Syaqiq al-Balkhi, nama lengkapnya Syaqiq bin Ibrahim al-Azdi, memiliki kuniyah Abu Ali al-Balkhi. Sematan “Al-Balkhi” di belakang namanya dinisbatkan pada daerah tempat ia dilahirkan. Menurut riwayat, Balkhi merupakan perkampungan sufi yang terkenal.
Syaqiq al-Balkhi memiliki murid yang tak kalah terkenalnya di kalangan sufi, yaitu Hatim al-Asham. Syaqiq al-Balkhi hidup sezaman dengan Ibrahim bin Adham, bahkan keduanya merupakan sahabat karib. Akhir hayatnya berujung di tahun 194 Hijriyah atau sekitar 810 Masehi.
Permulaan Syaqiq al-Balkhi terjun di dunia tasawuf dan laku zuhud yaitu saat ia pergi ke Turki untuk berdagang. Dalam kitab Attawwabiin dikisahkan, saat Syaqiq al-Balkhi berdagang di Turki tanpa sengaja ia bertemu dengan komunitas “Al-Khulukhiyah”, nama suatu kelompok penyembah berhala. Syaqiq al-Balkhi memberanikan diri untuk memasuki tempat ibadah mereka, yaitu tempat di mana berhala itu disembah.
Di sana Syaqiq al-Balkhi bertemu dengan pimpinan dari komunitas “Al-Khulukhiyah” yang kebetulan berkepala plontos dan jenggotnya dicukur atau tak memiliki jenggot. Pimpinan dari komunitas “Al-Khulukhiyah”ini memakai pakaian merah, bahkan dikatakan warnanya sangat merah. Dalam Attawwabiin warna itu disebut Arjuwaaniyah, sangat pekat merahnya.
Syaqiq al-Balkhi lantas memulai pembicaraan dengan pimpinan penyembah berhala itu.
“Semua ritual yang kau lakukan ini perbuatan batil, sesungguhnya kau memiliki Tuhan yang Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Pemberi rizki, dunia dan akhirat tunduk pada-Nya,” ucap Syaqiq al-Balkhi kepada pimpinan penyembah berhala.
Mendengar perkataan Syaqiq al-Balkhi, ia pun lantas membalas, “Wahai Syaqiq, ucapanmu tak sama dengan perbuatanmu.”
“Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?” timpal Syaqiq.
“Jika benar Tuhanmu berkuasa dan pemberi rizki, lantas kenapa kau mencari rizki di sini? Apa Tuhanmu tak memberi rizki di tempat asalmu,” ujar pimpinan penyembah berhala.
Mendengar pimpinan penyembah berhala itu, Syaqiq lantas bertaubat dan memilih laku sufi sebagai jalan hidupnya. Diriwayatkan, sejak peristiwa itu Syaqiq al-Balkhi lantas kembali ke tempat asalnya, dan lantas menyedekahkan barang dagangannya serta seluruh kekayaannya.
Berikut ini kata-kata hikmah Syaqiq al-Balkhi dalam kitab Thabaqat al-Kubro karangan Imam Sya’roni, kata-kata hikmah ini lahir setelah ia memilih laku sufi sebagai jalan hidupnya;
إذَا كَانَ العَالِمُ طَامِعًا ولِلْمَالِ جَامِعاً فَبِمَنْ يَقْتَدِيْ الجَاهِلُ، وإذَا كَانَ الرَّاعِي هو الذِّئْبُ فَمَنْ يَرعَى الغَنَمَ
“Izaa kaana al-aalimu thomi’an wa li al-maali jaami’an fabiman yaqtadii al-jaahilu, wa izaa kaana al-raa’ii huwa al-zi’bu faman yar’aa al-ghonama.”
“Jika orang alim (ulama) sibuk dengan kerakusan dan menumpuk-numpuk harta, maka kepada siapakah orang bodoh hendak mencari tauladan. Jika serigala menjadi penggembala, lantas siapakah sebenarnya yang akan menggembala kambing-kambing.”Wallahu ‘Alam.