Sedang Membaca
Sikap Syaikh Al-Azhar, Sejarah Kampung Syaikh Jarrah-Jerusalem, dan Penisbatan Namanya
Aguk Irawan MN
Penulis Kolom

santri Alumni Darul Ulum, Langitan. Pernah kuliah jurusan Aqidah-Filsafat di Al-Azhar University Cairo dan Sekolah Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga. Pengajar Antropologi-budaya di STIPRAM Yogyakarta, serta di Ma'had Aly KH. Ali Maksum Krapyak dan STAI Pandanaran Yogyakarta. Buku terbarunya terbit di penerbit Mizan Group; Genealogi Etika Pesantren, Kajian Intertekstual (2018) dan Sosrokartono, Sebuah Biografi Novel (2018).

Sikap Syaikh Al-Azhar, Sejarah Kampung Syaikh Jarrah-Jerusalem, dan Penisbatan Namanya

Palestina kembali terbakar, bahkan kali ini tepat di depan serambi Masjid al-Quds dan kawasan Syaikh Jarrah.

Penindasan dan kesewenang-wenangan secara arogan oleh Israel kepada Palestina kembali menyeruak, di antara berita derita gelombang kedua Covid dan penyambutan Idhul Fitri 1442 H bagi umat Islam di seluruh dunia.

Hanya beberapa jam dari peristiwa memilukan ini, Syaikh Al-Azhar Assyarif, Prof. Dr. Ahmad Tayyib bersikap melalui siaran persnya. Keberpihakan Al-Azhar pada rakyat Palestina tergambar jelas dalam siaran ini:

إنَّ اقتحام ساحات المسجد الأقصى المبارك، وانتهاك حرمات الله بالاعتداء السافر على المصلين الآمِنين، ومن قَبلِها الاعتداء بالسلاح على التظاهرات السلمية بحي الشيخ جراح بالقدس وتهجير أهله – إرهابٌ صهيوني غاشم في ظل صمت عالمي مخزٍ.

وإن الأزهر الشريف، علماء وطلابا، ليتضامن كليًّا مع الشعب الفلسطيني المظلوم في وجه استبداد الكيان الصهيوني وطغيانه، داعيًا الله أن يحفظهم بحفظه، وينصرهم بنصره فهم أصحاب الحق والأرض والقضية العادلة.

“Sungguh perbuatan biadab di serambi Masjidil Aqsha, pelecehan tempat suci dengan tindakan represif pada jama’ah shalat tarawih, setelah sebelumnya juga tindakan keji kelompok bersenjata terhadap aksi unjuk rasa damai di Kampung Syekh Jarrah, Al-Quds dengan mengusir paksa penduduknya.
Mereka yang bertindak adalah teroris zionis di tengah “bungkamnya dunia” yang memilukan.

Al-Azhar: ulama dan seluruh kolega civitas akademiknya menyatakan solidaritas bulat bersama rakyat Palestina yang teraniaya dalam menghadapi penindasan Zionis dan kroninya, sembari memohon kepada Allah, semoga Allah menjaga mereka dg cara-Nya dan memenangkan mereka dg cara-Nya, karena mereka adalah yang berhak atas kebenaran, tanah dan semua tentang keadilan. (Syekh Ahmad Thayyib).”

Dari siaran pres itu disebutlah kampung Syaikh Jarrah, yaitu pemukim keluarga Palestina menghadapi ancaman penggusuran oleh pemukim keluarga Israel. Lantas, apa hubungan wilayah Syaikh Jarrah ini dengan Islam?

Baca juga:  Abu Lahab: Meski Sangat Benci Nabi, Aku Mendapat Nikmat di Neraka

Syaikh Jarrah ini berada di bawah kekuasaan Israel sejak Perang 1976. Nama Syaikh Jarrah dinisbatkan pada nama ulama dan salah satu amir (gubernur). Ia bernama lengkap Syaikh Husamuddin bin Syarfuddin Isa al-Jarrahi (w. 598 H./1202 M). Makam dia berada di Hay Syaikh Jarrah sebagai saksi sejarah. Syaikh Jarrah selain seorang dokter dan penasehat pribadi Shalahuddin Al-Ayyubi, ia juga seorang ulama sunni kesohor yang bermazab Syafii.

Pasca berkuasanya Dinasti Fatimiyah (909-1171M) yang digantikan Dinasti Ayyubiyah (Salahuddin Al-Ayyubi), salah satu jasa besarnya Syaikh Jarrah adalah memengaruhi Salahuddin Al-Ayyubi agar dapat melepaskan diri dari bayang-bayang Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah menjadi Sunni. Karena sekte Syiah yang dianut Dinasti Fatimiyah sudah melekat pada masyarakat Mesir pada waktu itu. (Vladimir Minorsky, The Prehistory of Saladin, Studies in Caucasian History, Cambridge University Press, 1957, pp. 124-127)

Beberapa langkah konkret yang diusulkan Syaikh Jarrah kepada Salahuddin untuk mengganti ideologi Syiah tersebut adalah menghapus kalimat (lafaz) azan Syiah “Hayya ‘ala khairil amal, Muhammad wa Ali khairul basyar” (mari kita menuju amal kebajikan, Muhammad dan Ali bin Abi Thalib adalah sebaik-baik manusia).

Kemudian ketika Syaikh Jarrah berkhotbah, ia mengubah bacaan khutbah. Saat itu semua khotib nyaris tak ada yang menyebut nama-nama Khulafaur Rasyidin, kecuali nama Sayyidina Ali.

Kemudian Syaikh Jarrah menambahkan nama Abu Bakar, Umar dan Utsman dan Ali. Langkah inipun diikiti oleh Shalahudin, bahkan ia memerintahkan seluruh khatib agar menyebutkan nama-nama Khulafaur Rasyidin. Maklumat ini diumumkan pertama kali pada hari Jum’at, Dzulhijjah tahun 565H/1169M.

Baca juga:  Narasi Rajab (3): Studi Hadis Dhaif di Sekitar Rajab

Berikutnya, atas masukan Syaikh Jarrah, Salahuddin mengangkat hakim dari golongan Ahlusunnah guna membebaskan dari pengaruh Syiah. Adapun orang yang diangkat sebagai hakim adalah Qadhi Isa al-Hukari yang mempunyai latar belakang pemahaman fikih bermazhab Syafi’i. Kemudian Syaikh Jarrah turut mendirikan sekolah-sekolah Ahlusunnah.

Karena jasa-jasa sebagai ulama Sunni ini, tak mengherankan jika maqbarah Syaikh Jarrah tak pernah sepi peziarah dan kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di seputar maqbarah sebagaimana para peziarah maqbarah wali-wali pada umumnya. Maqbarah ini berdampingan dengan sebuah masjid, yang terdapat sebuah prasasti bertuliskan kalimat yang berbunyi: “inilah kuburan Amir Husamuddin al-Husain bin Isa al-Jarrahi. Semoga Allah merahmatinya dan merahmati orang-orang yang mencintai beliau. Syaikh Jarrah wafat menuju Rahmat Allah pada bulan Shafar 598”.

Pada tahun 1948, orang-orang Palestina hijrah menuju wilayah Syaikh Jarrah ini setelah wilayah mereka dijajah Israel. Pada tahun 1956, wilayah Syikh Jarrah berada di bawah perlindungan Palestina dan Jordania. Baru tahun 1976, Syikh Jarrah sepenuhnya jatuh pada tangan Israel. Hari ini penggusuran di Syaikh Jarrah semakin massif.

Sebelum Israel mendeklarasikan sebagai negara merdeka, orang-orang Yahudi adalah pendatang di Palestina. Pada tahun 1880, seorang Yahudi buronan Eropa bernama Yusuf bin Rahamim melarikan diri ke Palestina. Kemudian Yusuf ini dikasihani oleh penduduk pribumi Syaikh Jarrah bernama Khalil bin Ibrahim. Setelah mencapai kesepakatan, Khalil menyewakan tanah pada Yusuf selama 90 tahun.

Kontrak sewa-menyewa (isti’jar) dalam tempo yang sangat lama ini sah secara hukum. Hal ini disebut dengan istilah Tahkir. Sebab, satu-satunya cara yang memungkinkan untuk membantu umat Yahudi adalah aturan perundangan terkait sewa-menyewa ini. Jika menggunakan aturan perundangan Khilafah Utsmaniyah, maka jual-beli tanah kepada Yahudi adalah pelanggaran dan kriminalitas.

Baca juga:  Gadis Kretek, Kota Kretek, dan "Pahlawan" Kretek

Jika dihitung sejak 1880, maka kontrak Tahkir akan berakhir pada tahun 1970. Warga Palestina pun mencoba tidak memperpanjang kontrak Tahkir tersebut. Sayangnya, tiga tahun sebelum masa kontrak berakhir, tepatnya 1967, terjadi perang yang dimenangkan Israel. Tahun 1972, gelombang kolonialisasi Yahudi Ashkenazi dan Sephardik semakin massif.

Di tahun 1972 ini sempat terjadi “Perang Pengadilan”. Orang-orang Ashkenazi dan Shepardi mendaftarkan tanah di wilayah Syaikh Jarrah ini sebagai hak milik mereka. Pengadilan Israel pun mengabulkan. Tetapi, Sulaiman Hijazi memperkarakan keputusan pengadilan Israel ini, dengan membawa bukti lain bahwa tanah yang direbut Ashkenai-Shepardi tersebut adalah hak milik warga

Palestina yang menyewa pada Jordania. Namun, pengadilan Israel menolak. Akhirnya, upaya warga Palestina untuk mengambil tanahnya sendiri pada tahun 1997 di Pengadilan Israel menjadi semakin mustahil.

Tahun 2008, gelombang kolonialisasi oleh warga Yahudi internasional jauh tidak terbendung lagi. Akhirnya, tahun 2010, mahkamah memutuskan untuk menyerahkan sebagian tanah Palestina ini kepada pemukim Israel. Semakin tamatlah riwayat hak milik warga Palestina atas tanah mereka sendiri. Hari ini, hampir seluruh negara hanya menjadi penonton atas peristiwa yang memilukan ini.

Dewan Keamanan PBB pun sibuk melakukan kordinasi dan rapat tertutup. Pertanyaannya: apakah penjarahan Israel untuk memiliki tanah Palestina melalui tipus muslihat, kecurangan hukum, dan peperangan, akan kalah di hadapan retorika hukum internasional? Wallahu’alam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top