Sedang Membaca
Buku Babon Cak Anam
Abdul Gaffar Karim
Penulis Kolom

Dr. Abdul Gaffar Karim. Dosen FISIPOL UGM dengan minat riset utama tentang politik dan agama. Lahir di kota santri Sumenep, Madura, menyelesaikan pendidikan di Indonesia dan Australia.

Buku Babon Cak Anam

Pertumbuhan Dan P

Di tahun-tahun 1993-1994 ketika saya menulis skripsi tentang peran politik Nahdlatul Ulama (NU) terasa sekali adanya kegersangan akademik. NU ketika itu bukan topik yang menarik bagi para peneliti. Atau tepatnya: politik Islam waktu itu bukan tema yang menarik untuk didalami di Indonesia.

Saat itu para peneliti masih sangat sibuk mengumpulkan banyak jawaban tentang satu pertanyaan besar: “apa karakter rezim otoriter Orde Baru yang sebenarnya, dan bagaimana cara meruntuhkan kekuasaan yang didominasi oleh militer itu.”

Di penghujung proses penulisan skripsi yang memakan waktu lebih dari satu tahun itu, baru muncul beberapa karya akademik yang sudah termasuk sangat terlambat untuk membantu mempermudah penulisan skripsi.

Misalnya, tahun 1994, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS) menerbitkan buku karya Martin van Bruinessen berjudul NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru.

Buku ini sangat bagus. Tapi bagi rencana penerbitan skripsi saya waktu itu, buku Pak Martin ini bukannya membantu, namun malah menjadi tantangan. Ketika membahas rencana penerbitan skripsi saya, direktur LKiS saat itu, Mas Imam Aziz (kini pengasuh Pondok Pesantren Bumi Cendekia, staf khusus wakil presiden RI), mengatakan bahwa naskah itu perlu ditambah sesuatu yang bisa melampaui cakupan buku Pak Martin. Ini tantangan gila. Seorang anak muda baru lulus S1 diharuskan membuat naskah yang melampaui karya seorang profesor. Saya anggap tantangan ini terpenuhi, sebab LKiS nyatanya menerbitkan skripsi itu.

Belakangan, terbit lagi disertasi seorang peneliti di Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS) di Prancis, Andree Feillard, yang diterjemahkan dengan judul NU vis-a-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna. Lagi-lagi, LKiS lah yang menerbitkan buku penting tentang NU ini. Tapi juga sama: skripsi saya sudah terlanjur selesai.

Baca juga:  Dr. Ibrahim Salah al-Hudhud, Eks-Rektor al-Azhar dan Kitab Fi Muwâjahat Khithâb al-Tasyaddud

Satu-satunya naskah panjang yang cukup akademik tentang NU, yang membuat penulisan skripsi saya jadi jauh lebih menyenangkan, adalah buku yang ditulis oleh Choirul Anam berjudul Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama.

Choirul Anam yang biasa dipanggil Cak Anam saat itu adalah seorang jurnalis. Tak lama kemudian dia menjadi ketua GP Ansor Jawa Timur. Akhir-akhir ini kita dengar namanya sebagai pendiri dan pembina Pergerakan Penganut Khittah Nahdliyah (PPKN) yang sering melontarkan kritik kepada pengurus NU karena kecenderungan berpolitik praktis yang menurutnya terlalu kuat.

Buku berjudul Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (mari kita singkat saja sebagai PPNU) yang diterbitkan tahun 1985 oleh Penerbit Jatayu itu saya temukan di Perpustakaan Hatta di Jl. Laksda Adisucipto (biasa dikenal sebagai Jalan Solo) Yogyakarta. Lokasi perpustakaan ini tak jauh dari IAIN (kini UIN) Sunan Kalijogo. Isinya adalah buku-buku berbagai tema. Perpustakaan ini sepi. Tak banyak orang yang memanfaatkannya. Di perpustakaan inilah saya menikmati banyak sekali buku-buku sejarah yang ditulis oleh para pelakunya, termasuk buku Pokok-Pokok Perang Gerilya yang ditulis oleh Jend. A.H. Nasution.

Jika bosan menulis skripsi di perpustakaan UGM, saya pindah ke perpustakaan Hatta ini. Bawa laptop? Ya tidak lah. Tahun 1993 itu laptop masih barang super mewah. Komputer desktop saja masih sangat jarang. Saya menulis skripsi di sebuah buku tulis batik yang biasa dipakai untuk pembukuan di toko-toko kelontong. Ide-ide skripsi saya tuangkan di situ secara harian. Lalu di hari-hari tertentu, saya tulis naskahnya di persewaan komputer atau di pusat komputer UGM di Boulevard.

Baca juga:  Mengenal Kitab Pesantren (77): Kitab Tentang Cinta Karya Said Ramadhan al-Buthi

Di perpustakaan UGM, saya mengandalkan bundel-bundel majalah Tempo sejak tahun 1983, untuk melacak sejarah NU pasca kembali ke Khittah 1926 di Muktamar Situbondo. Itulah salah satu sumber data utama saya. Di perpustakaan Hatta, saya menikmati sore hingga malam yang tenang untuk menuangkan gagasan. Dan tentu saja, di sini lah saya mendalami sejarah NU sebelum 1984, lewat buku PPNU Cak Anam.

Menemukan buku ini nyaris tanpa sengaja, bagi saya saat itu sungguh seperti menemukan segenggam berlian. PPNU ini termasuk tebal. Isinya lebih dari 300 halaman. Buku yang diangkat dari skripsi Cak Anam di IAIN Sunan Ampel Surabaya ini membahas NU sejak tahun 1926 hingga 1984. Bahasan buku ini berhenti tepat di tahun yang menjadi titik mula bahasan riset skripsi saya.

Buku itu saya baca pelan-pelan, untuk menangkap suasana sejarah NU dengan baik. Saya terpana melihat bab pertamanya saja sudah lebih dari 100 halaman. Jaman sekarang, ini sudah lebih tebal dari satu skripsi utuh.

Ada tiga aspek utama yang dibahas di PPNU. Pertama adalah sistem nilai NU, kedua basis sosial dan ketiga sejarah. Sayangnya ketiga bagian ini disajikan dengan cara tidak terlalu runut. Sistem nilai muncul di bab 2. Sejarah muncul di bab 1, bab 3 dan bab 4. Karakter basis sosial NU dibahas di bab 5, sebelum kesimpulan. Ini bukan urut-urutan paling ideal dalam sebuah skripsi. Jika ini adalah skripsi mahasiswa saya, akan saya minta dia untuk menyajikan secara lebih berurutan. Sistem nilai dan basis sosial bisa dikumpulkan di bab awal. Sementara sejarah disajikan dari bab tengah hingga akhir.

Baca juga:  Beragama dalam Semesta Kemanusiaan

Kekuatan PPNU ini terletak di datanya yang sangat luas dan mendalam. Hasil kerja riset Cak Anam selama 4 tahun (dengan akses bagus ke tokoh-tokoh NU karena dia adalah dzurriyah muassis) benar-benar terlihat dalam sajian datanya. Tak cuma naratif, data juga ditampilkan secara visual. Foto-foto bersejarah yang disajikan di PPNU benar-benar mengesankan, dan mampu membawa pembacanya ke suasana batin setiap tahapan sejarah yang dibahas. Foto-foto tokoh NU dalam berbagai momen sejarah sangat memuaskan dahaga pengetahuan. Gara-gara PPNU lah saya jadi mengagumi Subchan ZE.

Bagi saya, PPNU adalah brangkas data yang lengkap. Tanpa harus membuka banyak sumber, kita sudah bisa memahami ketiga aspek NU di atas secara cukup lengkap. Ini adalah buku induk tentang sejarah NU yang sangat layak dibaca terus oleh generasi sekarang, terutama para nahdliyin/nahdliyat yang ingin memahami sejarah jam’iyahnya. Buku babon ini adalah jasa besar Cak Anam pada NU.

Belakangan, buku babon ini dicetak ulang oleh Duta Aksara Mulia, namun tak banyak beredar lagi. Kalau Anda cari di toko-toko online, versi 1985 sempat saya lihat ditawarkan dengan harga ratusan ribu rupiah. Ketika saya coba beli, bukunya sudah terjual. Coba kalau Anda punya info orang atau toko yang menjual cetakan 1985 buku babon Cak Anam ini, kabari saya. Maturnuwun.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top