Sedang Membaca
Semesta Muhammad Iqbal (1): Kebangkitan Pemikiran Islam

Penulis Buku Penjara Perempuan (2020). Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo dan alumnus MASTERA ESAI 2019

Semesta Muhammad Iqbal (1): Kebangkitan Pemikiran Islam

Whatsapp Image 2020 08 18 At 11.26.56 Pm

“Aku tak butuh telinga masa kini, aku suara penyair yang akan datang”

Muhammad Iqbal –

Iqbal adalah filsuf-penyair Islam yang menjadi perhatian dunia sampai sekarang. Pikiran-pikirannya serta puisi-puisinya masih dikaji sampai sekarang. Ia adalah filsuf kelahiran India. Dilahirkan 22 Februari 1873, di Punjab Barat. Muhammad Iqbal dilahirkan pada situasi dunia islam sedang mengalami kemerosotan yang tajam dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga para intelektual Islam pun mesti menempuh jalan menimba ilmu di Barat untuk mengembalikan kembali kejayaan Islam yang pernah mencapai keemasan di masa lalu, tidak terkecuali Muhammad Iqbal.

Muhammad Iqbal menggali dan menemukan kembali spirit Islam dan digaungkannya melalui puisi dan pikiran-pikirannya. Yunasril Ali dalam bukunya Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam (1991) membagi periode perkembangan pemikiran Iqbal menjadi tiga fase. Fase pertama (1901-1908) pada fase ini pemikiran Iqbal banyak dipengaruhi Plato dan Plotinus serta beberapa pantheis muslim. Pendeknya di fase ini, Tuhan bagi Iqbal adalah zat yang indah yang mewujud di dalam kesegalaan alam semesta ini.

Fase kedua, (1908-1920), pada fase ini ia kembali dari Eropa. Pada fase ini, pemikirannya dipengaruhi oleh Mc. Taggart, James Ward,Neitzhe, Bergson, maupun Fichte. Disamping pada fase ini, penelitiannya tentang metafisika Parsi berpusat pada Jalaluddin Rumi. Pada fase ini, Iqbal menganggap Tuhan adalah Indah Yang Abadi (Eternal Will). Tuhan bagi Iqbal tidak lagi menjelmakan diri-Nya dalam alam semesta, melainkan pada pribadi tertentu. Fase ini menumbuhkan filsafat Khudi-nya, atau filsafat pribadi.

Baca juga:  Klandestin Trans-Nasional Pengerat Islam Nusantara

Fase ketiga (1920-1938) pada fase ini, bagi Iqbal Tuhan adalah Ego Mutlak Yang Esa. Pada fase inilah, Ego mutlak bersifat dinamis, kreatif, tanpa batas baik oleh ruang maupun waktu. Hidup manusia kata Iqbal ditentukan oleh kualitas Khudinya.

Iqbal telah menggedor kesadaran umat islam, khususnya di India pada waktu itu untuk mengajak dan mendirikan tanah air yang otonom bagi kaum muslimin (Pakistan), agar mereka bisa mengorganisasi dan mengarahkan kehidupan mereka sesuai dengan ajaran-ajaran Islam (Rahman, Fadzlur, 1985 :68). Disamping itu, melalui puisi dan pikirannya, Islam telah kembali menemukan kepercayaan dirinya. Iqbal juga menyuarakan pikiran-pikirannya tentang perdamaian dan cinta kasih pada sidang PBB.

Apa yang dilakukan Iqbal memang tidak merumuskan satu pikiran tertentu tentang filsafat Islam. Seperti yang dikatakan Fadzlur Rahman:

“Apa yang telah dilakukannya adalah membangkitkan kaum muslimin dan mengusik kesadarannya agar mereka bisa menemukan sendiri, di tengah simpang-siurnya teori-teori, doktrin-doktrin dan praktek-praktek modern, suatu arah yang pasti untuk mewujudkan Islam di atas bumi.”

Iqbal adalah pemikir yang pikiran dan pandangannya menembus tembok Timur dan Barat. Kegelisahan dan keresahannya sebagai sesama anak bangsa yang hidup dalam penjajahan kala itu membuat Iqbal muda menyala-nyala dengan pikiran patriotismenya. Pikiran Iqbal semakin luas saat menjelajahi Eropa, mengkaji filsafat dan menemukan titik temu, serta kembali pada agama. Apa yang ditemukan Iqbal bukanlah agama dari jenis yang memecah-mecah, memisah-misahkan, dan membagi-bagi. Tetapi agama spiritual Cinta Kosmik yang memberikan sumber dorongan kreatif atau sebagai tujuan hidup (Abdul Halim, Khalifah, 1984:26).

Baca juga:  Menyoal Pandemi dan Ketakutan Masal Covid-19

Apa yang dilakukan oleh Iqbal telah membukakan mata dunia akan kekurangan Barat yang begitu rapuh dan rentan seperti burung yang berdiri di dahan yang keropos. Iqbal menunjukkan kepada kita seruannya tidak hanya berhenti pada “kembali kepada Al-qur’an” tetapi juga “Maju terus dengan Al-qur’an” (Bilgrami, H.H, 1979 :89).

Iqbal tidak hanya memandang Islam secara terpisah-pisah, namun sebagai kesatuan utuh. Dalam pandangan Iqbal itulah, islam tidak hanya sekadar acuan atau hukum moral semata. Iqbal adalah sebuah jalan yang menuntun manusia menjadi khalifah.

Apa yang diusahakan Iqbal bukanlah menolak barat secara sepenuhnya. Namun menembus nilai barat dan timur. Sehingga, dengan mempelajari nilai Barat maupun Timur yang sesungguhnya, kita bisa menjadi manusia yang sempurna (insan kamil). Kekuatan-kekuatan barat datang dari pengetahuan dan ilmu pengetahuannya/ inilah api yang menjaga segala cahayanya.

Begitu pula setelah menghayati dan mendalami timur, ia tidak lekas menghujatnya dan membuatnya menjadi inferior. Justru ia semakin percaya diri dan matang untuk berdiri pada dua peradaban barat dan timur itu dengan Islam. Ia mengatakan dalam sajaknya : Di Barat intlelek merupakan sumber kehidupan/ sedangkan di Timur, Cinta dasar kehidupan/ melalui cinta intelek tumbuh berkenalan dengan realitas/ sedangkan intelek memberikan keseimbangan pada kegiatan cinta.”

Apa yang dilakukan Iqbal di India dan dunia pada umumnya telah membawa pada berdirinya Pakistan sebagai negara yang merupakan perwujudan dari cita-cita Iqbal tentang negara sebagai jalan mewujudkan tampilnya Islam di bumi.

Baca juga:  Kiai Ma'ruf dan Weltanschauung NU

Iqbal melalui puisi-puisinya telah meleburkan batas-batas tajam antara Barat dan Timur yang membawa pada semangat perdamaian dan cita-cita kemanusiaan tertinggi yakni mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan manusia. Dan yang paling utama adalah mewujudkan cita-cita menjadi insan kamil.

Selain itu, Iqbal juga menandai sebab tidak majunya umat Islam dan menyerukan pentingnya persatuan dan kerjasama.

“Islam adalah satu, tak dapat dipilih-pilih dan dibagi-bagi. Islam tidak pernah mengajarkan kelas-kelas dan diskriminasi kemanusiaan. Islam tidak mengenal Wahhabi, Syiah, Mirza atau Sunni. Tak ada artinya saudara mengaduh karena jatuh, sedang saudara berjalan dalam gelap gulita. Marilah kita maju ke depan dan menyumbangkan keahlian masing-masing kita dalam masyarakat yang besar ini.”

Akhirulkalam, saya ingin menutup tulisan ini dengan nukilan sajak Rumi berikut ini : Cinta itulah kekayaan jiwamu/ Yang melahirkan keluhuran bagimu/ dari gejolak membara gairah Rumi/ Hingga ketakjuban khidmat al-Farabi. Iqbal telah mewariskan cinta kepada kita.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top