Sedang Membaca
Tafsir dan Keutamaan Surah An-Naas
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Tafsir dan Keutamaan Surah An-Naas

Surah an-Naas merupakan salah satu surat yang turun di Mekkah (dinamakan Makiyyah). Di dalam kitab Dala’il al-Nubuwwah disebutkan bahwa sebelum surah an-Naas turun, Kanjeng Nabi Muhammad saw sakit, sehingga dua malaikat datang menjenguk beliau.

Kedua malaikat itu berbincang-bincang mengenai sakit yang diderita oleh Rasulullah:

“Apa yang engkau lihat?” tanya malaikat yang pertama.
“Rasulullah terkena sihir,” kata malaikat yang ditanya.
“Siapa yang membuat sihirnya?”

Malaikat menjawab, “Labid bin al A’sham Al Yahudi yang sihirnya berupa gulungan yang disimpan di sumur keluarga si Fulan di bawah sebuah batu besar. Datanglah ke sumur itu, timbalah airnya dan angkat batunya kemudian ambillah gulungannya dan bakarlah!”

Dialog antar malaikat ini menunjukkan bahwa kemampuan antar malaikat memang berbeda-beda. Allah memberikan anugerah yang berbeda antar satu malaikat dengan malaikat yang lain. Adapun sihir yang dimaksud malaikat tersebut, dalam terminologi masyarakat Indonesia disebut dengan santet.

Setelah mengetahui penyebab sakitnya dari kedua malaikat tersebut, Kanjeng Nabi Muhammad mengutus sahabat ‘Ammar bin Yasir dan kawan-kawannya untuk mendatangi sumur tempat tumbal santet dipasang. Setibanya di sumur itu tampaklah airnya merah seperti air pacar. Air itu ditimba dan diangkat batunya serta dikeluarkan tumbal berupa gulungan sesuatu. Ternyata di dalam gulungan itu ada tali yang terdiri atas sebelas simpul.

Berkenaan dengan peristiwa itu, turunlah surah an-Naas dan al-Falaq. Setiap kali Rasulullah melafalkan satu ayat, terbukalah simpulnya satu per satu.

Terjemah surah an-Naas secara tekstual sebagai berikut:

Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia yang menjadi Raja manusia sekaligus menjadi Sembahan manusia. Aku berlindung kepada-Nya dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari setan yang berasal dari golongan jin dan manusia.”

Di dalam surah tersebut terkandung tiga hal: Pertama, permohonan perlindungan. Kedua, perlindungan kepada Zat yang bisa melindungi. Ketiga, perlindungan dari sesuatu yang mencelakai.

Baca juga:  Gus Sholah, Apa Kamu Mau Jadi Kiai Pesantren?

“Perlindungan kepada sesuatu” hanyalah kepada Allah semata. Sebab Allahlah zat yang menjadi Penguasa manusia yang mampu mendatangkan manfaat bagi mereka dan menjauhkan mafsadatnya.

Frasa “Raja manusia” artinya Zat yang mengatur dan menguasai manusia. Dia mengurus manusia sekehendak-Nya, Pemilik segala Kekuatan dan Kekuasaan atas mereka. Maka tidaklah mereka bisa lari kepada penguasa yang lain jika datang perintah-Nya. Yang menundukkan dan mengangkat sesuatu, menyambung dan memutus satu hubungan, dan memberi serta menahan pemberian.

“Sembahan manusia” di dalam tafsir at-Tabari artinya satu-satunya yang disembah manusia. Dialah yang diseru, tempat berharap dan yang menciptakan. Dia menciptakan manusia, membentuknya, memberikan nikmat, dan melindungi mereka dengan keesaan-Nya. Dia pula yang memaksa, memerintah, dan melarang. Dia pula yang memalingkan mereka sesukanya dan memerintahkan mereka menyembahnya dengan segenap sifat-Nya yang sempurna.

Adapun kalimah “perlindungan dari sesuatu” dalam surah ini yakni perlindungan dari perasaan was-was (keraguan), yaitu bisikan setan yang mengusik diri untuk berbuat yang melanggar aturan Allah.

Adapun kata khannas artinya adalah yang tersembunyi dan terbelakang. Asalnya dari kata khunuus, artinya kembali ke belakang. Keduanya merupakan sifat dari sesuatu yang tersembunyi, yaitu setan. Sesunggunya manusia apabila lalai maka muncul dalam dirinya perasaan was-was yang menjadi pangkal keburukan. Tetapi jika ia berzikir mohon perlindungan pada Allah maka perasaan tersebut akan hilang.

Baca juga:  Mengenal Baharthah: Sang Saudagar Kitab

Kalimah “Dari jin dan manusia” artinya bahwa bisikan yang mengajak manusia mendurhakai Allah bisa datang dari jin atau manusia. Manusia membisikkan sesuatu melalui telinga. Dalam konteks sekarang, bujuk rayu untuk berbuat dosa bukan hanya melalui telinga namun bisa juga melalui tulisan.

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain dengan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (al-An’am: 112).

Semua perkara adalah makhluk-Nya, di bawah kerajaan-Nya, dan mengabdi kepada-Nya. Allah Ta’ala memerintahkan kepada siapa saja yang hendak memperlindungkan diri agar memperlindungkan kepada Dzat yang mempunyai tiga sifat agung ini, dari segala macam bisikan al-khannas, yaitu setan yang diwakilkan kepada manusia. Sebab tidak ada satupun keturunan Adam melainkan dia disertai kawan yang akan selalu menjadikan indah segala macam tindakan keji bagi pandangannya.

Demikian penjelasalan surah an-Naas menurut beberapa mufasir. Bukan kebaikan manusia yang disebutkan di dalam surah ini, melainkan potensi antagonis manusia yang harus dihindari. Cara menghindari keburukan manusia, harus dengan campur tangan Allah Swt. Sehingga kezaliman apapun yang dilakukan oleh manusia harus dilawan. Manusia bisa menang melawan kezaliman tersebut jika berusaha secara lahir dan batin. Yakni dengan berlindung kepada Allah Swt.

Baca juga:  Pendidikan dan Kontribusi Kita

Ada banyak sekali keutamaan (fadhilah) surat al-Naas sebagaimana diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis. Di antaranya, Aisyah menerangkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad pada tiap malam apabila hendak tidur, beliau membaca surah al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, ditiupkan pada kedua telapak tangan kemudian disapukan ke seluruh tubuh dan kepala.

Dalam riwayat lain disebutkan sayidina Ali menerangkan pernah Kanjeng Nabi Muhammad digigit kala, kemudian beliau mengambil air garam. Dibacakan surah al-Falaq dan an-Naas lalu disapukan pada anggota badan yang digigit kala tadi.

‘Uqbah bin’ Amir menerangkan, ketika saya sesat jalan dalam suatu perjalanan bersama dengan Kanjeng Nabi Muhammad, Beliau membaca surah al-Falaq dan an-Naas dan akupun disuruh Beliau juga untuk membacanya.

Barang siapa terkena penyakit karena perbuatan setan atau manusia, hendaklah membaca surah al-Falaq dan surah an-Naas sebanyak 41 kali selama tiga hari, lima hari atau tujuh hari berturuh-turut. Barang siapa yang takut akan godaan setan atau manusia atau takut dalam kegelapan malam, atau takut kejahatan manusia, bacalah surah al-Falaq dan an-Naas sebanyak 100 kali.

Membaca surat al-Falaq melindungi kita terhadap kejahatan-kejahatan tersebut di atas di dunia ini. Beberapa kiai dan ustaz di Indonesia membiasakan membaca surah an-Naas sebelum membaca niat salat. Tujuannya agar dilindungi Allah dari setan dan manusia yang mengganggu saat salat.

Referensi:
Dala’il al-Nubuwwah karya Imam al-Baihaqi
Tafsir Al-Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli Jalaluddin as-Suyuthi
Jami’ al-Bayan ’an ta’wil al-Qur’an karya  Ibnu Jarir at-Thabari

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
7
Senang
6
Terhibur
3
Terinspirasi
6
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top