Sedang Membaca
Mengenal Filsafat Islam di Masa Awal (1)
Ahmad Rofiq
Penulis Kolom

Penulis adalah Santri PP. Annuqayah Latee. Alumni Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep Madura.

Mengenal Filsafat Islam di Masa Awal (1)

Filsafat Islam

Filsafat lahir dari mitos yang berkembang dan menemani kehidupan sehari-hari. Pada masyarakat Yunani kuno, mitologi telah berkembang secara luas dan kaya. Mitos merupakan kata yang berasal dari Yunani: mythos yang berarti cerita. Salah satu mitos yang terkenal di Yunani adalah Promethus, seorang pahlawan yang mencuri api milik para dewa untuk diberikan kepada manusia. Sedangkan pada sastra Jawa kuno terdapat “tantu panggelaran”. Kisahnya berupa keyakinan tentang gunung-gunung di dataran Jawa yang memberikan keteguhan kepada seluruh pulau.

Filsafat atau philosopy dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Kata ini merupakan gabungan kata philen (mencintai) dan shopia (kebijaksanaan). Jadi Philosopia berarti mencintai kebijaksanaan. Philoshopos berarti pecinta kebijaksanaan. Dalam setiap materi sejarah Filsafat, Thales disebut-sebut bahwa filsafat bermula darinya. Ia merupakan filsuf yang berasal dari daerah Miletos.

Topik pertama dalam filsafat adalah seputar fenomena yang terjadi pada alam. Seperti Thales yang berpandangan bahwa arkhe (prinsip atau permulaan segala sesuatu) berasal dari air. Anaximandros berpandangan lain bahwa arkhe bersasal dari to apeiron (yang tidak ditentukan; yang tidak ada batas). Dan Anaximanes mengatakan bahwa udara lah yang seharusnya ditunjuk sebagai arkhe.  Kemudian pada periode selanjutnya (baca: Socrates) fokus kajian pemikiran Filsafat berpindah dari alam ke manusia.

Masuknya Filsafat ke dalam Dunia Islam

Pasca revolusi Abbasyiyah, gelombang Hellenisme pertama, masuk kepada dunia intelektual Islam yang berlangsung tahun 130 H./ 750 M. sampai 340 H./ 950 M. pada periode ini pertemuan kebudayaan antara budaya Islam (Arab) dengan budaya luar terjadi. Salah satu dalam bidang pengembangan pemikiran adalah penerjemahan teks Yunani ke dalam bahasa Arab. Dukungan ini diperoleh dengan dibangunnya bait al hikmah (wisma kebijaksanaan) oleh khalifah Harun al Rasyid yang selanjutnya menjadi episentrum kegiatan ilmiah di kalangan umat Islam di masa khalifah al Makmun.

Baca juga:  Pertentangan-pertentangan Tasawuf di Nusantara

Bagi umat Islam, Aristoteles merupakan filsuf Yunani yang menonjol dari menarik. Umat Islam mengambil metode sistematis dan rasional yang diajarkan oleh Aristoteles, seperti logika formal, di samping biologi, ilmu bumi matematis dan lainnya. Dari sanalah Aristoteles diberi gelar al Mu’allim al Awwal (guru pertama). Meski sejatinya pemahaman umat Islam terhadap pemikiran Aristoteles melalui kacamata neo-platonis: Plotinus dan Pophyry.

Al Kindi, Abu Yusuf Ya’qub al Kindi merupakan seorang yang pertama kali menerjemahkan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Meski dalam catatan Sayyed Hossein Nasr, Iranshahri adalah filsuf pertama yang muncul di dunia Islam. Ia merupakan seorang Persia yang mencoba membawa filsafat ke Timur. Tetapi untuk menyebutnya sebagai pendiri filsafat Islam, masih belum ada fragmen yang memadai dikarenakan minimnya karya peninggalan yang telah sampai kepada kita.

Seiring berjalannya waktu, filsafat Islam berkembang menjadi beberapa aliran. Menurut Bagir (2021), setidaknya ada lima aliran pemikiran dalam Islam: ilmu Kalam; tasawuf atau irfanMasysya’iyah (paripatetik); Isyraqiyyah (illuminasi); dan al Hikmah al Muta’aliyyah (filsafat Hikmah). Ketiga aliran terakhir dapat dikategorikan sebagai Filsafat Islam. Dan bagi Hossein Nasr tasawuf rasionalistik merupakan bagian dari filsafat Islam.

Dimensi Epistemologi dalam Filsafat Islam

Metode yang digunakan oleh filsafat Islam adalah demonstrasional (burhani). Sedangkan para teolog menggunakan dialektik (jadali) sebagai metode. Meskipun keduanya sama sama bersifat rasional logis. Teologi berpijak dari keimanan terhadap literatur primer al Qur’an dan al Hadis. Argumentasinya dibangun secara dialektis untuk mencapai kebenaran-kebenaran baru. Sementara kaum filosof (muslim) membangun argumentasinya melalui apa yang disepakati secara universal sebagai premis-premis kebenaran primer. Walaupun pada tataran praktiknya tidak lepas dari bayang-bayang pandangan dunia Islam.

Baca juga:  Jejak Tokoh Muhammadiyah dan NU di Balik Kretek di Indonesia

Sejak awal, nuansa religius perkembangan pemikiran dalam Islam dipengaruhi oleh Aristotalianisme dan Neo-platonisme. Atmosfer pemikiran tersebut datang melalui stoisisme, neo-platonisme, ajaran Hellenistik Yunani, dan ajaran agama itu sendiri. Maka dari itu tidak salah jika mengatakan bahwa filsafat Islam merupakan perpaduan antara pemikiran liberal dan agama. Liberal dalam arti mengandalkan kebenaran  primer serta membangun argumen dengan metode demonstrasional. Di saat bersamaan pengaruh keyakinan agama mendominasi terhadap kebenaran primer dan pemilihan premis.

Dalam perkembangan filsafat barat, kajian epistemlogi membuka cakrawala baru terhadap ilmu pengetahuan. Terdapat dua aliran besar yang memainkan peranan penting dalam sejarah epistemologi. Pertama, Rasionalisme yang menjadikan rasio sebagai sumber pengetahuan. Kedua, Empirisme yang menekankan faktor pengalaman indrawi manusia. Lalu pada perkembangan berikutnya ada upaya mensintesiskan antara kedua aliran tersebut yang dikenal dengan Idealisme.

Epistemologi filsafat Islam bermuara kepada wilayah idealisme dan rasionalisme, dengan tidak begitu memerhatikan masukan atau sumbangan dari empirisisme. Corak pemikiran tersebut dipengaruhi oleh dominasi pemikiran teologi rasional (kalam) bersama dengan pemikiran teologi spekulatif sufisme. Oleh karenanya kajian kritis yang mendalam pada ranah epistimologi tidak berkembang secara alami. Kajian yang polanya lebih patut terkonstentrasi pada epistemologi ditarik-tarik ke wilayah kajian metafisika kalam dan sufisme. Dan sebagaimana kita lihat pada perkembangan sejarahnya, kajian metafisika, etika, dan epistemologi menyatu-padu dalam pemikiran Islam.

Baca juga:  Kisah Syekh Barsisha: Tokoh Agama yang Tersesat

Akhirnya, filsafat Islam muncul dari serangkaian proses yang tidak instan. Banyak faktor yang terjadi pada sejarah perjalanan dan perkembangannya. Pertama, realitas kontekstual yang terjadi yaitu asimilasi dan akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan lain. Kedua, proyek penerjemahan filsafat Yunani oleh tokoh Muslim ke dalam bahasa Arab. Dengannya menjadi gerbang utama memahami filsafat yang berkembang di Yunani beserta peradabannya. Ketiga, keikutsertaan teks agama dalam diskursus wacana pemikiran Islam. Ia merupakan inspirasi sekaligus konfirmasi. Jadi filsafat Islam terbangun dari ketiganya menjadi salah satu sumbangsih peradaban dan kejayaan dalam dunia Islam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
3
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top