Sedang Membaca
Kliping Keagamaan (16): Jam Tangan dan Ibadah
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Kliping Keagamaan (16): Jam Tangan dan Ibadah

Dalil, Tempo, 2 Agustus 1980

Orang-orang di Nusantara kaget melihat orang-orang asal Eropa “ngomong” waktu. Mereka membawa pengertian “baru” mengenai waktu dengan memamerkan benda-benda menakjubkan. Semula, jam itu besar. Berdiri sebagai lemari ditempatkan di rumah-rumah para pembesar. Di penglihatan berbeda, benda penunjuk waktu adalah gengsi dengan cara menaruh di saku dengan rantai tampak apik. Di situasi domestik, masalah waktu terlihat di jam dinding. Pada kebiasaan ingin “berdekatan” dengan waktu, orang menaruh jam di atas meja atau disamping tempat tidur.

Pengetahuan dan pengalaman waktu membedakan penafsiran atas kepemilikan identitas, iman, kekuasaan, kapital, dan lain-lain. Babak-babak perubahan di Indonesia ditandai benda-benda berwaktu. Dokumen-dokumen dan pidato-pidato mulai sah dalam “ketertiban” waktu dikenalkan orang-orang asing terus berdatangan ke Nusantara. Mereka ingin permufakatan: waktu itu pasti. Peristiwa di kantor birokrasi, pasar, tempat ibadah, sekolah, dan gedung hiburan, diinginkan dalam ketetapan-ketetapan waktu.

Pada tatanan hidup menggampangkan kehadiran benda-benda “baru” ke Indonesia bernalar pasar, orang-orang membentuk diri dengan benda berwaktu. Para pejabat dan saudagar menjadi pemula mengenakan jam tangan. Konon, benda itu membentuk kelas, tanda kehormatan. Jam tangan mengartikan kesibukan atau jadwal menentukan perusahaan dan lakon politik. Dulu, jam tangan milik orang-orang pilihan, sebelum ada peniruan kolosal tanpa berhitung harga, sadar merek, dan pokok-faedah.

Baca juga:  Ketika Pengarang Gulung Tikar

Tempo, majalah mengesankan arti waktu. Di Indonesia, iklan jam sering dimuat di Tempo. Kita bisa membuat katalog bila ingin mengetahui merek-merek diidamkan orang-orang Indonesia. Iklan-iklan jam memang cenderung bagi kaum berduit memiliki peristiwa rapat, pidato, berbelanja, pelesiran, dan lain-lain. Jam tangan di kesibukan-kesibukan “duniawi” ketimbang akhirat. Oh, kita mulai berlagak ingin bergerak ke masalah-masalah waktu dan religiositas. Sejarah benda berwaktu di Nusantara membentuk pula gagasan menetapkan jadwal-jadwal ibadah. Pada jam, orang mengetahui waktu beribadah dan mengingat Tuhan.

Swiss dan salat. Sejak ratusan tahun, orang-orang berpikiran salat mengacu ke Arab. Di negeri jauh, salat itu ibadah wajib bagi orang beragama Islam. Dakwah ke pelbagai negeri memastikan perintah salat. Ibadah wajib itu diajarkan dan diselenggarakan di tempat-tempat mendapat sekian sebutan di Nusantara: masjid, musola, surau, dan langgar. Dulu, orang-orang melihat ke langit atau “merasa” untuk mengetahui waktu-salat. Pada abad XX, orang-orang diminta membeli jam tangan dari Swiss. Ingat jam, ingat Swiss! Kita jarang mengingat jam itu Arab.

Jam tangan dinamakan Dalil. Para penceramah biasa mengucap “dalil” mengacu ke kitab suci. Wah, Dalil menjadi merek. Dalil diproduksi di Swiss. Apa diksi itu lumrah bagi pengusaha di Swiss atau kesengajaan untuk dipasarkan ke  negara-negara dengan penduduk beragama Islam? Simak saja iklan di Tempo, 2 Agustus 1980: “Dalil, dicipta khusus bagi kaum Muslimin dan Muslimat. Selain menunjukkan waktu dengan tepat, Dalil juga menunjukkan arah kiblat secara pasti.” Jam pun memiliki fungsi kompas. Pada masa 1980-an, orang-orang Indonesia mungkin tergoda lekas membeli dan mengenakan jam tangan terduga mengingatkan ikhtiar peningkatan iman dan takwa.

Baca juga:  Interupsi (Belajar) Itu Bernama Pandemi

Kita membaca lagi: “Hanya Dalil satu-satunya jam tangan Swiss yang dapat dipercaya untuk anda menunaikan ibadah dengan pasti. Bentuknya mungil menarik, teristimewa bagi umat Islam.” Orang-orang “sinis” berpikiran buruk: curiga bahwa orang-orang Islam itu konsumen menguntungkan bagi pabrik-pabrik jam. Bujukan ke konsumen menggunakan “dalil” berkaitan ibadah. Duh, orang-orang “sinis” itu picik. Mereka pasti geleng-geleng mengamati tatanan hidup mutakhir membuktikan umat Islam memang konsumen menguntungkan bagi pabrik-pabrik di pelbagai negara. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top