Pagi di musim semi yang indah menyambut saya di kota Isfahan. Kota yang tadi malam tampak sepi, kini memperlihatkan wajah aslinya. Warga sudah tumpah ruah dan bersiap untuk menjalani aktifitas hariannya. Saya berharap Isfahan akan memberikan kenangan manis setelah tadi malam kejadian buruk menimpa saya.
Saya sudah tidak sabar untuk mengeksplor keindahan Isfahan yang melegenda. Kota ini sangat terkenal dengan julukannya sebagai nisf-e jahan yang memiliki makna setengah keindahan dunia dapat ditemukan di kota ini. Sebelum menjadi kota yang sangat indah, Isfahan telah melewati sejarah panjang bahkan bermula dari sebelum Masehi. Pada masa Persia kuno kota ini dikenal dengan nama Aspadana, sedangkan Spahan nama pada Persia pertengahan.
Kota yang berjarak 340 km dari Tehran ini memiliki posisi yang sangat strategis. Maka tak mengherankan jika kota ini sempat menjadi pusat pemerintahan berbagai penguasa. Sebut saja seperti dinasti Timurid, Buwaih, Seljuk, dan Safawi adalah dinasti-dinasti yang pernah menjadikan Isfahan sebagai kota utamanya. Jauh sebelum dinasti-dinasti Islam ini berkuasa, Isfahan sudah menjadi ladang perebutan kekuasaan antara kekaisaran Persia kuno dengan ancaman yang datang dari bangsa lain seperti Alexander Agung dari Macedonia.
Kota Isfahan menjelma menjadi kota yang sangat indah semenjak dikuasai oleh dinasti Safawi. Saat itu, Shah Abbas memindahkan ibukota Safawi dari Qazvin ke Isfahan. Ia mulai menata kota itu dengan mendatangkan arsitektur handal yang karya-karyanya masih bisa dinikmati hingga hari ini. Dari sinilah istilah nisf-e jahan mulai dikenal. Bahkan, saking terpesonanya dengan keindahan Isfahan, musisi jazz dunia Duke Elington dan Billy Strayhorn menulis lagu bertema Isfahan dalam album The Far East Suit tahun 1967.
Satu karya dari dinasti Safawi yang tidak mungkin dilewatkan ketika di Isfahan adalah naqhs-e jahan atau imam square. Ini adalah square atau alun-alun kedua terbesar di dunia. Ada empat bangunan yang mengelilingi alun-alun yaitu masjid Shah, masjid syekh Luthfulloh, istana Ali Qopu, dan Bazar Isfahan.
Dua masjid tersebut merepresentasikan arsitektur Islam yang luar biasa dengan kaligrafi dan mozaik-mozaik indah. Sementara, Ali Qopu adalah istana peninggalan dinasti Safawi dan bazar sebagai tempat dimana roda ekonomi berputar. Saya pun dibuat terpesonanya dengan kemegahan dan keindahan alun-alun ini.
Tak hanya square, Isfahan juga memiliki jembatan eksotis yang bernama siyose pol. Siyose pol dalam bahasa Persia berarti 33 jembatan. Yang dimaksud dengan 33 di sini adalah jumlah lengkungan yang terdapat di jembatan ini dari sisi satu ke sisi lainnya. Setiap lengkungan menyerupai setengah lingkaran, sehingga tampak seperti ruangan-ruangan kecil.
Jembatan ini juga merupakan warisan dari dinasti Safawi. Yang menarik jembatan ini diarsiteki oleh seorang etnis Georgia atas perintah Shah Abbas yang bernama Allahverdi Khan. Pembangunan dikerjakan dalam rentang waktu antara tahun 1599-1602 M. Panjangnya mencapai 297 meter dengan bahan dasar berupa batu dan bata. Jembatan ini sendiri dibangun di atas sungai Zayanderud yang melintasi kota Isfahan.
Sebetulnya, ada banyak sekali jembatan yang dibangun di Esfahan ini. Jumlahnya mencapai sebelas jembatan. Akan tetapi, Siyose Pol adalah yang paling fenomenal. Jembatan ini biasanya dijadikan inspirasi oleh para pujangga untuk membuat syair-syair indah. Seperti yang kita kenal bahwa Persia banyak sekali melahirkan para penyair dan mereka biasa menjadikan alam sebagai inspirasinya. Jembatan ini terlihat menawan, terlebih di malam hari jika sungai dipenuhi air.
Tak jauh dari Siyose Pol dengan naik bus sekali, kita akan sampai di sebuah taman yang di dalamnya terdapat bangunan dengan nama Hast Behest. Dalam bahasa Persia Hast Behest berarti delapan surga. Hast Behest ini adalah sebuah pavilium pribadi raja yang dibangun pada abad 17 Masehi atas perintah Shah Suleiman I, raja kedelapan dinasti Safawi.
Disebut Hast Behest karena di dalamnya terdapat delapan ruangan yang mengitari ruangan utama. Bangunannya berbentuk oktagonal dengan dua pintu masuk utama. Pavilium ini dihiasi oleh mural, seni bambu, dan seni plester. Langit-langitnya juga penuh dengan sentuhan seni yang menampilkan ornamen-ornamen indah. Pavilium ini tidak terlalu besar, tetapi sangat sejuk karena berada di tengah taman yang dipenuhi oleh bunga dan pepohonan. Sementara, di bagian depannya terdapat kolam yang yang memanjakan mata.
Seperti di taman pada umumnya, keluarga Persia senang menggelar tikar dan makan bersama di atas rumput. Saya sangat menyukai pemandangan seperti itu, hingga saya pun terbawa suasana dengan tiduran di atas rumput. Udara musim semi yang hangat membuat saya terlelap di bawah pohon yang rindang. Isfahan dengan warisan sejarahnya membuat semua orang yang berkunjung terpesona.