Sedang Membaca
Rihlatus Sairafi: Kitab Arab Pertama yang Menyebut Nusantara
Kholili Kholil
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Lirboyo-Kediri. Saat ini mengajar di Pesantren Cangaan Pasuruan, Jawa Timur.

Rihlatus Sairafi: Kitab Arab Pertama yang Menyebut Nusantara

Catatan Arab pertama yang secara jelas menyebut dan menjelaskan tentang Nusantara adalah catatan yang ditulis oleh Sulaiman, seorang pedagang dari Siraf, sebuah kota pelabuhan yang di masa kini masuk dalam Provinsi Bushehr, barat daya Iran. Kapan Sulaiman menulis?

Lombard menyebut bahwa Sulaiman menulis catatannya pada sekitar tahun 851 Masehi (237 Hijriah). Kemudian pada abad sepuluh Masehi Abu Zaid As-Sirafi menambahkan kisah penjelajah lain bernama Ibnu Wahab. Abu Zaid menggabungkan kisah Ibnu Wahab ke dalam catatan Sulaiman. Apa isi buku ini?

Ada sebuah kutipan menarik dari C. R. Beazley dalam The Dawn of Modern Geography, “Geografer Arab memang menulis banyak karya, tapi hanya beberapa saja yang luar biasa.” Meskipun banyak keterangan yang mirip dengan sumber Cina, buku Sulaiman si pedagang dari Siraf ini tetap luar biasa untuk disimak. Kenapa?

Karena ini adalah literatur Arab pertama yang menulis persentuhan Arab dan Timur Jauh. Buku ini lebih dulu dari catatan Ibnu Khordadzbih.

Buku catatan  ini memiliki beberapa judul. Ada yang menyebutnya Silsilatut Tawarikh, Akhbarul Hind wa Shin, serta ada pula yang menyebut Rihlatus Sairafi.

Seperti sudah dijelaskan, catatan ini adalah jurnal Sulaiman seorang kapten kapal dagang yang berlayar dari Siraf menuju Kanton (kira-kira Shanghai sekarang). Dalam perjalanannya, Sulaiman memulai dari Siraf menuju Oman.

Baca juga:  Nukatul Hamyan: Biografi Ulama Tunanetra

Setelah itu, Sulaiman melanjutkannya ke Malabar di pesisir India, Sri Lanka, Kepaluan Nikobar, lalu menuju pesisir pulau Sumatra. Setelah itu Sulaiman terus berlayar melewati Selat Malaka dan bergerak melewati Asia’s Mainland menuju Saigon di Vietnam untuk kemudian menuju Pulau Hainan dan sampai di Kanton.

Ferrand menyebut perjalanan Sulaiman dari Siraf menuju Kanton menghabiskan waktu sekitar empat bulan. Dari kunjungan ke Pulau Sumatera, buku ini memberikan cukup banyak informasi menarik dan agak myth.

Pulau ar-Ramni misalnya (para sarjana sering menghubungkan nama ini dengan Lamuri di Aceh). Sulaiman mencatat bahwa penduduk daerah ini adalah kanibal dan biasa memakan sesama manusia. Mengerikan ya jika di Aceh ada kanibal…

Sulaiman juga mencatat tentang sebuah daerah yang dia sebut “Kalah Bar” (para sarjana banyak yang menafsirinya dengan “Kedah”, sebagian lagi menafsirinya “Kelang”. Keduanya di Malaka). Kalah Bar adalah tempat berkumpulnya raja. Kota ini berada di genggaman Kerajaan Zabaj (sebutan orang Arab untuk Sriwijaya, kadang orang Arab juga menyebut Sirbuzza dan Mahraj). Penduduk Kalah Bar, tulis Sulaiman, lebih suka minum dari sumur langsung ketimbang minum dari air hujan atau air sumber.

Catatan ini juga menyebut adanya “gunung api” di Kerajaan Zabaj. Saat siang gunung ini hanya mengeluarkan asap, namun saat malam gunung ini mengeluarkan lava.

Baca juga:  Sudah Wabah, Tertimpa Bencana Pula: Asia Tenggara Abad ke-17

“Kerajaan Zabaj adalah kerajaan yang sangat subur,” catatan ini menulis. “Pembangunan di sini sangat terstruktur (wa ‘imaratuha muntazhimah).”

Dia juga menyebut bahwa saat dini hari ayam selalu berkokok dan antara kokok satu ayam dengan ayam lain saling bersahutan hingga lebih dari seratus farsakh.

Menariknya catatan ini menceritakan kebiasaan Maharaja Zabag yang unik, yakni membuang bata yang terbuat dari emas dari dalam istananya. Seperti sudah maklum Ptolemy, seorang geografer Yunani dari abad pertama Masehi, menyebut daerah ini dalam Geographia-nya dengan nama Chersonesus Aurea atau Semenanjung Emas. Bahkan epos-epos India Kuno menyebut Sumatera dengan nama Suwarnadwipa yang berarti Pulau Emas.

Di samping itu, buku ini juga mencatat invasi Kerajaan Zabag menuju Kerajaan Qmar (Khmer, Kamboja saat ini). Bahkan akibat invasi ini orang Kamboja sangat menghormati Zabag hingga setiap pagi penduduk Kamboja mengalokasikan waktu khusus untuk sujud menghadap ke arah Kerajaan Zabag.

Buku yang  ada di tangan saya adalah terbitan Majma’ Tsaqofi Abu Dabi pada tahun 1999 dan diberi judul Rihlat As-Sairafi.  Sebelumnya buku ini pernah diterbitkan dan diterjemahkan oleh Joseph Reinaud pada tahun 1811 dengan judul Silsilatut Tawarikh. Sekian. (aa)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)
  • Assalamu’alaikum Wr, Wb,.
    Nama Saya Muhammad Kamri dari Maluku Utara,
    Sebelumnya saya telah membaca artikel abang yang membahas isi buku Rihlatus Sirafi, dan di kalimat terakhir abang sebut memiliki buku ini, maksud dan tujuan saya ingin meminta foto beberapa halaman saja bang ,atau jika ada file nya bolehkah saya mendapatkan copy nya, karna dalam buku api sejarah mengutip
    buku Al-Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad, sejarah perkembangan islam di timur jauh ,hal.21 “sulaiman as-sirafi pedagang muslim dari persia yang pernah mengunjungi timur jauh mengatakan bahwa pada abad ke 2 hijriah di sula terdapat pedagang muslim” boleh saya mendapatkan file copy atau paling tidak foto dari halaman yg di kutip ini bang? Dan juga halaman sebelum dan sesudahnya yang menjelaskan tentang sula ini. Soalnya meskipun banyak sejarawan yg menafsirkan sebagai sulawesi , namun saya sebagai penduduk kepulauan sula yang tanpa sengaja membaca ini, ingin membuktikan sesuatu dari halaman halaman buku ini. Apakah benar kata yg disebut itu sula dan seperti apa keterangan sula itu , sula atau sila atau sili atau sulu , selama pembacaannya masih tanpa ada kata tambahan saya rasa masih relevan krn asumsi saya penulisan menggunakan arab gundul, untuk menambahkan alasan , di Sula ada suku asli suku Sula dengan Bahasa Sula , dan sebutan orang orang sula untuk pulau mereka adalah “hai sua/tanah sula/pulau sula” Pulau Sula terdiri dari 3 pulau, yang entah sejak kapan meskipun dalam bahasa sula disebut sua namun dalam bahasa indonesia dilafalkan sula dari pelafalan belanda juga Sula dengan penulisan soela dan teks sejarah dari daerah sekitar semuanya di tulis sula, asumsi saya pulau sula takkan pernah berganti nama selama ada suku asli yang selalu menyebut mereka orang sula.
    Sekiranya jika abang berkenan membantu saya
    ini nomor whatsapp saya bang : 081340453679

Komentari

Scroll To Top