Gus Dur tak bisa dipisahkan dengan dunia tasawuf atau akhlak; akhlak pada Allah atau pada hambanya. Perilakunya menunjukkan bahwa beliau sangat mencintai dunia tersebut: tidak cinta harta dan kekuasaan, penyayang dan hormat pada semua ragam manusia.
Keberaniannya pada segala situasi dan kondisi juga menunjukkan bahwa Presiden RI ke-4 ini seorang yang memiliki ketawakalan yang tinggi.
Tidah hanya dari sisi perilaku, pikirannya juga menunjukkan bahwa Gus Dur, yang bernama kecil Abdurrahman ad-Dakhil, sangat menguasai keilmuan tasawuf. Komplitlag beliau ini, ilmu dan amalnya sesuai. Bukan ilmunya saja, atau amalnya saja.
Terkait ilmu ini, kita bisa baca esai-esai Gus Dur, misalnya banyak mengutip ilmuwan-ilmuwan besar di bidang tasawuf, misal Imam al-Gazali, al-Qusairi, dan satu nama yang sangat sering dikutip, Ibnu Athaillah. Nama yang terakhir disebut kitabnya pernah dikaji Gus Dur.
Tak mengherankan jika Gus Dur sering melontarkan kalimah-kalimah yang membuat kita merinding: orisinil, indah secara bahasa, dan kena secara substansi. Di bawah ini lima ungkapan Gus Dur yang dekat sekali dengan dunia sufi:
- “Orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian manusia, dia masih hamba yang amatiran.”
- “Perasaan keagamaan seorang pelacur belum tentu kalah dengan seorang yang bersembahyang di masjid.”
- “Tuhan tak perlu dibela, Dia sudah Maha Sehalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.”
- “Orang yang masih terganggu dengan pujian dan hinaan manusia, dia masih hamba amatiran.”
- “Banyak orang kuat dan tabah dalam kemiskinan, tetapi tidak tahan ujian kekayaan dan jabatan.”
No 1 dan 4 sama ungkapannya