Sedang Membaca
Yi Kung Yi San dan Ide-Ide Gila
Ali Usman
Penulis Kolom

Menulis tema-tema agama dan politik. Pengurus Lakpesdam PWNU DIY.

Yi Kung Yi San dan Ide-Ide Gila

Konon, istilah “konon” identik dengan cerita rakyat yang melegenda. Anda percaya atau tidak tergantung pada internalisasi pada pengalaman hidup dan pengetahuan. Cerita rakyat, meski ada orang yang sama sekali tidak mempercayainya, namun bagi banyak kalangan, sungguh memberikan inspirasi hidup.

Ceritanya begini. Di negeri China, hidup seorang kakek tua. Tak jauh dari rumahnya, tegak tinggi dua gunung, Taihang dan Wangwu. Penduduk desa yang sederhana mendapatkan nafkah dengan cara menjual sayuran dari hasil kebunnya. Naik turun gunung merupakan jalan satu-satunya untuk sampai ke seberang.

Kakek tua itu mengamati hari demi hari bagaimana anak cucunya serta penduduk desa banting tulang dan bercucur keringat mendaki gunung hanya untuk mendapatkan rezeki harian.

Ia mulai berpikir. Tak ada jalan lain, kata kakek tua kepada semua anggota keluarganya, “Kita harus memindahkan dua gunung itu”. Semua setuju kecuali sang istri, yang merasa hal itu tak mungkin. Tetapi kakek dengan “ide sinting” itu berkeras, dan mulailah mereka menggali gunung.

Hari berganti hari, kerja keras berjalan terus. Dalam sekejab, kisah heroik, unik, dan dianggap mustahil ini tersebar ke seluruh negeri. Datanglah Zhisou, ketua kampung yang terkenal pandai, melihat kerja kakek “bodoh” serta seluruh keluarganya itu.

Baca juga:  Perjumpaan di Pasar dan Hati yang Terbolak-balik

Zhisou menggeleng, mencibir, lalu berkata, “Astaga, mau apa engkau, Pak? Umurmu sudah tua, kok, mau memindahkan gunung? Hentikan saja pekerjaan sia-sia ini”.

Sambil terus bekerja, kakek tua itu menjawab, “Kata orang, kamu pandai, tetapi rasanya bodoh, ya. Kalau saya meninggal, kan, masih ada anak-anak saya. Kalau mereka pun sudah tak ada, cucu-cucu saya dan generasi berikutnya akan meneruskan kerja kami ini. Gunung pasti bisa roboh.”

Ketika Tuhan mendengar itu, Ia pun turun tangan, lalu mengirimkan utusan untuk memindahkan gunung tersebut. Kakek tua yang dikira bodoh tersebut akhirnya menjadi pahlawan, hampir mengalahkan Chin Shih Huang, kaisar si pembangun tembok besar China.

Legenda ini diceritakan turun-temurun. Anak cucu mendengarkan dengan mata tak berkedip, mulut ternganga penuh heran, kemudian meniru jadi ulet. Hanya dengan kerja keras nasib manusia diubah. Tak ada jalan pintas yang “simsalabim”.

Thomas Alva Edison menemukan bola lampu listrik setelah bekerja keras di bengkelnya selama 12 tahun. Alexander Fleming membuat riset intensif lebih dari delapan tahun, baru menemukan penisilin. Sekadar menyebut dua contoh.

Yi Kung Yi San, kakek tua yang memindahkan gunung, semoga menjadi inspirasi kita, tulis Stephie (2011). Bahwa pekerjaan besar, yang apalagi memberikan pengaruh pada khalayak umum, selalu dimulai dari ide gila dan bekerja keras. Suatu aktivitas pekerjaan yang mungkin oleh orang lain dianggap remeh, sia-sia, namun boleh jadi, justru itu mendatangkan kemaslahatan, meski tidaklah mudah menyelesaikannya.

Baca juga:  Menepis Hoaks dengan Filologi dan Manuskrip

Perhatikan juga bagaimana sejarah televisi. Meski ide membuat televisi bukan berangkat dari semacam cerita rakyat yang melegenda sebagaimana kakek tua pemindah gunung di atas,  tetapi rencana pembuatan layar gambar bergerak dan bersuara itu mulanya dianggap sebagai ide konyol.

Transmisi gambar bergerak jarak jauh telah ditemukan pada awal abad ke-20, namun televisi baru muncul beberapa dekade kemudian. Mengapa demikian? Pasalnya, waktu itu tidak ada investor yang percaya pada kesuksesan komersil dari televisi yang dianggap sebagai sebuah kotak dengan gambar bergerak.

Pada 1926, penemu Lee de Forest menulis, “Meskipun secara teoritis dan teknis televisi bisa dibuat, namun secara komersial dan finansial, ini adalah sebuah kemustahilan.”

Begitu pula dengan ponsel, yang pertama kali diciptakan berdasarkan gagasan tentang sarang lebah dan ditemukan oleh Martin Cooper. Orang-orang mengatakan kepadanya, permainan ini tidak sebanding dengan risikonya. Namun, ternyata banyak orang berbaris mengantre di toko pada hari pertama penjualan ponsel ini.

Pada versi awalnya, ponsel hanya memiliki memori yang bisa menyimpan 30 nomor, standby selama satu jam, dan membutuhkan lama waktu mengisi baterai selama 10 jam. Sekarang, ponsel rupanya menjadi kebutuhan primer masyarakat modern, seolah melampaui kebutuhan hidup, seperti makan, minum, dan pasangan suami/istri.

Baca juga:  Al-Matsnawi Rumi: Perilhal Gajah dan Reduksi Pengetahuan

Begitulah ide gila, kerja keras, dan hasilnya berjalan-kelindan. Lalu, apa dan adakah ide gila yang kita miliki sekarang? (aa)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top