Rizki Amalia
Penulis Kolom

Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris, UPI Bandung, pernah nyantri dan aktif di berbagai organisasi Islam. Selain menjadi guru dan pengelola media, dia juga telah menerbitkan dua buku terkait toleransi. Email: rizkiamalia308@gmail.com.

KH. Bisri Syansuri, Pejuang Gender di Pesantren 

Saat ini, rasanya sangat mudah menemukan perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk belajar di pesantren. Namun, sebelum tahun 1919, fenomena tersebut merupakan hal langka di bumi pertiwi ini. KH. Bisri Syansuri merupakan kiai asal Jombang yang memelopori pendirian pesantren untuk perempuan di Nusantara.

Dengan dukungan istrinya, Nyai Chodijah, Kiai Bisri mulai mengajak perempuan di sekitar rumahnya untuk belajar Islam di halaman rumah beliau. Setelah cukup banyak santri yang ikut mengaji, beliau mendirikan tempat khusus untuk santri putri. Kiai Bisri mengajarkan berbagai ilmu agama kepada santri putrinya, dari fikih, akhlak, tasawuf hingga tauhid.

Pendirian pesantren putri tersebut tidaklah berjalan mulus. Sebagai seorang santri yang sangat patuh, sebelum melaksanakan apapun Kiai Bisri senantiasa meminta izin gurunya, Kiai Hasyim Asyari. Hal tersebut juga beliau lakukan saat akan mendirikan pesantren putri. Namun, Kiai Hasyim menanggapinya dengan dingin. Beliau tidak memberikan izin dan juga tidak melarangnya.

Karena merasa pendirian pesantren putri tersebut sangatlah penting, Kiai Bisri melanjutkan niatnya tersebut meskipun belum mendapatkan restu secara gamblang dari gurunya. Beberapa waktu kemudian, Kiai Hasyim mengunjungi pesantren putri yang didirikan oleh Kiai Bisri. Hal inilah yang menjadi penguat Kiai Bishri bahwa gurunya telah memberikan izin, meskipun tidak melalui ucapan secara langsung.

Baca juga:  Obituari: Ayip Abbas, Teladan Kedewasaan Beragama

Gagasan Kiai Bisri untuk mendirikan pesantren perempuan ini harus menjadi catatan sejarah bagi gerakan keadilan gender di Indonesia, terutama dalam momen menjelang hari santri ini. Yang dilakukan oleh Kiai Bishri ini menjadi sangat penting karena dengan hadirnya pesantren putri, perempuan muslim di Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk belajar agama Islam.

Perempuan harus memiliki bekal pengetahuan Islam yang cukup karena kelak dia akan menjadi pendidik utama anak-anaknya. Perempuanlah yang memiliki andil sangat tinggi dalam mengajarkan tauhid dan akhlak kepada generasi penerusnya.

Di dalam keluarga, perempuan bukanlah pembantu yang hanya bertugas untuk mencuci baju, memasak, dan bersih-bersih rumah. Namun dia menjadi istri dan ibu yang akhlaknya akan menentukan damai tidaknya seluruh penghuni rumah. Akhlak perempuan yang menjadi ibu dan istri inilah yang akan menentukan apakah seluruh anggota rumah hidupnya tenang atau resah. Hal ini dikarenakan perempuan membawa aura yang sangat besar dalam rumah tangga. Untuk itu perempuan harus terdidik secara Islam maupun umum.

Dengan keberanian yang tinggi untuk meneruskan pendirian pesantren putri meski Sang Guru belum memberi restu, memberikan kita gambaran betapa Kiai Bisri memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap pendidikan perempuan. Beliau menyadari betul bahwa perempuan harus cerdas dan berakhlak.

Baca juga:  Bagaimana Imam al-Qusyairi Menafsirkan Nahwu dalam Dunia Tasawuf?

Menjelang hari santri ini, hendaklah kita pelajari kembali bagaimana kiprah ulama, santri dan pesantren di Indonesia terutama dalam menegakkan keadilan gender agar kita tidak melulu menjadikan tokoh barat sebagai patron. Karena sebagai bangsa yang besar, Indonesia sebenarnya memiliki banyak orang-orang yang berharga dan berjasa dalam memperjuangkan keadilan.

Kiai Bisri telah memberikan teladan, kita yang meneruskan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
4
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top