Sedang Membaca
Ramadan dan Perilaku Memaafkan

Dosen Psikologi IAIN Ambon.

Ramadan dan Perilaku Memaafkan

  • Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa perilaku memaafkan dapat mengatasi hal-hal negatif.

Ramadan, bulan penuh berkah. Pada bulan ini, kitab suci Alquran diturunkan. Di bulan ini juga, kita diperintahkan untuk menahan hawa nafsu melalui puasa sejak terbit sampai terbenamnya matahari.

Di akhir bulan ini, kita akan merayakan Idulfitri dengan saling memaafkan. Semoga di bulan yang penuh berkah ini kita semua kembali suci, dari mengontrol hawa nafsu, serta berpuncak pada upaya saling memaafkan antarsesama manusia.

Jika mencermati agenda di bulan penuh berkah ini, sedikit tertuang ada kalimat “Mohon Maaf Lahir dan Batin”. Kata-kata itu bermakna ada upaya untuk saling memaafkan antarsesama manusia.

Maaf secara lahir saja tidak cukup, harus juga diperkuat dengan maaf batin. Artinya, pemaknaan terhadap agenda saling memaafkan di bulan Ramadan sangat menarik untuk dibahas, terutama yang berkaitan dengan maaf batin tersebut.

Memaafkan adalah suatu sistem perilaku yang sangat penting. McCullough, Wortington, dan Rachal mengatakan bahwa perilaku memaafkan ialah seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang agar tidak membalas dendam serta meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang menyakiti.

Lanjut McCullough dkk bahwa perilaku memaafkan juga dapat meningkatkan rekonsiliasi dengan pihak yang menyakiti. Enright mengartikan perilaku memaafkan sebagai sikap untuk mengatasi hal-hal negatif serta penghakiman terhadap orang yang bersalah.

Baca juga:  Iklan Ramadan: Waraslah!

Lebih jauh, Derrida mengungkapkan bahwa perilaku memaafkan sangat identik dengan istilah pengampunan, yang mana hal ini mengandung ciri memaafkan suatu hal yang tidak bisa dimaafkan.

Jadi, perilaku memaafkan ialah proses motivasi (motif: dorongan) seseorang untuk memberikan pengampunan atas kesalahan yang dilakukan orang lain, sehingga dapat meminimalisir kebenciannya terhadap orang yang menyakiti tersebut.

Menurut Thompson, Snyder, dan Hoffman bahwa perilaku memaafkan terdiri dari tiga aspek yaitu memaafkan diri sendiri, memaafkan orang lain, serta memaafkan situasi. Memaafkan diri sendiri yaitu individu yang berusaha memaafkan dirinya sendiri, walaupun dampak rasa sakit hati terhadap orang lain sangat menyakitkan dirinya.

Memaafkan orang lain ialah individu yang berusaha memaafkan kesalahan yang diperbuat orang lain terhadap dirinya. Terakhir, memaafkan situasi yaitu individu yang berusaha memaafkan situasi walaupun keadaannya terasa sangat buruk bagi dirinya.

Jika mencermati ketiga aspek tersebut, terlihat bahwa ada keinginan untuk berdamai, yang tertuang pada upaya individu untuk tidak membalas dendam serta membuang keinginan untuk membenci orang yang menyakiti dirinya. Artinya, perilaku memaafkan sangat berdampak pada rekonsiliasi antar-individu.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa perilaku memaafkan dapat mengatasi hal-hal negatif. Thompson dkk mengungkapkan bahwa perilaku memaafkan dapat mengatasi kecemasan serta kemarahan yang disebabkan oleh rasa dendam.

Rassmussen dan Lopez juga mengatakan bahwa perilaku memaafkan dapat meningkatkan kesejahteraan psikologi (psychological well-being). Laroine juga mengatakan bahwa perilaku memaafkan sangat berdampak pada self-esteem, emotional regulation, dan value harmony.

Artinya, perilaku memaafkan ini sangat berdampak baik bagi kondisi psikologis individu. Oleh sebab itu, di bulan yang penuh berkah ini, mari kita semua kembali ke titik nol, dengan saling memaafkan antar-sesama.

Baca juga:  Soal Toleransi Beragama, Indonesia Baik-Baik Saja

Melalui perilaku memaafkan ini, mari kita ciptakan situasi yang harmonis sehingga kesejahteraan psikologis terbagi sama-rata. Semoga di bulan penuh berkah ini juga kita semua kembali suci. Amin. (atk)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top