Sedang Membaca
Mencoba Memahami COVID-19

Sedang menyelesaikan studi di bidang Optik, Karlsruher Institut fur Technologie (KIT), Jerman. Aktif di PCI NU Jerman.

Mencoba Memahami COVID-19

1 A Coronaa

Tulisan ini mencoba merangkum beberapa hal tentang virus COVID-19 dari beberapa aspek menarik, tentu menurut saya yang orang awam. Aspek non-medis menjadi fokus, sebab aspek medisnya sudah banyak dijelaskan. Semoga tidak terpeleset jauh dari pemahaman para ahlinya.

Apakah COVID-19 itu?

Total ada sekitar 36 jenis virus corona dalam keluarga Coronavidae dari ordo Nidovirales. Virus dari keluarga ini diketahui banyak menyebabkan infeksi organ pernafasan maupun pencernaan baik pada hewan maupun manusia [1].

Dari sekitar 36 jenis tersebut, virus SARS-CoV-2 adalah jenis ketujuh yang diketahui dapat menginfeksi manusia. Penyakitnya dikemudian hari disebut sebagai COVID-19. Bersama-sama SARS-CoV (outbreak tahun 2002) dan MERS-CoV (outbreak tahun 2012), trio ini dapat menyebabkan penyakit akut. Sedangkan keempat saudaranya, HKU1, NL63, OC43, dan 229E hanya sebatas menampakkan gejala ringan [2].

Dari mana asal COVID-19?

Penyebaran penyakit menular dapat terjadi melalui interaksi antar manusia (anthroponotic), atau antar hewan baru kemudian menulari manusia (zoonotic). Keduanya dapat terjadi tanpa perantara (directly transmitted) maupun dengan perantara (indirectly transmitted) melalui vektor/kendaraan.

COVID-19 ditengarai berasal dari seleksi alam virus SARS-CoV-2. Seleksi ini bisa saja berlangsung saat berada di tubuh hewan inangnya, atau setelah tertransfer ke tubuh manusia. Studi genom virus ini menunjukkan bila ia bukan hasil rekayasa manusia [2].

Baca juga:  Anggrek Papua: Keindahan yang Tak Bertepi

Bagaimana proses transmisi COVID-19?

Mengenai transmisi melalui udara (airborne, mungkin yang dimaksud via medium seperti aerosol), para ahli berbeda pendapat. WHO malah sudah menyimpulkan bahwa virus yang relatif baru ini belum memberikan cukup data untuk sampai pada kesimpulan yang teruji [3].

Meski demikian, banyak yang setuju bila mayoritas penularan berasal dari droplet (molekul air dari proses bersin, misalnya) atau aeorosol (molekul air dari proses bicara atau bernafas, misalnya).

Droplet yang berukuran lebih besar cenderung memiliki jarak lempar yang lebih pendek ketimbang aerosol. Inilah alasan banyaknya anjuran untuk menggunakan masker, menjaga jarak minimal 1,5 meter, atau menghindari menyentuh area wajah dengan jari/telapak tangan.

Keadaan akan bertambah parah bila asumsi virus ini dapat tersebar melalui aerosol benar-benar terjadi; virus COVID-19 dapat bertahan hidup selama sekitar 3 jam dalam medium ini. Waktu yang relatif lebih pendek dibanding permukaan benda lain seperti tembaga (4 jam), kardus (24 jam), stainless (48 jam), atau plastik (72 jam) [4].

Apakah cuaca panas dapat mengurangi laju transmisi COVID-19?

Cuaca yang relatif lebih hangat (biasanya diiringi dengan peningkatan kelembaban udara) memiliki efek berlipat pada laju transmisi COVID-19: (1) menurunkan jumlah pertambahan kasus, dan (2) meningkatkan daya imunitas tubuh manusia [5].

Baca juga:  Gus Baha' dan Persiapan Bulan Puasa di Tengah Virus Corona

Ini seperti menjelaskan mengapa negara-negara subtropis di belahan bumi utara seperti Tiongkok, Amerika, Italia, Spanyol, dan Jerman (semuanya berada disekitar garis lintang 40°) terdampak dengan persebaran yang relatif lebih cepat dibanding negara-negara tropis.

COVID-19 sebagai pandemi global terakhir?

Keluarga virus ini sangat “bandel” sebab mereka dikenal mudah melakukan rekombinasi genetis yang dapat menghasilkan virus baru. Didukung dengan berlimpahnya hewan inang virus ini (seperti kelewawar, trenggiling, dan beberapa hewan lainnya) yang mudah berinteraksi dengan manusia, kemunculan virus baru seperti COVID-19 di Cina sebenarnya sudah diprediksi sejak 13 tahun lalu [1].

Ditambah dengan kombinasi dari faktor-faktor perkembangan demografi, lingkungan, sosial, dan teknologi yang sangat pesat (dengan dampak seperti perubahan iklim, penebangan hutan untuk lahan perumahan/industri baru, dst.), maka mungkin saja muncul lagi virus baru (dan tentu potensi epidemi/pandemi baru) seperti COVID-19 [6, skema terlampir].

Seakan-akan secara kasar COVID-19 ingin mengingatkan bahwa manusia wajib turut berkembang bersama-sama dengan lingkungannya, bukan malah meninggalkannya.

—–

Disclaimer: ditulis oleh peminat bidang optik/fotonik, yang jelas-jelas sedikit sekali hubungannya dengan dunia kedokteran ataupun biologi. Sangat terbuka untuk dikoreksi.

Catatan: mas kyai Ahmad Karomi menutup diskusi via WA tentang hal ini siang tadi dengan menuliskan QS. Ar Ruum 41, “ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nāsi liyużīqahum ba’ḍallażī ‘amilụ la’allahum yarji’ụn.”

Baca juga:  Sejarah Singkat Ulama dalam Merespon Wabah Virus

Referensi
[1] DOI: 10.1128/CMR.00023-07
[2] DOI: 10.1038/s41591-020-0820-9
[3] https://www.nature.com/articles/d41586-020-00974-w
[4] DOI: 10.1056/NEJMc2004973
[5] https://www.jawapos.com/opini/06/04/2020/covid-19-berakhir-pada-kemarau/
[6] https://www.who.int/globalchange/climate/en/chapter6.pdf

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top