Sedang Membaca
Piwulang Agung dari Doa Rasulullah
Ahmad Munir
Penulis Kolom

Praktisi pendidikan Islam. Peminat buku-buku tasawuf. Alumni Pesantren Nurul Ummah Kotade Jogjakarta. Kini tinggal di Gunungkidul, DIY.

Piwulang Agung dari Doa Rasulullah

basmalah

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, sahabat Jabir bin Abdullah pernah menceritakan bagaimana Rasulullah saw mengajarinya dalam memilih dan memutuskan berbagai persoalan yang dihadapinya.

Rasulullah saw memberi pesan:

“Jika salah satu di antara kalian hendak melakukan sesuatu (yang membingungkan), maka rukuklah (shalat) dua rakaat selain shalat wajib dan hendaklah berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya, Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu, dan Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku, agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau urusan dunia dan akhiratku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkan, dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut buruk bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha dengannya.”

Pada hadis tersebut Rasulullah memberikan solusi kepada kita dalam memilih dan memutuskan segala sesuatu dengan dua jalan, yakni shalat dan doa. Mengapa?

Baca juga:  Berguru pada Murid

Sebab, dalam salat ada ketertundukan dan dalam doa terdapat permohonan hamba. Inilah yang kemudian masyhur dengan sebutan shalat dan doa istikharah.

Rasulullah saw, melalui doa tersebut, mendidik kita bagaimana cara memohon kepada Allah dalam memilih dan memutuskan sesuatu.

Pertama, Nabi mengingatkan kita bahwa segala sesuatu harus disandarkan kepada Allah disertai pengakuan yang tulus akan kekuasaan dan keagungan-Nya sekaligus pengakuan akan segala keterbatasan kita. Segalanya milik Allah. Bahkan, apa yang akan terjadi kita tidak mampu memastikannya, sebab Allah-lah yang Maha Mengetahui yang Gaib (‘allaam al-ghuyub). Inilah pelajarang pokok tentang ketauhidan.

Kedua, hal yang menjadi pertimbangan kebaikan adalah menyangkut diri, kehidupan, dan agama serta pertimbangan dunia akherat.

Kebaikan tidak semata diukur urusan pribadi, tetapi menyangkut kehidupan dan kemaslahatan umum serta agama, bahkan mempertimbangkan kebaikan dunia-akherat. Sehingga, dalam memilih dan memutuskan sesuatu haruslah mempertimbangkan kebaikan dan kemaslahatan segala aspek.

Ketiga, jika sesuatu itu memiliki dampak yang baik, maka hendaklah kita memohon agar dapat ditetapkan untuk kita, diberikan kemudahan, dan keberkahan. Ketetapan, kemudahan, dan berkah ini penting agar dapat melahirkan kemanfaatan dan kemaslahatan bagi kita semua. Sebaliknya, jika sesuatu yang kita inginkan dapat berdampak buruk, maka agar dijauhkan, ditetapkan yang baik dan diberikan ridlo untuk menerimanya.

Baca juga:  Ketika Imam Nawawi Belajar Nahwu pada Imam Ibnu Malik

Nabi menutup doa itu dengan kata “ridlo”, sebab apapun yang kita peroleh jika dilandasi dengan keridaan, maka akan melahirkan kebahagiaan.

Begitulah Nabi memberikan piwulang agung melalui doanya. Mengajarkan tentang tauhid hingga akhlak. Sebab, di tiap doa Nabi sesungguhnya terdapat tauladan permohonan sekaligus ajaran untuk umatnya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top