Sedang Membaca
Sampaikanlah Kebenaran Meskipun Lucu: Humor Kiai Mahrus Aly hingga Gus Dur
Ren Muhammad
Penulis Kolom

Ren Muhammad adalah pendiri Khatulistiwamuda dan penulis buku. Tinggal di Jakarta, menjabat Ketua Bidang Program Yayasan Aku dan Sukarno, serta Direktur Eksekutif di Candra Malik Institut.

Sampaikanlah Kebenaran Meskipun Lucu: Humor Kiai Mahrus Aly hingga Gus Dur

SEPERTI Pandir yang kebangetan dungu, atau Bolot yang kelewatan tuli, dan Abu Nawas yang suka ceplas-ceplos, figur Gus Dur juga berpeluang hidup dalam imajinasi masyarakat Indonesia sebagai pengejawantahan hidup beragama secara santuy.

Sebagai seorang kiai kelas wahid–sesuai nama yang ia sandang, Gus Dur sungguh benar mempraktikkan beberapa ayat Alquran yang senada. Salah satu redaksinya berpesan demikian:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini kecuali main-main dan senda gurau belaka. Sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahami? QS Binatang Ternak [6]: 32.

Mudah sekali menemukan kelucuan yang terkadang paradoks dalam laku lampah kehidupan Gus Dur. Kalangan Nahdliyin bisa urunan cerita terkait itu, bila sedang berkumpul dalam suasana apa saja. Kendati cerita yang sama berulang kali dituturkan, tetap saja mengundang gelak tawa para pendengarnya.

Sebagai itikad sederhana, saya juga hendak ikut menabung cerita humor yang bersinggungan dengan cucu Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari ini. 

Usai dilengserkan dari jabatan Presiden RI dalam sidang MPR RI pada Juli 2001, Gus Dur sama sekali tak bersedih, apalagi meratapi hilangnya jabatan itu. Ia masih tetap apa adanya, tetap sabar dan tidak kehilangan selera humornya dengan melempar ragam cerita lucu. 

Sehari setelah Gus Dur lengser, para kiai khos NU dari pelbagai daerah dan pengurus DPP PKB menemuinya di Istana Negara. Ada Rais Syuriah PBNU KH Muchit Muzadi, Mustasyar PBNU KH Ahmad Idris Marzuki, KH Cholil Bisri, dan ketua FKB MPR KH Yusuf Muhammad. Dalam pertemuan itu para kiai maupun Gus Dur sama menghindari percakapan beraroma politik. Gus Dur malah lebih banyak bercerita lucu sehingga membuat semua hadirin tertawa lepas. Begini kisahnya.

Baca juga:  Humor Gus Dur: Korupsi Soeharto Sudah Banyak

“Dulu ada seorang kiai di Denanyar, Jombang, yang pandai mengobati orang sakit. Namun cara dan doa yang digunakan cukup unik. Suatu kali, kiai itu mengobati orang sakit gigi. Ia mengambil paku, lantas dimasukkan ke dalam mulut pasien, persis di tempat gigi yang sakit. Sang kiiai lantas membaca surat an-Nas. Ketika sampai pada ayat terakhir, bunyinya bukan minal jinnati wan naas, namun minal jinnati waras (sehat) “

Demi mendengar kisah itu, jangankan para kiai khos yang terpingkal-pingkal, pasien yang sedang sakit gigi itu pun seketika sembuh. Mulutnya tak sempat terkatup karena keburu tertawa terbahak-bahak. Ia mendadak lupa kalau sedang berhadapan dengan seorang kiai.

Ada lagi riwayat lain yang akan saya nukil. Kali ini berhubungan dengan Kiai Mahrus Aly, yang pernah tenggelam di Bengawan Solo, Tuban, bersama mobil yang ia tumpangi. Peristiwa fatal ini karuan bikin geger para penderek, termasuk bupati Gresik–dan tentu tim SAR yang sedang bertugas.

Singkat cerita, mobil nahas itu pun berhasil ditemukan. Lantas ditarik ke permukaan bengawan. Namun yang bikin gemas adalah, seluruh penumpang dalam mobil tersebut ternyata selamat. Sedikit pun tak ada air yang masuk ke dalam mobil Mbah Mahrus. Semua segar bugar. 

Baca juga:  NU dan Tradisi Otokritik: KH M. Hasyim Asy'ari Saja Dikritik

Kiai Mahrus lalu membuka kaca mobil. Menghembuskan asap kretek yang dihisapnya. “Ternyata merokok menghidupkanmu, tidak membunuhmu,” canda KH Chalwani Berjan, shohibul hikayat.

Peristiwa tersebut kemudian dimuat Jawa Pos dan Surabaya Pos dengan judul: “Ada Kyai Anti Air.”

Dua kisah yang menabrak logika umum itu, bisa kita jadikan bahan perenungan. Hidup itu, jangan terlampau tegang. Santuy aja. Apa pun soal yang dihadapi dengan tenang, niscaya menimbulkan keajaiban. Entah itu dalam pikiran, perasaan, atau tindak-tanduk kita di kehidupan. Semua kan indah pada waktunya. 

Seribu empat ratus tahun silam, Rasulullah Muhammad saw pernah mengisengi istrinya. Sepekan sebelum beliau wafat. Saat itu Rasulullah saw baru saja kembali dari sowan maqam para sahabat di Baqi.’ Lalu Jibril as menemui Beliau dan mengajukan dua pilihan: apakah Rasulullah saw menginginkan dunia dan segala isi kandungannya, atau bertemu Allah? Rasulullah saw pun memilih yang kedua.

Setiba di rumah, Aisyah ra menyambut Rasulullah saw seraya berkata: “Wahai Rasul, kepalaku pusing.” Rasulullah pun tersenyum sambil menjawab, “Demi Allah, wahai istriku, kepalaku juga pusing sekali.” Lalu Rasulullah bertanya kepada Aisyah sembari bersenda gurau, “Apa yang menjadi beban pikiranmu, bila engkau meninggal duluan sebelum daku?”

Aisyah pun menjawab dengan senda mesra, “Demi Allah, jika demikian wahai Rasulullah, engkau tinggal kembali ke para istrimu yang lain.” Rasulullah tersenyum mendengar jawaban Aisyah, dan pada malam itu beliau tidur dalam keadaan sakit. Inilah permulaan segala duka lara umat yang akan ditinggalkannya.

Baca juga:  Kiai Ali Maksum, Sumber Inspirasi Kosmopolitanisme Islam Gus Dur?

Kita kembali ke pokok bahasan. Siapa pun manusia yang berhasil menertawakan kesedihannya, niscaya ia telah berhasil menemukan kelucuan hidupnya sendiri. Rasulullah saw saja, masih bercanda ria bahkan jelang wafatnya. Tak cukupkah itu sebagai teladan? 

Nah, sebelum kita berpisah. Saya kira Anda harus tahu sepenggal kisah tentang kiai dari wilayah Gondrong, Tangerang, berikut ini. Suatu kali, ia ingin membebastugaskan para pendereknya, dan berjalan sendirian mengunjungi teman sepondokan dulu, yang mukim di daerah Pakuhaji. 

Usai temu kangen beranjangsana, ia pun bergegas kembali ke pondokan. Manakala melihat seorang pengojek motor berkepala plontos, kiai kita ini pun langsung duduk di jok belakang. Motor pun sontak bergerak. Tak lama, si pengojek bertanya sopan pada kiai.

“Oh iya. Bapak kiai mau ke mana dah?”

Pertanyaan itu malah dibalas tanya oleh sang kiai.

“Kalau sampai Gondrong berapa, Bang?”

Demi mendengar itu, laju sepeda motor pun berhenti. Abang ojek langsung membanting helm. Lalu menyilakan penumpangnya yang lugu, mencari angkutan lain. 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
3
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top