Sedang Membaca
Kurma, Kelapa, dan Tradisi Agama

Peneliti di Research Center for Biology, Indonesian Institute of Scienties

Kurma, Kelapa, dan Tradisi Agama

Dalam video klip pada salah satu lagunya yang berjudul Thola’al Badru, penyanyi legendaris asal Mesir. Video tersebut entah sengaja dibuat atau potongan dari film mengenai Nabi tidak begitu jelas bagi saya.

Dalam klip yang berdurasi lebih dari enam menit digambarkan kegembiraan penduduk Madinah menyambut Nabi. Penduduk Madinah saat mengetahui bahwa telah tampak dari sela-sela dua gunung kehadiran Nabi langsung berhamburan di jalanan. Menyambut Nabi Muhammad yang hijrah.

Yang menarik dari video tersebut, selain masyarakat menggunakan alat musik seperti rebana juga banyak di antara penduduk tersebut yang melambai-lambaikan pelepah kurma (Phoenix dactylifera). Nabi pun, walau tidak ada visualnya tetapi dari catatan sejarah menunjukkan kesenangannya, tidak ada informasi yang menyebut Nabi kurang berkenan atas penyambutannya, terutama dengan penggunaan pelepah kurma.

Nabi memang menjaga tradisi baik yang ada di masyarakat bahkan menambahkan, tidak hanya pada nilai dan makna tetapi juga pada kualitas dan kuantitas. Di antaranya adalah puasa di bulan Muharram. Pada puasa ini, Nabi menambahkan jumlah hari yang sunah atau baiknya berpuasa pada bulan tersebut. Bila biasanya umat terdahulu satu hari berpuasa, Nabi memodifikasi untuk beberapa hari berpuasa.

Kebijakan lain Nabi yang melestarikan tradisi adalah menjaga hima, yaitu satu kawasan yang dijaga kelestariannya sebagai sumberdaya air. Tradisi ini telah ada sebelum adanya nabi. Ketika Nabi berdakwah, tradisi tersebut tidak hilang bahkan ditambahi dengan memperbaiki pengelolaannya, yakni dengan dibuat orang yang bertugas menjaga kawasan tersebut.

Penggunaan pelepah kurma tentu bukan karena alasan fungsional semata, yakni tumbuhan yang ada di sekitar masyarakat saat itu hanya pelepah tersebut. Penggunaan pelepah pohon kurma terkait juga dengan tradisi masyarakat Arab yang sudah melekat terkait dengan pelepah kurma. Penggunaan pelepah merupakan bentuk simbolik lagi penghargaan, penghormatan, serta pengagungan dari masyarakat pada sosok Nabi.

Baca juga:  Pesantren Telah Teruji Toleran

Tidak hanya Nabi Muhammad yang diberlakukan demikian, Nabi Isa ketika kembali ke Bethlehem pun disambut dengan lambaian pelepah kurma.

Bagi masyarakat Arab, pohon kurma memiliki banyak kegunaan. Buahnya menjadi makanan favorit kaya akan nutrisi dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh dalam menghadapi iklim gurun.

Bahkan, dalam salah satu riwayat disebutkan Nabi selalu berbuka dengan buah kurma, yang dinamakan kurma ajwa. Orang Islam pun sunah berbuka puasa dengan buah kurma. Dengan alasan agama, banyak beredar berbagai jenis kurma selama bulan ramadan.

Selain dimanfaatkan buahnya, masyarakat Arab juga memanfaatkan serabut dari pohon ini untuk menghentikan pendarahan karena luka. Caranya, serabut dicampur dengan air dan ditempelkan pada luka yang mengeluarkan darah.

Kurma (Phoenix dactylifera) merupakan famili dari Palmae atau palem-paleman. Penggunaan famili palem sangat beragam.

Dalam tradisi nasrani, pelepah dari palem ini digunakan sebagai alat untuk membaptis seseorang yang beralih keyakinan, dari keyakinan pagan pada keyakinan monoteisme (nasrani).

Pada masa Mesir, yakni era Julius Caesar, digambarkan bahwa para pembesar kerajaan menggunakan simbol palem pada topi kebesaran yang digunakan di kepalanya. Dengan adanya simbol pelepah atau bagiannya menandakan bahwa orang tersebut adalah orang mulia.

Famili tumbuhan tidak hanya tumbuh di gurun sahara, melainkan juga di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Di Indonesia itu sendiri, satu famili dengan kurma dan memiliki kesamaan pandangan masyarakat terhadapnya adalah kelapa (Cocos nucifera). Pohon ini adalah satu-satunya jenis di marga Cocos. Masuk ke tribe (puak) Cocoeae. Kelapa atau Cocos nucifera diyakini oleh ilmuwan botani berasal dari kawasan flora malesiana (satu kategori yang digunakan dalam biologi, terutama tumbuhan, untuk menyebut kawasan persebaran tumbuhan yang khas dan kesamaan ciri-ciri, termasuk di dalam kawasan ini adalah Indonesia, Malaysia, Brunei, Papua Nugini, Singapura, Filipina, Timor Leste, Kepuluan Solomon).

Baca juga:  Pendidikan Pesantren (2): Tradisi Sanad dan Mentalitas Santri

Argumentasinya adalah hanya di Malesia ia ditemukan liar dengan tinggi lebih dari 40 m (di Sulawesi). Kajian DNA pun mendukung bahwa Cocos nucifera dari Malesia. Pohon ini menyebar ke belahan dunia yang lain melalui cara alami lewat laut dan dibawa oleh manusia dalam pelayarannya.

Pada masyarakat Nusantara, kelapa menempati posisi penting dalam kehidupan, utamanya terkait dengan kepercayaan. Dalam rites of passage (ritus peralihan) masyarakat yang ada di Nusantara tidak lepas dari penggunaan pohon kelapa sebagai bagian pentingnya. Buah dan daun selalu digunakan sebagai komponen penting suatu tradisi, dari kelahiran sampai kematian.

Dalam tradisi Nusantara, janur dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk satu desain yang indah. Bentukan dari janur di tempatkan di samping kedua mempelai sebagai hiasan. Selain itu, janur juga dibuat dalam bentuk lain yang di tempatkan di sekitar rumah mempelai.

Dengan adanya janur menandakan bahwa suatu rumah sedang ada resepsi perkawinan. Kondisi ini melahirkan peribahasa “Sebelum janur melengkung, pantang putus asa dalam meriah cinta si gadis”. Artinya, ketika sudah ada janur maka persaingan dalam merebut hati perempuan sudah tertutup.

Yang tidak kalah penting adalah pemanfaatan daun kelapa untuk dijadikan bungkus makanan. Ketupat namanya.

Setiap Idul Fitri, dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia (muslim) memasak ketupat. Daun kelapa dibuat empat persegi atau bentuk lainnya, kemudian diisi dengan beras, lalu dikukus. Setelah matang, ada lauk pauk berupa opor. Dalam penyajiannya, bagian dalam ketupat dipotong dadu kecil-kecil, lalu dicampurkan dengan opor.

Baca juga:  Kuli, Kiai, Komando: 3K Ajaran Mbah Lim

Sedemikian mengakarnya makanan ketupat pada hari raya Idul Fitri sampai menjadikan ketupat sebagai simbol dari Idul Fitri itu sendiri. Ucapan Selamat maupun peringatan yang berkaitan dengan Idul Fitri dapat dipastikan menggunakan ketupat.

Sejatinya, ketupat bukan hanya milik orang Islam di Indonesia semata, melainkan penganut agama yang lain pun menggunakannya. Ketupat dijumpai dalam sesajen masyarakat hindu di Indonesia. Masyarakat di Bali pun menggunakan ketupat untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai sajen walau dengan variasi bentuk.

Jenis makanan yang dibungkus merupakan tradisi masyarakat Nusantara sejak lama. Di candi Borobudur ditemukan satu relief yang mengindikasikan sudah adanya makanan yang dalam prosesnya melalui bungkus terlebih dahulu sebelum dimasak. Relief tersebut merupakan bentuk tipe atau bentuk awal dari makanan bungkus.

Pengolahan makanan yang demikian merupakan satu teknologi pangan hasil kreatifitas masyarakat. Dengan dibungkus terlebih dahulu lalu dimasak, makanan menjadi relatif lebih lama bertahan.

Makanan tersebut dibuat untuk bekal perjalanan jauh yang melintasi hutan. Dengan membawa bekal makanan yang awet, orang tidak akan kekurangan makanan selama dalam perjalanan.

Menjumpai masyarakat yang sudah memiliki pranata sosial-budaya lengkap, para penyebar agama Islam menggunakan strategi yang berbeda dalam penyebarannya. Mereka tidak berusaha mengganti bentuk budaya yang sudah ada, melainkan memberikan makna-makna baru terhadap tradisi atau budaya yang telah mapan. Diantaranya mengenai ketupat.

Para wali yang menyebarkan agama terutama Sunan Kalijaga memodifikasi tradisi yang sudah melekat kuat di masyarakat. Beliau memberikan makna dan filosofi baru terhadap tradisi setempat. Ketupat misalnya, oleh para wali diselerasakan dengan nilai-nilai agama (Islam). Dengan cara demikian, tidak saja ajaran agama dapat diterima masyarakat, melainkan tradisi tetap bertahan bahkan memiliki makna baru,

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top