Namanya Haji Abdul Hamid BKN. Awalnya, penulis merasa terusik oleh singkatan yang disematkan di akhir nama sang tokoh ini. “Mungkin semacam gelar kebangsawanan dalam tradisi Kraton Yogyakata,” kesan awal penulis.
Tapi setelah menelusuri berbagai macam nama dan gelar kebangsawanan di Kraton Yogyakarta, penulis sama sekali tidak menemukan gelar atau julukan “BKN”.
Sampai suatu ketika, bapak Budi Setiawan (cucu KRH Hadjid), menyampaikan arti dari singkatan tersebut. Katanya, “BKN itu singkatan dari ‘Bin Kartoirono’!” Jadi, Abdul Hamid BKN adalah salah seorang putra dari seorang tokoh di Kauman, Yogyakarta, yang bernama Kartoirono.
Haji Abdul Hamid BKN adalah salah seorang kader santri KH Ahmad Dahlan. Dia bersaudara dengan Dalhar BKN. Abdul Hamid bersama KRH Hadjid, Haji Sjudja’, HM Mochtar, H Wasool Dja’far, dan lain-lain bergabung dalam organisasi Fathul Asrar wa Miftahus Sa’adah (FAMS), sebuah jama’ah pengajian yang dibina langsung oleh KH Ahmad Dahlan sebelum Muhammadiyah berdiri.
Setelah Muhammadiyah didirikan (18 November 1912), Abdul Hamid aktif di Kepanduan (Padvinder) Muhammadiyah yang di kemudian hari dikenal dengan nama Hizbul Wathan (HW).
Pada tahun 1921, HW resmi didirikan di bawah pengawasan Departemen (Bagian) Sekolahan dalam jajaran Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah.
Dalam struktur HW pertama, Abdul Hamid menjabat sebagai bendahara (keuangan). Selaku ketua Haji Mochtar. Wakil ketua KRH Hadjid. Sedangkan sekretaris Soemodirdjo dan biro organisasi Siradj Dahlan, putra KH Ahmad Dahlan.
Abdul Hamid Bin Kartoirono juga aktif di HB Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka. Pada tahun 1925, dia menjabat sebagai voorzitter Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka.
Setahun kemudian (1926), jabatan voorvitter HB Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka dipegang oleh Ahmad Badar, sedangkan Abdul Hamid BKN sebagai vice voorzitter.
Keluarga Kartoirono memang secara all out terlibat aktif dalam masa perintisan awal Muhammadiyah di Yogyakarta. Seperti Abdul Hamid ini, selain menjadi pengurus Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka, ia juga tercatat sebagai pengurus Majlis Pendidikan dan Pengajaran, pengurus Majelis PKU (dulu: Penolong Kesengsaraan Oemoem/PKO), guru Madrasah Muallimin, pengurus Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, dan direktur Percetakan Persatuan (percetakan pertama milik Muhammadiyah).
Pada tahun 1923, Abdul Hamid menjabat sebagai kepala pengarang (pemimpin redaksi) majalah bulanan Bintang Islam. Tetapi setahun kemudian (1924), Abdul Hamid pindah ke Batavia dan jabatan kepala pengarang majalah Bintang Islam diambil alih oleh Haji Fachrodin.
Pada masa kepemimpinan KH Mas Mansur (1937-1942), Abdul Hamid pernah dipercaya menjabat sebagai bendahara Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah. Abdul Hamid juga berkali-kali terlibat dalam kepanitiaan kongres/muktamar Muhammadiyah.
Rintisan karir Abdul Hamid di luar Muhammadiyah juga terbukti cukup sukses. Pada masa sebelum Perang Dunia II, ia turut mendirikan Partai Islam Indonesia (PII). Abdul Hamid menjabat sebagai pengurus teras sebagai bendahara. Ketua PII Mr. Soekiman Wirjodandjojo dan Wiwoho Purbohadijojo. Pengurus teras lainnya, antara lain: KH Mas Mansur, Prof KH Abdulkahar Muzakkir, Prof. KH Faried Ma’ruf, Prof RH Ahmad Kasmat Bahuwinangun, SH, dan Wali Alfattah.
Memasuki zaman kemerdekaan, Abdul Hamid menjadi anggota Komite Nasional Indonesia untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 1945, ia aktif di partai Masyumi dan menjadi ketua DPRD-DIY sebagai wakil partai ini. Pada pemilu 1955, Abdul Hamid menjadi Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY.
Abdul Hamid BKN adalah salah seorang santri didikan KH Ahmad Dahlan yang memiliki andil dalam proses memajukan sepak bola di tanah air. Tidak hanya menjadi salah seorang pendiri PSSI, bahkan ia termasuk salah seorang pemain dalam Persatuan Sepakbola Hizbul Wathan (PS HW).
Salah satu hasil rintisan Abdul Hamid BKN dalam rangka memajukan sepak bola adalah peninggalan berupa lapangan sepakbola Asri di Kuncen, Wirobrajan, Yogyakarta.
Nah, lapangan Asri itu, pada mulanya difungsikan sebagai arena salat hari raya, tetapi PS HW memanfaatkan lapangan ini untuk keperluan mendidik generasi muda lewat permainan sepak bola.
Perlu diketahui, nama Asri sebenarnya singkatan dari: Arena Shalat Riraya (Asri). Tanah ini merupakan pemberian dari Kraton Yogyakarta (Sultan Ground).
Selain mendirikan PS HW, Abdul Hamid juga salah satu tokoh pendiri Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) dan menjadi ketuanya. Bersama Ir. Suratin (ketua), Abdul Hamid (wakil) mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Putra Kartoirono ini meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 6 Juli 1977 di rumah kediamannya di Jalan H.A. Salim no. 7 Yogyakarta.