Kajian terhadap karya ulama Nusantara bagi kaum pesantren masih terasa asing. Hampir setiap kajian keislaman di pesantren senantiasa merujuk pada kitab karya ulama dari Timur Tengah. Tak terkecuali dalam kajian hadis yang ringkas pun merujuk pada kitab hadis Arba’in al-Nawawiyah karya Abu Zakaria Muhyuddin al-Nawawi al-Syami. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh paradigma keislaman berwajah Arab sentris yang sudah ditanam lama oleh beberapa pesantren di Indonesia.
Meskipun demikian, terdapat beberapa tokoh Muslim Nusantara yang mencoba mengakomodir unsur-unsur lokalitas ke dalam karya-karya keislamannya, sekalipun tetap menggunakan unsur-unsur Arabnya. Salah satunya adalah kitab hadis al-Minhah al-Khairiyah fi Arba’ina Hadisan min Ahadisi Khair al-Bariyyah karya Syaikh Mahfuzh al-Tarmasi (w. 1920 M.), ulama’ hadis yang memulai untuk memasukkan hadis sebagai kurikulum pesantren. Kitab ini berisi kumpulan 40 hadis-hadis Nabi Saw. yang ditulis menggunakan bahasa aslinya –Arab- namun memiliki sisi lokalitas yang unik dari pada kitab-kitab hadis lainnya.
Nama lengkap al-Tarmasi adalah Muhammad Mahfūdz bin ‘Abdullah bin Abdul Manan at-Tarmasi. At-Tarmasi lahir pada 31 Agustus 1868. Ia dikenal dengan sebutan al-Tarmasi karena termasuk bagian dari klan Pesantren Tremas Pacitan, pesantren tertua di Jawa Timur. Kultur pesantren menjadikan al-Tarmasi tekun untuk mengaji tentang agama, hingga pada akhirnya ia menetap dan wafat di Makkah al-Mukarromah. Di sana al-Tarmasi menulis beragam karya dan mengajarkannya pada murid-muridnya. Akibatnya, beberapa manuskrip dari karyanya dimiliki oleh perpustakaan Riyadh, termasuk kitab al-Minhah al-Khairiyah ini. Keberadaan naskah kitab yang tidak ada di Indonesia menjadikan kitab-kitab al-Tarmasi kurang dikenal di kalangan pesantren Nusantara.
Mengingat status manuskripnya yang ada di Arab Saudi, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama memiliki inisiatif untuk menerbitkan karya-karya ulama Nusantara. Melalui program pemerintah tahun 2008, kitab al-Minhah al-Khairiyah secara resmi diterbitkan. Sayangnya hasil terbitan kitab ini tidak diperjualbelikan secara bebas di pasar. Kitab ini didistribusikan oleh Kemenag RI pada kampus-kampus Islam berbasis Negeri, seperti di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Keunikan dari kitab al-Minhah al-Khairiyah adalah pada struktur penyusunan dan status hadis-hadis yang ada di dalamnya. Apabila kitab-kitab hadis induk -seperti Kutub al-Sittah, ditulis berdasarkan urutan bab-bab fiqih, struktur kitab ini justru ditulis dengan model athraf al-kutub. Al-Tarmasi menuliskan hadis yang ia kutip dari bagian awal dan bagian akhir dari setiap kitab hadis mu’tabar, ditambah dari kitab Sulasiyat al-Bukhari. Meskipun demikian, hadis yang ditulis pertama kali dalam kitabnya adalah tentang kemanusiaan, yakni “irhamu man fi al-ardl yarhamukum man fi al-sama’ wa al-ardl” (asihilah manusia-manusia yang ada di bumi, niscaya kalian akan diasihi oleh penduduk langit dan bumi).
Al-Tarmasi termasuk ulama yang memilih untuk menuliskan hadisnya demgan corak arba’in. Ia mengutip sabda Nabi Saw. berikut:
من حفظ على أمتي أربعين حديثا ينتفعون بها بعثه الله يوم القيامة فقيها عالما
Barang siapa dari umatku yang menghafalkan 40 hadis maka akan memperoleh manfaat dan Allah Swt. akan membangkitkannya pada hari kiamat sebagai kelompok orang-orang alim dan faqih.
من حفظ علي أمتي أربعين حدثنا من أمر دينها قيل لها دخل من أي ابواب الجنة شئت
Barang siapa dari umatku yang menghafalkan 40 hadis dari perkara agamanya, maka baginya bisa masuk surga dari pintu yang ia kehendaki.
Tidak jauh berbeda dari kitab-kitab hadis Arba’in lainnya, kitab hadis Arba’in al-Tarmasi memuat tema-tema tentang pokok-pokok keislaman. Tema-tema itu dapat diklasifikasikan dalam empat pilar utama, yaitu tentang aqidah (teologi), ubudiyah (peribadatan), mu’amalah (relasi sosial), dan siyasah (startegi politik). Keempat hal itulah yang menjadi pilar-pilar penting dalam realitas kehidupan masyarakat Muslim di Indonesia saat ini. Inilah yang diajarkan al-Tarmasi melalui karyanya itu.
Sementara keunikan dari segi kualitasnya adalah hadis-hadis yang dikutip al-Tarmasi dalam kitab hadis Arba’innya diklaim memiliki status musalsal (sanadnya sambung) hingga Nabi Muhammad Saw. Hadis-hadis yang tercantum dalam Kutub al-Sittah umumnya diyakini memiliki kualitas yang sahih atau hasan, artinya hadis-hadis tersebut bisa digunakan sebagai pedoman (hujjah) bagi umat Muslim, apalagi hadis yang berstatus musalsal. Di sinilah al-Tarmasi dikenal sebagai ulama hadis Nusantara yang memiliki sanad keilmuan secara langsung hingga Nabi Muhammad Saw. Sebab itu, kitab hadis Arba’in al-Tarmasi ini sangat layak dikaji oleh para santri di Nusantara, mengingat kitab ini adalah karya anak bangsa. Allahu a’lam.
Ini dicetak dan diedarkan luas oleh pp buq betengan demak