Sedang Membaca
Vaksin adalah Representasi Keimanan dan Kecintaan Terhadap Negara
Avatar
Penulis Kolom

Mahasiswa UIN Jakarta dan Mahasantri Darus Sunnah International Hadith for Science.

Vaksin adalah Representasi Keimanan dan Kecintaan Terhadap Negara

Tahapan Normal Baru Di Pesantren Vaksin

Indonesia masih terus melakukan ikhtiar untuk menetralisir peningkatan covid-19. Saat ini pemerintah sedang menggalakkan program vaksin bagi masyarakat sebagai upaya mengendalikan pandemi yang telah mendera negara selama dua tahun. Dapat dilihat dari pergerakan polda dan elemen lainnya melalui kegiatan vaksin merdeka

MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah memberikan legitimiasi halal terkait penggunaan vaksin ini, artinya, agama sangat memperhatikan kehidupan sosial masyarakat terkhusus dalam bidang kesehatan.

Istilah “vaksin merdeka” tentu memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai nasionalisme. Isu ini diangkat pada bulan Agustus yang sejalan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. harapan pemerintah dapat menarik ketertarikan masyarakat, untuk berusaha merdeka dari covid melalui terciptanya herd immunity.

Secara sosio-keagamaan, program vaksin menyimpan nilai-nilai agama yang berjalan seiring dengan kemanusiaan. Dalam qawa’id al-khums salah satu hal yang terpenting untuk dijaga adalah menjaga diri, atau dikenal dengan istilah hifzu an-nafs. Terlebih al-Qur’an memberikan petunjuk bagi umat manusia, untuk menjaga diri mereka dari kebinasaan.

وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Tidak hanya diri sendiri, kewajiban kita sebagai makhluk sosial ialah menjaga serta melindungi satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, vaksin dapat diniatkan sebagai ibadah untuk menjalankan perintah agama.

Baca juga:  Akad "Wadi’ah" dan Turunannya (4) : Saat Titipan berubah menjadi Utang

Adapun secara nilai-nilai nasionalisme, vaksin merupakan representasi dari hubbu al-wathon (kecintaan terhadap negara). Mengapa demikian? setidaknya terdapat dua unsur yang saling berintegrasi dalam melaksanakan program vaksinasi ini.

Pertama, tanggung jawab pemerintah. Pemerintah menyadari akan tanggung jawabnya terhadap negara dan rakyat, bukan hanya dalam masalah politik, tapi juga ekonomi dan kesehatan warganya. Sehingga program vaksin menjadi alternatif yang paling penting untuk mengembalikan stabilitas negara.

Dalam mengambil kebijakan, pemerintah perlu memperhatikan kemaslahatan bagi masyarakat, yaitu dengan menghindari madharat dan kerusakan yang dapat timbul dari kebijakan tersebut.

تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة

“Kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya harus berdasar pada kemaslahatan”

Dari kaidah ini, terdapat dua nilai penting yang perlu diketahui. Nilai pertama, objek (khitab) ini ditekankan kepada pemangku kekuasaan. Bahwa kebijakan yang nantinya akan diambil, tidak boleh memberikan dampak kerusakan bagi rakyat. Nilai kedua, tanggung jawab para pemimpin terhadap rakyatnya. Bahwa pemimpin perlu memperhatikan kondisi negara dan rakyat. Sehingga dalam kondisi non-stabil seperti sekarang ini, pemerintah memiliki kewajiban untuk mencari solusi yang maslahat dan baik bagi negara serta rakyatnya.

Unsur kedua, tanggung jawab rakyat kepada pemimpinnya. Salah satu kecintaan rakyat kepada negara adalah menaati pemimpinnya. Dalam hal ini, agama sangat menekankan bagi umat islam untuk menaati pemimpin.

Baca juga:  Fikih Perubahan Iklim

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّـهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Pemimpin di antara kalian (Qs. An-Nisa:59)

Ketaatan kepada pemimpin diletakkan setelah ketaatan kepada Allah dan Rasulnya. Pemimpin di sini tidak didahului oleh kalimat “taati”, artinya, ketaatan kepada pemimpin merupakan ikatan dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka tatkala pemimpin memerintahkan dalam hal maksiat, tidak ada lagi kewajiban mendengar dan menaati mereka.

Namun, di tengah pandemi covid-19, tatkala pemerintah memutuskan sebuah kebijakan untuk menerapkan jaga jarak, memakai masker, hingga mengajak masyarakat untuk melakukan vaksinasi, sebagai usaha dan ikhtiar untuk menyembuhkan negara dan rakyat dari virus corona, maka tidak ada alasan untuk menolaknya.

Kebijakan para pemimpin berdasarkan para pakar keilmuan, ulama, dan pertimbangan yang mendalam mengenai program vaksin. Sehingga tidak terdapat sebuah kemaksiatan di dalamnya. Maka rakyat patut menaati dan menjalani kebijakan tersebut.

Dua unsur di atas harus saling berintegrasi untuk mewujudkan program vaksinasi ini, sebagai bentuk representasi keimanan dalam menjalankan ajaran agama, juga kecintaan terhadap negara. Wallahhu a’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top