Sedang Membaca
Mozaik Pemikiran Hukum Pidana Prof Masruchin
Fachrizal Afandi
Penulis Kolom

Fazhrizal Afandi adalah santri yang saat ini berkhidmat di PCI Nahdlatul Ulama Belanda sambil nyambi kuliah di Fakultas Hukum Universitas Leiden Belanda

Mozaik Pemikiran Hukum Pidana Prof Masruchin

Awal pekan ini, tepatnya Senin (4/2) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang merayakan 70 tahun ulang tahun Profesor Masruchin Ruba’i., SH, MS. Perayaan ini khusus diselenggarakan oleh Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya sebagai bentuk penghormatan kepada sosok yang telah mendedikasikan 44 tahun masa hidupnya ini sebagai pendidik.

Sosok Prof Masruchin barangkali banyak dikenal di level nasional saat memberikan keterangan ahli dalam kasus “kopi sianida” yang mengakibatkan hilangnya nyawa Wayan Myrna Shalihin pada tahun 2016 lalu. Namun bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, utamanya yang menekuni hukum pidana, sosok Profesor Masruchin Ruba’i, SH., MS tentu tidak asing.

Selain dikenal sebagai mantan Dekan, banyak karya beliau yang menjadi rujukan wajib bagi setiap mahasiswa yang ingin menekuni dan meneliti isu-isu hukum pidana. Termasuk saya pribadi, yang pada awal tahun 2000-an sangat terbantu menulis tugas akhir melalui karya beliau yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana (Prof. Masruchin Ruba’i, Asas-asas Hukum Pidana, Universitas Negeri Malang Press, 2001).

Tutur bahasa Guru Besar kita ini lugas dan ringkas, sehingga sangat membantu banyak mahasiswa memahami dan mengurai kerumitan hukum pidana saat menulis tugas akhir.

Baca juga:

Dengan latar belakang sebagai putra yang dilahirkan dari keluarga santri, tentu memiliki pengaruh pada pola pemikiran Prof. Masruchin dalam memandang penerapan hukum pidana di Indonesia. Salah satu perhatian beliau adalah terkait diskursus formalisasi syari’at Islam dalam Hukum Pidana Indonesia. Senada dengan Kuntowijoyo, Prof Masruchin meyakini bahwa Indonesia telah menerapkan syariat Islam dalam berbagai peraturan perundang-undangan sejak awal kemerdekaannya.

Baca juga:  Perbedaan NU dan Muhammadiyah, Gus Baha Bilang Gak Perlu Ikut Mekkah

Prof. Masruchin menyebut bagaimana pemerintah Indonesia telah menerapkan hukum nasional yang “islami”, di mana banyak peraturan yang dikeluarkan telah mengakomodir nilai-nilai ajaran Islam. Beliau berpendapat bahwa selama prinsip Maqoshidus Syariah yang bermuara kepada kemashlahatan umat menjadi dasar pembentukan peraturan perundang-undangan, maka peraturan yang dilahirkan oleh pemerintah dapat dinisbahkan sebagai hukum yang islami.

Maqoshidus Syariah atau yang sering diterjemahkan sebagai tujuan pemberlakuan syariat harus diletakkan dalam konteks bagaimana hukum yang diundangkan bertujuan untuk memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi umat manusia (kemashlahatan) dan mencegah segala potensi kerusakan yang ditimbulkan akibat ketiadaan hukum. Ini misalnya terlihat dari dukungan beliau kepada konsep pernikahan monogami, ta’liq thalaq serta kewajiban pencatatan perkawinan dalam hukum nasional. Ikhtiar pemerintah untuk melindungi hak perempuan dalam hukum keluarga ini beliau sebut sebagai hukum nasional yang sesuai dengan semangat Maqoshidus Syariah (Prof. Masruchin Ruba’i, Bunga Rampai Kajian Hukum Nasional yang Islami, Universitas Negeri Malang Press, 2017).

Dalam konteks hukum pidana, Prof Masruchin mengkategorikan tindak pidana korupsi sebagai Hirobah atau perampokan yang merupakan dosa besar dan memiliki dampak luas di masyarakat. Wacana pemiskinan para koruptor yang diusulkan oleh banyak masyarakat sipil dalam rancangan Undang Undang pemberantasan tindak pidana korupsi menemukan relevansinya.

Sejalan dengan pendapat Prof Masruchin yang menyatakan pertobatan para koruptor tidak cukup dilakukan dengan hukuman penjara dan meminta maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa, pertobatan ini harus dilakukan juga dengan mengembalikan rejeki haramnya tersebut kepada negara. Ini penting untuk menunjukkan bahwa hukum pidana juga berorientsi pada pemulihan terhadap kerugian yang telah mereka timbulkan.

Baca juga:  Seorang Tahanan Politik di Markas Komando

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa hukuman terhadap pelaku korupsi tidak sebatas sebagai upaya penjeraan namun juga harus dipahami sebagai upaya pengembalian kemashlahatan yang lebih besar kepada masyarakat sebagai korban.

Hukum Pidana tidak akan mungkin mewujudkan kemashlahatan tanpa adanya dukungan dari Penegak hukum yang professional, oleh karenanya Prof Masruchin menekankan pentingnya kompetensi (al-quwwah), integritas (al-amanah) yang harus dimiliki oleh aparat penegak hukum (Prof. Masruchin Ruba’i, Orasi Ilmiah Etika Profesi Hukum Pengawalan Penegakan Hukum Yang Berkeadilan, disampaikan dalam Perayaan 70 tahun Prof. Masruchin Ruba’i, SH., MS, 4 Februari 2019).

Maraknya praktik mafia peradilan di tubuh penegak hukum menunjukkan bahwa kedua hal ini belum dijalankan dengan baik. Masih terdengarnya proses rekrutmen aparat penegak hukum yang sarat kolusi dan nepotisme serta penegakan etika melalui sistem pengawasan internal yang sarat dengan manipulasi menunjukkan bahwa konsep al quwwah dan al amanah ini belum menjadi perhatian serius dalam proses pembangunan etika profesi aparat penegak hukum di negara ini.

Selain itu, peran penting pendidikan tinggi hukum dalam mencetak penegak hukum yang beretika juga beliau singgung dalam orasi ilmiahnya. Para dosen sebagai tenaga pendidik memiliki tanggung jawab untuk menginternalisasi kesadaran akan hati nurani, kesadaran moral, dan kesadaran etika profesi kepada para mahasiswanya di setiap mata kuliah yang mereka asuh.

Tentu proses internalisasi ini hanya bisa dilakukan ketika para dosen hukum juga memahami etika profesi mereka dalam menjalankan tugas “Tri Dharma” perguruan tinggi.

Para tenaga pendidik harus memberikan suri tauladan dan senantiasa bersikap obyektif dan rasional saat berhadapan dengan para mahasiswa mereka. Selain juga harus selalu mengembangkan pengetahuan dengan cara melakukan penelitian dan pengabdian yang bertujuan untuk selalu membumikan hukum agar memberikan kemashlahatan bagi masyarakat

Baca juga:  Kiai Sahal, Mendayung di antara Liberalisme dan Fundamentalisme (2, Bagian Akhir)

Dengan mengutip surah an-Nisa ayat 124 Prof Masruchin berpesan kepada semua pihak, utamanya para dosen hukum pidana dan para mahasiswa yang memiliki cita-cita menyandang profesi penegak hukum, agar memantapkan niat untuk menjadikan profesi mereka tidak semata sebagai mata pencaharian, namun juga sebagai ladang menabur amal saleh, amal kebajikan dan amal kemanusiaan. Jika ini dilakukan, harapan untuk menjadikan proses penegakan hukum berorientasi bagi kemashlahatan dan berkeadilan tidak mustahil untuk diwujudkan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top