Siang ini saya menyempatkan mampir di Toko Samarinda di Pasar Rogojampi. Ini merupakan toko kitab yang cukup tua di Banyuwangi yang masih bertahan.
Konon, toko kitab ini didirikan oleh Abdul Kadir Jabli, seorang warga keturunan Yaman pada paruh kedua dekade 60-an. Dari toko inilah kebutuhan pesantren dan para santri akan kitab kuning terpenuhi. Banyak pesantren di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 70-an hingga 90-an yang membeli kitab di sini.
Namun, sejak memasuki milenium baru, toko kitab ini berangsur-angsur menurun. Tak banyak lagi kitab yang tersedia. Hal ini dipicu karena adanya sejumlah toko kitab lain di sejumlah tempat di Banyuwangi. Seperti toko kitab di Gembolo, Gambiran, toko kitab Al-Bayan di Genteng, dan toko kitab di Pesantren Darussalam Blokagung. Juga semakin mudahnya akses untuk membeli kitab di percetakan langsung. Seperti halnya Salim Nabhan, Al-Hidayah, Menara Kudus dan lainnya.
Hal tersebut kemudian disiasati oleh generasi kedua pengelola toko dengan menjual aneka kebutuhan ibadah. Seperti sarung, kopiah, baju koko, tasbih dan lain sebagainya. Hari ini, hampir 70 persen barang yang ada di toko, berupa barang-barang tersebut. Kitab-kitab yang ada tampaknya tinggal stok lama.
Di rak-rak kitab itu, saya melihat sejumlah cetakan lama yang seketika memantik ketertarikan saya. “Ini yang saya cari,” gumam saya di dalam hati.
Setelah bongkar-bongkar, ada beberapa judul kitab yang menarik perhatian. Di antaranya:
1. Mukhtaral Ahadis (Sayid Ahmad Al-Hasimi) yang diterjemahkan makna gandul bahasa Jawa (Juz 2) oleh Ibnu Mustafa Bangil (Maktabah Kota Ilmu Surabaya, tt).
2. Irsyadus Ibad (Syekh Abdul Aziz bin Muhammad bin Salman) yang diberi makna gandul dan syarah berbahasa Jawa (Juz 2, 4 dan 5) oleh KH. Asrori Ahmad Wonosari, Tempuran, Magelang. Diterbitkan oleh Menara Kudus tanpa tahun (tt).
3. Riyadus Sholihin (Abu Zakariya Mahyudin An-Nawawi) yang diberi makna gandul dan penjelasan berbahasa Jawa (Juz 9 dan 15) oleh KH. Asrori Ahmad, Magelang. Penerbitnya juga sama; Menara Kudus.
4. Faraidul Bahiyah (Sayid Abu Bakar Al-Ahdaly al-Yamani asy-Syafii) yang diberi makna gandul dan penjelasan dalam bahasa Jawa oleh KH. Bisri Musthafa, Rembang. Kitab ini selesai diterjemahkan pada 11 Rabius Tsani 1378 H/ 24 Oktober 1958 dan diterbitkan oleh Menara Kudus.
5. Durratul Bahiyah/ Nadzam Al-Imrithy (Syekh Syarafudin Yahya al-Imrith) yang diberi makna gandul dan penjelasan dalam bahasa Jawa oleh Kiai Ahmad Muthahar bin Abdul Rohman dari Meraki, Semarang. Kitab yang selesai diterjemahkan di Mranggen pada 20 Ramadan 1377 H/ 10 April 1957 ini, diberi judul Al-Gurratus Saniyah. Lantas dicetak oleh Penerbit Karya Thaha Putra Semarang pada 1379 H (1959 M).
6. Ad-Durusul Falakiyah yang disusun dalam bahasa Arab oleh KH. Muhammad Ma’shum bin Ali dari Kwaran, Jombang yang tak lain adalah menantu KH. Hasyim Asy’ari Jombang. Kitab ini sendiri mulai terbit di kalangan pesantren pada 1375 H. Kemudian diterbitkan oleh Maktabah Said bin Nasir Nabhan wa Awladihi pada 1412 H/ 1992 M.
7. Matan Al-Jurumiyah (Syekh Sonhaji) yang diberi makna gandul bahasa Jawa. Tak ada nama penerjemahnya, namun terdapat keterangan waktu selesai mengartikannya. Yakni, selesai pada Senin, 21 Rajab 1319 H/ 4 November 1901. Kitab ini tampaknya telah banyak dicetak oleh berbagai penerbit. Yang kami dapatkan sendiri adalah terbitan toko kitab Al-Hidayah, Surabaya.
Yang terakhir adalah kitab Fathul Mu’in (Syekh Ahmad Zainuddin al-Malibari) yang diberi makna gandul berbahasa Jawa. Makna tersebut dianggit oleh KH. Misbah bin Zainul Mustafa. Kemudian diterbitkan oleh Mathaba’ah Al-Ihsan, Surabaya.
Kitab ini terasa spesial bagi saya, karena edisinya lengkap. Dari juz awal hingga juz enam. Ini melengkapi koleksi Komunitas Pegon. Sebelumnya Komunitas Pegon telah mendapatkan edisi tersebut namun cetakan baru yang dibeli di Toko Kitab Salim Nabhan, Surabaya beberapa waktu lalu. Edisi baru tersebut, terdapat pemenggalan yang berbeda dalam tiap juz-nya. Pada Juz IV dari edisi baru yang kami miliki misalnya, itu terdapat pada paruh akhir (576-691) dan paruh pertama Juz V (692-791).
Selain itu, Komunitas Pegon juga punya koleksi Fathul Mu’in makna Jawa terbitan Menara Kudus (Juz I/ tt), dan makna Madura karya Bagdad Al-Maliki dari Rahayu, Kedungdung, Sumenep yang diterbitkan Maktabah Al-Hidayah, Surabaya (Juz III/ tt). Sayangnya, tidak lengkap.
Mungkin ada yang tertarik untuk meneliti masing-masing kiai yang memberi makna gandul di dalam sejumlah edisi cetak tersebut? Sepertinya, jika diteliti secara seksama, akan ditemukan kekhasan tersendiri dan pola vernakularisasi yang beragam dari masing-masing sanad keilmuan para kiai penterjemah tersebut.
Waba’du, apa yang dilakukan oleh Komunitas Pegon ini adalah sebagai ikhtiyar untuk merawat dan melestarikan khazanah intelektual para ulama Nusantara. Hal ini tergugah dari sebuah upaya yang dilakukan oleh Sophia University, Jepang pada 2006. Mereka mengumpulkan sejumlah kitab cetak yang ditulis atau diterjemahkan oleh ulama di Asia Tenggara, kitab yang dicetak di Asia Tenggara dan kitab yang ditulis, diterjemah, atau disyarah oleh ulama Non-Asia Tenggara namun dicetak di Asia Tenggara. Hasil pengumpulan tersebut kemudian diteliti dan diterbitkan menjadi katalog berjudul “A Provisional Catalogue of Southeast Asian Kitabs of Sophia University” pada 2015. Tak kurang dari 1817 judul kitab yang berhasil didata.
Apa yang dilakukan oleh Sophia University ini tentu menerbitkan keprihatinan. Jangan sampai kelak kita harus ke Jepang hanya untuk menengok kembali karya guru-guru kita.
Semoga ikhtiyar kecil ini, diberikan kemudahan dan diberikan kelapangan rezeki bagi kami untuk bisa mengakuisisi terbitan lainnya yang masih terserak. Amin…!!!