Ahmad Yaafi
Penulis Kolom

Penikmat kajian Islam, Mahasantri Ma'had Aly Situbondo. Alamat: Ambulu Jember. Bisa disapa: IG @ahy_kr

Cara Nabi Menyelesaikan Konflik Rumah Tangga

Cara Nabi Menyelesaikan Konflik Rumah Tangga

Kehidupan berumah tangga laksana perjalanan panjang yang penuh rintangan. Dalam perjalanan tersebut medan yang dilalui dapat dipastikan tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak batu, kerikil dan onak duri yang menghampiri hingga kematian memisahkan. Hal ini tentunya acapkali menghampiri dan menimpa siapapun termasuk baginda Nabi Saw.

Justru seharusnya begitulah keadaan hidup berumah tangga, mengingat ada dua sosok yang memiliki karakter  dan pemikiran berbeda. Keduanya harus menemukan titik pertemuan yang sama. Namun dalam proses ini biasanya akan menimbulkan riak riak kecil dalam rumah tangga.

Lantas bagaimana Nabi Saw menyelesaikan konflik rumah tangga? Langkah apa yang dipilih Nabi Saw sebagai solusi?. Nah, berikut langkah-langkah yang pernah dilakukan Nabi Saw dalam mengurai masalah rumah tangga beliau bersama istri-istrinya.

Dalam buku Teladan Kebahagian dari Rumah Tangga Kenabian karya Ahmad Husain Fahasbu. Beliau membahas beberapa metode yang yang dilakukan Nabi Saw dalam menyelesaikan konflik rumah tangga.

Alumni Ma’had Aly pertama di indonesia ini membahas manajemen konflik rumah tangga ala Nabi Saw, dengan menyitir satu chapter dalam kitab Al Asalib An Nabawiyah Fi Mu’alajah Al Musykilah Az Zaujiyah: Buhuts Tahliliyah Li Al Buhuts Az Zaujiyah Fi Bait An Nabawiyah karya Dr. Abdus Sami Al Anis halaman 95.

Ada beberapa metode nabi saw dalam menyelesaikan konflik rumah tangga;

Pertama, Nabi Saw menyelesaikan masalah dengan senyuman dan canda tawa. Cara ini paling sering digunakan nabi dalam menyelesaikan konflik rumah tangga. tentunya senyum dalam keadaan marah bukanlah hal mudah, hanya orang yang mempunyai kesabaran yang tinggi seperti sosok Nabi Saw.

Baca juga:  Perempuan yang Bermukim di Literasi

Pada satu waktu Aisyah berkata pada Nabi Saw:

أين كنت منذ اليوم

“Kemana saja engkau seharian ini?”

Nabi Saw menjawab:

ياحميراء اني كنت عند أم سلمة

“Wahai Humaira’ (panggilan sayang Nabi Saw untuk Aisyah), sesungguhnya aku berada dirumah Ummu Salamah.”

Spontan dengan nada pedas, Aisyah kembali berkata:

ما تشبع من أم سلمة

“Apakah tidak pernah cukup dengan Ummu Salamah?”

Lalu Nabi Saw merespon dengan senyuman.

Aisyah melanjutkan perkataannya:

يارسول الله ألا تخبرني عنك لو أنك نزلت بعدوتين احداهما لم ترع والاخرى قد رعيت أيهما كنت ترعى  قال : التي لم ترع. قلت: فأنا ليس كأحد من نسائك. كل امرأة من نسائك قد كانت عند رجل غيري. قالت فتبسم رسول الله صلى الله عليه وسلم.

“Wahai Rasulullah Saw, bagaimana pendapatmu andaikan engkau menggembala di dua lembah rumput, satunya sudah dipakai orang untuk menggembala dan satunya belum? Dimanakah engkau akan menggembala?, ” Nabi menjawab, “ tentu di lembah rumput yang belum digembala. ”Aku berkata, “ Aku tidak seperti istri istrimu yang lain. Semua istrimu itu pernah menjadi istri orang lain. Lalu Nabi Saw tersenyum.”

Kedua, abaikan. Cara ini pernah ditempuh Nabi Saw saat terjadi konflik dalam pembagian waktu bersama sembilan istri beliau. Suatu waktu, saat Nabi Saw berada di kediaman Aisyah, lalu datanglah Zainab. Nabi saw mengulurkan tangannya. Spontan, disambut dengan perkataan Aisyah: “Ini Zainab!” seketika, nabi saw menarik kembali tangannya. Terjadilah cekcok diantara keduanya, dan bertepatan dengan masuknya waktu shalat. Disaat yang sama Abu Bakar sedang lewat, seraya berkata:

Baca juga:  Resensi Buku: Maksud Politik Jahat, Bahasa dan Pelupaan Sejarah 1965

اخرج يا رسول الله الى الصلاة, واحث في افواههن الترب.

“Wahai Nabi Saw, ayo keluar untuk melakukan shalat, lemparkanlah debu pada mulut kedua orang tua itu. “

Nabi Saw kemudian keluar melaksanakan shalat dan mengabaikan pertengkaran antara Zainab dan Aisyah.

Ketiga, diskusi dan ngobrol. Metode ini pernah dipakai Nabi Saw bersama Shafiyah Binti Huyay Bin Akhtab, perempuan yahudi yang awalnya sangat membenci Nabi Saw lantaran ayah dan suaminya wafat dalam sebuah peperangan melawan islam. Namun akhirnya Shafiyah menjadi istri Nabi Saw, salah satu sebabnya nabi berhasil mengubah pandangan Shafiyah dengan diskusi yang baik.

Keempat, memberi nasihat (mauidzah) dan mengingatkan (tadzkir). Metode ini banyak dipakai oleh banyak orang, dan juga dipakai dalam nusyuz. Namun perlu diingat bahwa mauidzah harus dengan cara yang baik. Bukan menjudge, merendahkan, apalagi melakukan kekerasan verbal pada pasangan.

Kelima, menegur dengan keras (al itab as syadid inda al ghadab), metode ini biasanya dipakai jika kesalahan terjadi berulang kali. Nabi saw pernah menggunakan cara ini ketika Siti Aisyah cemburu lantaran Nabi Saw seringkali menyebut-nyebut nama Siti Khadijah. Hal ini terekam dalam kitab Al Mu’jam Al Kabir karya Abu Al Qasim At Thabrani

قَالَتْ عَائِشَةُ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَكَرَ خَدِيجَةَ لَمْ يَكُنْ يَسْأَمُ مِنْ ثَنَاءٍ عَلَيْهَا وَالِاسْتِغْفَارِ لَهَا، فَذَكَرَهَا ذَاتَ يَوْمٍ وَاحْتَمَلَتْنِي الْغَيْرَةُ إِلَى أَنْ قُلْتُ: قَدْ ‌عَوَّضَكَ اللهُ مِنْ كَبِيرَةِ السِّنِّ، قَالَتْ: فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضِبَ غَضَبًا سَقَطَ فِي جِلْدِي، فَقُلْتُ فِي نَفْسِي: اللهُمَّ إِنَّكَ إِنْ أَذْهَبْتَ عَنِّي غَضَبَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ أَذْكُرْهَا بِسُوءٍ مَا بَقِيتُ، فَلَمَّا رَأَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي قَدْ لَقِيتُ، قَالَ: «كَيْفَ قُلْتِ؟ وَاللهِ لَقَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِيَ النَّاسُ، وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ، وَرُزِقَتْ مِنِّي الْوَلَدَ إِذْ حُرِمْتِيهِ مِنِّي

Baca juga:  Ta’liq ‘ala Risalah fi ‘Ilmil Isti’arat: Kitab Retorika Karya Syaikh Ahmad Nahrawi Banyumas (1911)

Artinya: “ Aisyah berkata; “ketika Rasulullah Saw teringat Siti Khadijah beliau selalu memuji dan memintakan ampunan (istighfar) untuk Siti Khadijah. Suatu ketika Nabi Saw teringat Siti Khadijah dan aku merasa cemburu sampai aku berkata: “Sungguh, Allah menggantimu (dengan istri lain) dari perempuan tua itu” Aisyah berkata:” lalu aku melihat Rasulullah Saw marah besar, lalu aku berkata dalam hatiku, ya Allah jika engkau menghilangkan kemarahan utusan-Mu lantaran perkataanku, aku tidak akan mengatakan buruk lagi tentang Khadijah selama sisa hidupku.” Ketika Rasulullah Saw mendengar perkataanku beliau bersabda: “ Apa yang engkau katakan? Demi Allah, Khadijah beriman padaku saat manusia lainnya ingkar padaku. Ia membenarkanku saat manusia lainnya mendustakanku. Ia juga memberiku anak saat kamu tidak memberinya.”

Keenam, meneliti sebuah masalah sebelum meresponnya. Ini penting untuk dilakukan mengingat terkadang pertengkaran dalam rumah tangga muncul Karena kesalahpahaman. Nabi Saw pernah menempuh metode ini saat beliau tertimpa ujian dalam keluarganya, tepatnya pada kasus berita bohong (hadist al-ifk) berupa tuduhan serong seseorang kepada Siti Aisyah.

Demikian, beberapa teladan Nabi Saw dalam menyelesaikan konflik rumah tangga. Teladan tersebut tentunya tidak hanya ditujukan kepada suami, tetapi istri juga, keduanya bisa menggunakan jalan masing masing sesuai kebutuhan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top