Sedang Membaca
Di Manakah Nabi Khidr As Berada?
Riza Bahtiar
Penulis Kolom

Peneliti Kindai Institute Banjarmasin

Di Manakah Nabi Khidr As Berada?

Pernahkah Anda memikirkan di mana Nabi Khidr As bersemayam? Bagi mereka yang meyakini bahwa dalam kehidupan ini terdapat adanya waliyullah tentu sering mendengar cerita betapa para wali itu dalam kesempatan tertentu bisa didatangi Khidr. Lantas bila demikian, di manakah Khidr itu berada?

Sa’id Nursi (1877-1960) memiliki jawaban atas pertanyaan menarik ini. Ia adalah seorang ulama Sunni keturunan Kurdi. Sezaman dengan Mustafa Kemal Ataturk, Sa’id Nursi bisa disebut seorang imbangan bagi Bapak Turki tersebut. Bedanya bila Mustafa Kemal merupakan Bapak Sekularisme Turki, Sa’id Nursi bagi pengikutnya dianggap sebagai seorang mujadid atawa pembaharu keagamaan di Turki sendiri.

Keyakinan terhadap posisinya sebagai pembaharu inilah alasan mengapa gelar badi’uzzaman dilekatkan pada Sa’id Nursi. Sa’id Nursi adalah seorang guru sufi yang hampir sepanjang hidupnya berada dalam kurungan rumah. Namun, pengaruhnya sangat besar. Beliau dipandang sebagai wali yang hidup dengan kemampuan hapalan yang di luar nalar. Terkenal karena karyanya Kumpulan Risale-i-Nur yang berisi komentar-komentar dan tafsirnya atas Alquran dan Islam, termasuk kehidupannya sendiri, yang mencapai enam ribu halaman lebih.

Tak berpanjang lebar, dalam tulisan berikut, saya ingin mengangkat pandangan sang Badi’uzzaman tentang level-level alam. Uraian ini terdapat dalam Risale-i-Nur karyanya. Isinya agak panjang, namun inspiratif. Wawasan tentang level alam ini beliau terkristalkan dalam jawaban atas satu pertanyaan spesifik yang diajukan kepadanya. Pertanyaan ini berbunyi: Apakah nabi Khidr AS itu hidup? Jika dia hidup mengapa banyak ulama terkenal yang menolak mengakui bahwa beliau hidup?

Sa’id Nursi menegaskan bahwa Nabi Khidr As itu hidup. Hanya saja alam tempat beliau berada itu berbeda dengan alam di mana kita tinggal. Sa’id Nursi mendedahkan bahwa ada lima level alam dalam kehidupan ini. Khidr As berada di alam level kedua. Itu sebabnya tidak sedikit ulama yang meragukan keberadaannya.

Level alam kehidupan yang pertama adalah level yang kita jalani kini-dan-di sini. Sebutlah ini alam jasmani. Sejatinya, alam ini bersifat sangat terbatas.

Baca juga:  Peradaban Makam, Keindonesiaan, dan Fadli Zon

Level alam yang kedua adalah alam di mana Nabi Khidr As dan Ilyas AS berada. Alam jenis ini dalam taraf tertentu bersifat bebas. Artinya, mereka bisa hadir di berbagai tempat dalam waktu yang sama. Mereka tidak selalu dibatasi kebutuhan manusiawi seperti halnya kita. Mereka bisa saja makan dan minum saat mereka ingin, tapi tidak jadi keharusan sebagaimana kita. Para wali yang mencapai mukasyafah (terbuka hijab) dan pengetahuan hakikat menyebutkan hampir secara bulat pengalaman-pengalaman mereka bersama Khidr As. Ini menguatkan dan membuktikan level alam kedua yang telah disebutkan. Bahkan, disebutkan bahwa salah satu martabat kewalian adalah martabat Khidr As. Seorang wali yang mencapai martabat ini menerima arahan dari Khidr dan bertemu dengannya. Tapi, kadang kala seseorang itu terkecoh menyangka dirinya menjadi Khidr itu sendiri.

Level alam yang ketiga adalah alam yang dihuni oleh Nabi Idris dan Isa As. Alam ini lepas dari kebutuhan-kebutuhan manusiawi. Ia merupakan derajat kehidupan malakuti dan memperoleh kehalusan kekilauan. Sederhananya, Idris dan Isa hadir di langit dengan jasad kebumiannya yang memiliki kelembutan jasad dunia lahiriah dan kekilauan jasad astral.

Sa’id Nursi mengutip hadis yang menyebut bahwa pada hari Kiamat, Isa As akan datang dan bertindak sesuai syariat Muhammad SAW. Ini mengisyaratkan bahwa pada hari Kiamat agama Kristiani akan dimurnikan dan dilepaskan dari takhyul berwajah kekafiran dan ateisme yang lahir dari filsafat naturalis dan beralih menjadi Islam. Pada titik tersebut, di satu pihak kepribadian kolektif agama Kristiani akan membunuh kepribadian kolektif kekafiran yang menakutkan dengan pedang wahyu lelangit. Di lain pihak, merepresentasikan kepribadian kolektif Kristiani, Isa akan membunuh Dajjal, yang merepresentasikan kepribadian kolektif kekafiran, yakni dia akan membunuh pemikiran ateistik.

Baca juga:  Nabi Muhammad SAW dan Namus Agung

Level alam yang keempat adalah dunia yang dihuni oleh mereka yang mati syahid. Menurut Alquran orang yang mati syahid berada pada alam yang lebih tinggi tinimbang orang yang mati di kuburnya. Karena mereka mengorbankan kehidupan duniawinya demi jalan kebenaran, Allah yang Maha Pengasih menganugerahkan mereka di Alam Barzakh kehidupan yang menyerupai kehidupan kebumian tapi tanpa kesedihan dan kesukaran. Mereka tidak sadar bahwa dirinya telah mati dan hanya mengira telah pindah ke dunia yang lebih baik. Merasakan dirinya berada dalam kegembiraan yang paripurna, mereka tidak menderita rasa kepedihan yang menyertai datangnya kematian.

Tentu saja, ruh orang mati itu kekal, tapi mereka yang mati itu tahu bahwa mereka mati. Kegembiraan dan kesenangan yang mereka nikmati di Alam Barzakh tidak sama dengan kegembiraan orang-orang yang mati syahid. Ibarat dua orang yang bermimpi memasuki istana indah layaknya Surga, yang satu sadar bahwa ia bermimpi, merasakan betapa kesenangan dan keriangannya tidak sempurna.

Dia berpikir: “ Jika aku bangun, semua kesenangan ini akan sirna.”. Yang satunya, tidak sadar bahwa sedang bermimpi sehingga ia merasakan kebahagiaan dan kesenangannya secara sempurna. Demikianlah, orang yang mati syahid merasakan kehidupan secara berbeda di Alam Barzakh dibanding dengan orang yang mati biasa.

Banyak sudah kejadian dan kisah-kisah yang menguatkan apa yang dialami orang-orang yang mati syahid seperti disebut di atas dan menganggap diri mereka hidup. Sejatinya, level alam yang didiami orang yang mati syahid itu disesinari dan dibuktikan dalam banyak peristiwa. Misalnya peristiwa Hamzah bin Abdul Muthalib RA, paman sekaligus sahabat nabi, penghulu para syahid, yang melindungi orang yang bertawasul padanya. Dia melakukannya dan menjalankan tindakannya di dunia nyata ini.

Baca juga:  Romantisme ala Rasulullah SAW

Sa’id Nursi lantas bertutur tentang anak kemenakan sekaligus muridnya yang bernama Ubayd. Kemenakannya ini tewas di kediamannya tepat di sisinya dan mati syahid. Di saat Sa’id Nursi ditahan sebagai tawanan perang di satu tempat yang sangat terpencil, dia memasuki kubur kemenakannya tersebut dalam satu mimpi yang nyata. Menurut Nursi, tempat si ponakan semacam tempat hunian di bawah bumi, meski dia tak tahu di mana letak kuburan si ponakan.

“Aku melihatnya hidup di level alam orang yang mati syahid. Dia tampaknya mengira bahwa aku sudah mati dan bilang sangat berduka cita atasku. Dia menyangka dirinya masih hidup dan mengungsi sebelum invasi Rusia serta membuat rumah yang nyaman di bawah tanah. Bersandar pada isyarat ini, mimpi tidak penting saya meyakinkan saya tentang kebenaran hal tersebut di atas, sama yakinnya dengan penyaksian saya atasnya,” demikian tutur Nursi.

Level alam kelima adalah alam ruh orang mati di kuburnya. Ya, kematian adalah perubahan tempat tinggal, pembebasan ruhaniah, dan pelepasan dari kewajiban-kewajiban jasmaniah. Bukan pembinasaan, kehampaan, atau pun kepergian menuju ketiadaan. Banyak bukti-bukti yang membenderangi dan mengukuhkan level alam kehidupan ini, seperti banyaknya kejadian di mana ruh  para wali mengambil bentuk dan menampakkan diri pada mereka yang terbuka hijab, dan orang lain yang telah mati yang berkomunikasi dengan kita saat jaga atau pun tidur dan memberitahukan kita hal-ihwal yang bisa disesuaikan dengan realitas.

Demikian pendedahan keberadaan Khidr yang sekaligus menyingkapkan level-level alam di jagad raya di mana kita berada. Ila Syaikh Sa’id Nursi al-Fatihah. [ ]

 

Riza Bahtiar

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top