Cinema Lovers Communit (CLC) Purbalingga menurunkan tiga pegiatnya dalam program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) tahun 2019. GSMS yaitu program yang dijalankan Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam bentuk program seniman memberikan pembelajaran kesenian pada kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Di Kabupaten Purbalingga, program yang dimulai awal Agustus 2019 lalu dikoordinasi Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dari sekitar 30 seniman, terseleksi 21 seniman dari beragam latar, seperti bidang seni lukis, tari, musik tradisi, musik kontemporer, sastra, teater, dan film/media baru.
GSMS di Purbalingga terdapat 21 sekolah, 12 untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 9 untuk Sekolah Dasar (SD) yang tersebar hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Purbalingga. Program berlangsung sekitar tiga bulan dengan 27 kali pertemuan.
Untuk seni film terdapat di SD Negeri 1 Sangkanayu Kecamatan Mrebet yang diampu Bowo Leksono, SD Negeri 1 Karangcegak Kecamatan Kutasari yang diampu Nur Muhammad Iskandar, dan SD Negeri 1 Makam Kecamatan Rembang dengan pengampu Padmashita Kalpika Anindyajati.
Bowo Leksono mengatakan, mengajari film bagi anak-anak SD merupakan tantangan baru karena biasanya para pegiat CLC memberi materi produksi film bagi remaja dan anak muda setingkat SMP dan SMA. “Film untuk bisa masuk SD memang keinginan kami sejak lama, kebetulan ada program GSMS dari Kemdikbud, ya gayung bersambut,” tutur direktur CLC Purbalingga.
Materi film yang diberikan, baik teori maupun praktik, sama dengan yang biasa diberikan pada siswa setingkat SMP dan SMA, namun dengan bahasa komunikasi yang lebih disederhanakan.
Menurut Padmashita Kalpika Anindyajati, mengajar siswa SD sungguh melatih kesabaran. “Anak-anak itu kan sukanya bermain, ya kita harus menyesuaikan, bagaimana belajar membuat film dengan cara bermain namun tetap serius agar hasilnya juga baik,” ujarnya.
Pekan-pekan terakhir program GSMS di Purbalingga, setidaknya sudah menghasilkan beberapa kategori film, seperti vlog, video jurnalistik warga atau liputan, dokumenter sederhana, dan fiksi pendek. Di akhir program GSMS di Purbalingga, film-film hasil karya anak-anak SD tersebut akan ditayangkan bersama karya seni lainnya untuk diapresiasi masyarakat luas.
“Meski masih anak-anak, mereka cepat dalam menguasai teknologi. Tinggal bagaimana kita mengarahkan agar kemampuan mereka mewujud sebagai karya yang dapat dinikmati dan berguna bagi banyak orang,” Bowo Leksono mengakhiri.