- Salik harus istiqâmah dalam bertaubat. Taubat memiliki tingkatan-tingaktan yaitu (1) taubat dari dosa-dosa besar, (2) taubat dari dosa-dosa kecil, (3) taubat dari hal-hal yang dimakruhkan, (4) taubat dari melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan keutamaan (khilaf al-aula), (5) taubat dari anggapan salik bahwa dia melakukan kebaikan-kebaikan,
(6) taubat dari pandangan salik bahwa dia tergolong fuqara` al-Zaman (orang-orang fakir yang memiliki keutamaan di hadapan Allah SWT.), (7) taubat dari anggapan Salik bahwa dia sudah benar dalam taubat, (8) taubat dari segala getaran hati kepada selain yang diridhoi oleh Allah Swt.,
(9) taubat ketika lupa musyahadah (melihat Allah SWT., sifat dan perbuatan dengan (bashiroh) mata hati) kepada Allah SWT. walau sekejap, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 2).
- Seyogyanya salik meneliti anggota dhohir dan batinnya pada waktu pagi dan sore apakah sudah melakukan taat atau tidak, jika salik melakukan taat maka dia bersyukur jika tidak melakukan taat maka salik haru bertaubat, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 3).
- Salik harus meniggalkan hal-hal yang mubah untuk mencari maqâm-maqâm yang luhur, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 4).
- Salik harus menjauhkan diri dari perbuatan riya`. Karena riya` merupakan racun yang bisa membunuh, menghilangkan pahalanya amal. Hal-hal yang termasuk riya` adalah merasa nikmat dengan ibadah, meninggalkan amal karena manusia, mengaku telah sampai pada maqâm tertentu, sementara salik tidak diizinkan untuk menampakkannya, suka dilihat manusia dalam melakukan ibadah, mengehentikan senda gurau yang mubah ketika ada orang yang mampir karena merasa malu, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 5-6).
- Salik harus meninggalkan perbuatan yang bisa menyakiti orang lain, karena hal itu merupakan racun yang bisa membunuh, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 6).
- Meninggalkan makanan yang tidak halal, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 7).
- Salik harus meniggalkan malu secara wataknya, yaitu salik malu menyebut nama Allah SWT. dengan mengeraskan suara.
- Hendaknya salik menjauhkan diri dari penipuan dalam pekerjaan, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 8).
- Salik harus memerangi nafsunya dengan lapar dan menyedikitkan tidur, karena lapar merupakan pokok dari ajaran tarekat, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 9).
- Menetapi ‘uzlah.
- Menetapi diam, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 10).
- Salik tidak diperkenankan meninggalkan Qiyam al-Lail karena merupakan cahaya mukmin di hari qiyamat, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 11).
- Harus shalat berjama’ah, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 12).
- Menjauhi zalim terhadap mak
Zalim dibagi menjadi dua:
- Zalim al-Nafsi: salik melakukan maksiat selain syirik kepada Allah SWT., Allah SWT. tidak memperdulikan buku catatan amal salik selama salik mau bertaubat.
- Zalim al-‘Abdi: Zalim seorang salik dibagi menjadi tiga (1) zalim yang berhubungan dengan jiwa, (2) zalim yang berhubungan dengan harta, (3) zalim yang berhubungan dengan harga diri, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 13).
- Memperbanyak membaca istighfar, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 13-14).
- Salik menetapi malu, karena malu merupakan bagian dari Imân. Para `ulamâ’ berkata: “Ibadah itu terbagi menjadi tujuh puluh dua bagian semantara tujuh puluh satu badian berada pada Rasa malu kepada Allah SWT., yang satu bagian dibagi terhadap seluruh macam-macam amal kebaikan”. Dalam satu Hadis Nabi berkata: “Malulah kalian kepada Allah SWT. dengan sebenar-benarnya malu” sahabat menjawab: “Sesungguhnya kami malu (kepada Allah SWT.) dan memuji kepada Allah SWT. ya Rasul” Rasul menjawab: “Bukan seperti itu (malu kepada Allah SWT.) tetapi orang yang malu kepada Allah SWT. akan menjaga kepala (isi), perut (apa yang dimasukkan ke dalam perut), hendaknya dia ingat kepada kematian dan akhirat. Barangsiapa yang menginginkan akhirat maka harus meniggalkan keindahan kehidupan dunia. Barangsiapa yang melakukan hal itu maka dia harus malu kepada Allah SWT. dengan senyata-nyatanya”, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 14).
- Salik harus menetapi etika yang bagus.
- Salik tidak lupa zikir kepada Allah SWT. Ibnu Hibaan meriwayatkan sebuah Hadis:
أَكْثَرُوْا ذِكْرَ اللهِ تَعَالَى حَتَّى يَقُوْلُوْا مَجْنُوْنٌ
Perbanyaklah zikir kepada Allah sampai (orang-orang) berkata (kamu) gila, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 15).
Zikir adalah cetakan (derajat) kewaliyan yang ditetapkan oleh Allah SWT. untuk hambanya. Barangsiapa menetapi melanggengkan zikir kepada Allah SWT., maka Allah SWT. akan memberi derajat kewalian kepadanya. Sesungguhnya zikir itu mempercepat membuka (pintu) sekalian ibadah. Para mursyid tidak kuasa menemukan yang lebih cepat mengobati dan membuat hati cemerlang selain melanggengkan zikir.
Seorang salik tidak akan bisa sampai di hadapan Allah SWT. kecuali dengan zikir, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 16).
Salik tidak akan bisa terbuka tirai hijabnya dan mencapai maqâm Ikhlâs kecuali dengan zikir. Zikir bisa menghilangkan kesusahan, menurunkan rahmat, bisa memutus getaran hati yang berasal dari syetan, bisa membedakan antara getaran syetan dan getaran nafsu, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 16-17).
- Salik tidak mencampur aduk zikir dengan lainnya, karena hal itu bisa menghambat kecepatan perjalanan salik, dan terbukanya hati salik menurut kadar banyak sedikitnya campuran tersebut, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 18).
Kewajiban Mursyid
- Memberi perintah kepada murid untuk melakukan zikir lisan dengan kemantapan hati yang kuat.
- Jika point pertama berhasil, maka mursyid memerintahkan kepada murid untuk menyamakan antara zikir lisan dan qalbi, lalu mursyid memberi pesan kepada salik untuk melanggengkan kedua zikir ini,seakan-akan Allah SWT. berada di depan salik, tidak meninggalkan zikir sehingga mendapatkan jiwa (hal) dan seluruh anggota tubuh ikut berzikir.
- Mursyid berpesan kepada salik untuk tidak menambah kewajiban, sunah mu’akad, tidak sibuk membaca Alquran dan lainnya.
- Memerintahkan salik untuk melaksanakan lapar sedikit demi sedikit, meminimalkan tidur, meminimalkan perbuatan yang tidak berfaedah.
- Memberi perintah untuk melakukan ‘uzlah dari manusia umum.
- Memberi pengarahan kepada salik untuk memperbaiki perbuatan dan hal salik (keadaan jiwa) sehingga salik bisa melaksanakan rukun-rukun tarekat, (al-Minah al-Saniyah ‘ala Wasiat al-Matbuliyah, halaman: 19).
Kewajiban Salik
- Wajib melaksanakan zikir jahr (lisan) jika salik belum mampu melakukan zikir sirri. Jika salik memaksakan zikir sirri, maka zikir itu tidak berfungsi.
- Salik wajib melakukan zikir dengan giat.
- Salik wajib melakukan zikir secara berjama’ah karena zikir berjama’ah lebih banyak memiliki dampak menghilangkan hijab.
- Salik harus banyak bertaubat dan bersyukur.
- Salik dilarang minum air setelah berzikir.
- Salik menghilangkan kesibukan terhadap seluruh hak-hak makhluk.
- Membaca istighfâr 70 kali tiap pagi dan sore
- Memperbanyak membaca lâ ilâha illAllah (tahlil saperti Tarekat Qadiriyyah)