang sama.

Oleh karena itu—meminjam bahasa Syekh Zakariyya Al-Anshori—pernyataan saya, yaitu Islam bukan membolehkan menikahi perempuan lebih dari satu melainkan ia melarang menikahi perempuan lebih dari empat, lebih utama dari pernyataan Masum Alfikri (jika enggan bilang pernyataan dia salah fatal).

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam kebolehan (pembiaran) menikahi perempuan lebih dari satu. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Al-Hadori dalam kitab yang sama. Pertama, hasrat manusiawi manusia yang telah dibuktikan oleh eksperimen bahwa tak jarang lelaki yang merasa kurang atas satu orang perempuan untuk menundukkan syahwat buruknya. Kedua, memperbanyak keturunan yang mana ia merupakan salah satu yang diinginkan Islam. Namun, dua hal ini juga harus diiringi adanya sikap adil dalam bersikap terhadap para istri. Sehingga jika semisal ia tidak yakin untuk demikian maka hendaknya ia beristri satu saja. Jadi, Islam bukan hanya membiarkan muslim beristri lebih dari satu, melainkan juga memberi batasan-batasan yang juga ketat. Hal ini ditegaskan langsung oleh al-Quran dalam lanjutan ayat di atas.

Baca juga:  Menjadi Orang yang Beruntung: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 207

فإن خفتم أن لا تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم (…(الآية)

Artinya: Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki.

Oleh karenanya, dalam beberapa literatur fikih jarang ditemukan bab khusus soal poligami yang dimulai dari dasar. Justru, akan ditemukan bab yang mengatur hubungan suami-istri sejak sudah terlanjur melakukan poligami. Kami jumpai beberapa aturan itu sangat ketat dan memberatkan. Hal ini, bagi saya, mungkin adalah sebentuk gerakan anti-poligami dari para ulama terdahulu. Barangkali mereka bersepakat untuk menghapus poligami, di samping adanya legislasi dari Islam. Dilema ini, barangkali, kemudian melahirkan gerakan itu sehingga  tak sedikit pun menyinggung poligami dari awal, justru  mencantumkan beberapa kewajiban—yang itu bagi saya berat—di saat sudah terjadi poligami. Namun, sekali lagi, ini bukan untuk mengubah ajaran Islam, hanya saja—menurut saya—sebatas gerakan anti poligami dari mereka.

 

Rujukan

Maqasidu asy-Syari’ah li Ibni ‘Asyur

Tarikh Tasyri’ al-Islamiy

Al-Isti’ab fi Bayani al-Asbab

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
2
Senang
3
Terhibur
2
Terinspirasi
2
Terkejut
2
Lihat Komentar (2)

Komentari

Scroll To Top