Sedang Membaca
Sabilus Salikin (154): Tujuh Macam Zikir Syathariyah
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (154): Tujuh Macam Zikir Syathariyah

Persiapan untuk mendapatkan izin dari guru yang berhak dan sah menunjukkan ilmu Syathariyah adalah dilatih mukadimah ilmunya, yang diperagakan pada jagad pribadi. Mukadimah ini adalah sebagai pelataran atau tangga untuk masuk ke dalam ilmu Syathariyah, yakni tujuh macam zikir, disesuaikan dengan jumlah nafsu manusia yang juga ada tujuh macam. Sebab “mlebu maring Allah” atau bercita-cita supaya dapat selamat pulang kembali bertemu dengan diri-Nya harus dengan mengendarai nafsu. 

Tujuh macam zikir Tarekat Syathariyah tersebut meliputi thawaf, nafi istbat, itsbat faqad, ismu dzat, zikir taraki, zikir tanazul, dan zikir ismu ghaib

  • Thawaf

Mengucap kalimah :لا إله إلا الله (3x) Dilakukan pada diri (jagad) pribadi. Caranya memutar kepala, mulai dari bahu kiri. Alat penunjuknya adalah dagu (simbol pena Allah Swt dengan tinta nur Muhammad). Dengan dagu tersebut lalu menggaris dada (mulai dari bahu kiri) menuju bahu kanan, berpusat pada pusar, membentuk Lam Alif dengan mengucap kalimah “Lâ ilâha” (zikir pertama), dengan menahan nafas.

Setelah sampai pada bahu yang kanan lalu menarik nafas, baru mengucapkan (zikir kedua) yaitu  kalimah itsbâtIllAllah yang dipukulkan (oleh dagu) tersebut ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah payudara kiri.

Bahu kanan sebagai tempat menarik nafas ketika hendak mengucap kalimah nafi “illAllahadalah simbolnya “maqâm firâq”. Simbol pisahnya yang hak dan yang batal. Simbol nafinya dzat, sifat dan af’alnya hamba supaya dapat membuktikan bahwa satu-satunya yang wujud dan yang ada adalah yang diitsbatkan (ditetapkan) dalam hati.  Yaitu Diri-Nya Ilahi al-ghaib yang hanya dapat diketahui dari guru wasithah yang berhak dan sah menunjuki.

Maksud dan kandungan makna dari zikir mukaddimah (zikir pertama dan kedua), yang bertempat pada bahu kiri (tempat mulai thawaf) dan bahu kanan (tempat menarik nafas) adalah simbol hamba yang mempunyai keberanian dengan tekad, mantab, meski betapapun berat resiko yang harus ditanggung guna memenuhi amanat ilahi.

Baca juga:  Sabilus Salikin (5): Dasar Hadis Tarekat

Jadi sebagai simbol keberanian memikul amanah dari Allah SWT. yaitu:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ

Sembahlah Tuhanmu hingga datang yaqin (mati)

Ayat tersebut mengandung makna supaya menyembah Tuhan yang asma’nya Allah dengan kesungguhan berjihâd an-Nafsi supaya dapat lulus dalam mengikuti watak dan jejak para malaikatul muqarrabin, rela sepenuh hati sujud (memperlakukan diri bagai mayit yang patuh dan taat di hadapan yang berhak dan sah mensucikannya) hingga akan ditarik fadhal dan rahmat-Nya dapat seyakinnya merasakan kehadIran yang disembah itu.

Ketika menjelajahi jagat (menjalani kehidupan dunia sebatas umur masing-masing sebagai ujian dan cobaan ini) supaya dapat lurus harus berani menahan nafas, karena menahan nafas merupakan lambang sesuatu yang amat sangat penting. Agar dapat menjadi hamba-Nya Ratu Adil, karena dapat dimengertikan  bagaimana cara mengadili diri sendiri supaya hidupnya tidak ditipu daya, apalagi hingga sampai diperintah dan dijajah oleh hawa nafsu.

Lalu menjadi hamba yang hurriyah tammah. Menjadi hamba yang rasa jiwanya merdeka sejati. Menjadi hamba cahaya-Nya Ilahi di muka bumi. Dijadikan oleh-Nya dapat mengaktualisasikan fitrahnya jati diri.

Karena itulah ketika melakukan zikir istbat (IllAllah), dagu dipukulkan ke arah hati sanubari supaya markas besarnya nafsu lawwamah ini tidak berfungsi (dapat dikendalikan).

  • Nafi Itsbât

Kalimah Nafi Istbât (kalimah Thoyyibah) yaitu “Lâ Ilâha IllAllah” (dilafalkan secukupnya).

Zikir ini dilakukan sebanyak mungkin dengan menghidupkan angan-angan, bahwa semua hal tentang dunia dan apa saja termasuk jiwa raganya, nafi, tidak ada. Dibarengi dengan hati mengintai-intai dirinya Ilahi. Dan apabila masih selalu merasakan ada terhadap apa saja (dan ternyata memang demikianlah yang terjadi), maka segeralah menyadari atas salah dan dosanya sendiri.

Baca juga:  Sabilus Salikin (163): Wasiat-wasiat Syaikh Muhammad Samman kepada Para Murid

Masih banyaknya lakon dan pitukon yang belum dijalani. Masih banyak sekali keteledoran dan masih sangat kurang kesungguhannya dalam ber-jihâd al-nafs. Dengan demikian jiwa dan taubat nasuha-nya terus menghidupi diri. Itulah sebabnya warga Syathariyah apabila melakukan zikir nafi istbat suara yang dikeraskan adalah suara nafi-nya. Sebab begitu mengucap “ill” (yang lengkapnya IllAllah) suara seperti dimasukkan ke dalam yang mempunyai asma’ Allah SWT.

  • Itsbat Faqad

Zikir ini berupa lafal “illAllah” (diucapkan sebanyak 7x). dipukulkan kedalam hati nurani dengan alat pemukul dagu. Bermaksud mempertegas bahwa hanya diri-Nya lah Dzat yang Wujud dan yang Ada. Sehingga hati yang menjadi markas besarnya nafsu lawwamah  ini benar-benar diam. Tidak akan mengganggu perjalanan dan cita-cita hati nurani, ruh dan rasa dalam tujuan mendekat sehingga sampai ma’rifat kepada-Nya.

  • Ismu Dzat

Zikir Ism Dzat yaitu “Allah” (diucapkan sebanyak 7x) Arah yang dipukul oleh  dagu tepat pada tengah-tengah dada. Mengarah  pada ruh yang keberadaannya di dalam hati nurani. Supaya benar-benar disadari dan dipahami bahwa ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan dengan keluar masuknya nafas dalam dada, lalu karena itu wujud jiwa raga mempunyai daya dan kekuatan, ini semua adalah  min rûhihi.

Daya dan kekuatan Allah Swt sama sekali bukan bukan daya dan kekuatan nafsu yang terbiasa telah diaku oleh wataknya nafsu. Sebab bila demikian diterus-teruskan sama saja dengan telah berani menjadi hamba yang menyekutukan Tuhannya.

  • Zikir Taraki

Zikir TaRAki yaitu “Allah huwa (dibaca Alla huw) dibaca sebanyak 7x atau ganjil. Ucapan Allah diambil dari dalam dada, dan “huw” dimasukkan ke dalam baitul makmur (markasnya berpikir). Maksudnya supaya markas besarnya berpikir ini selalu dicahayai oleh cahaya Ilahi, sehinga potensi pikir akan benar-benar dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah dunia.

Baca juga:  Sabilus Salikin (54): Syarat-syarat Menjadi Salik

Bagi mengelola garapan dunia yang oleh Allah dicipta tidak sia-sia dan tidak batal ini, namun karena markas berpikir selalu diterangi oleh cahaya-Nya, sama sekali tidak akan ditujukan untuk mengumpulkan harta benda dunia, bersenang-senang, mengumbar hawa nafsu dan syahwat.

Berbangga-bangga dan bermegah-megah dengan kehidupan dunia. Tetapi semata-mata demi untuk subhaanaka. Demi untuk mensucikan Dzat yang Maha Suci. Oleh karena itu, hasil kerja kerasnya semata-mata dijadikan sebagai pancatan yang kokoh, guna mensucikan diri supaya dapat sampai selamat dan bahagia bertemu kembali dengan Dzat yang Maha suci.

  • Zikir Tanazul

Zikir ini berupa lafad “Huw Allah” (sebanyak 7x). “Huw” diambil dari baitul makmur (otak), dan kalimah Allah dimasukkan ke dalam dada. Sebab akhirat itu pintu masukknya ada di dalam dada. Al-taqwa haahuna (tiga kali) sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw yang dituding beliau adalah dadanya.

Sehingga akan senantiasa berkesadaran tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi, bahwa hidup dan kehidupan dunia dengan segala kewajiban hamba yang dilakukannya adalah merupakan proses nyata terhadap kandungan makna “inna lillaahi wa inna ilaihi rajiuun”

  • Zikir Ismu Ghaib

Zikir Isim Ghaib yaitu “Huwa” (dibaca huw dengan mulut tertutup, secukupnya)

Dengan mata terpejam dan mulut dikatupkan. Yang diarahkan tepat pada tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman Rasa yang telah diisi dengan zikir (ingatnya hati nurani pada al-ghaib, isinya Huw).

Zikir huw ini asalnya dari ha’ wawu di dhammah. Yaitu dhamir huwa. Dhamir yang maknanya adalah “sesuatu yang tersimpan di dalam hati tentang ada dan wujud diri-Nya Dzat al-ghaib yang Allah Asma’-Nya. Dan ini adalah makna kandungan firman Allah SWT. dalam Surat al-Ikhlas:

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top