Adapun tulisan pemenang pertama lomba menulis Ramadan Berkah kategori Aliyah adalah Kautsar Luqyana Azri. Kautsar adalah Santriwati Pondok Pesantren Nurul Jadid Probolinggo. Selamat, Kautsar. Berikut tulisannya. Selamat menyimak!
Sejak menginjakkan kaki pertama kali di pesantren, ada pertanyaan yang seringkali mengganggu saya. Pertanyaan tentang mengapa ajaran-ajaran tentang kebersihan yang sudah menjadi konsumsi keseharian santri belum terwujud secara maksimal dalam kehidupan nyata? Hal ini tergambar dalam kondisi lingkungan di pondok pesantren yang masih terbilang kumuh. Jangan-jangan ini menunjukkan bahwa masih ada gap antara pemahaman dan praktik menjalankan perintah untuk menjaga lingkungan. Hal ini menggambarkan bahwa slogan An- Nazhofatu minal Iman yang tertempel di berbagai sudut pesantren belum menjadi ruh para santri.
Lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang terdapat di sekitar manusia. Lingkungan sangatlah penting bagi kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, lingkungan menjadi tempat hidup, tumbuh, dan berkembang yang terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah semua benda mati seperti tanah, udara, air, dan cahaya. Sementara komponen biotik adalah segala sesuatu yang hidup atau bernyawa seperti manusia, tumbuhan, dan hewan. Ketika tidak ada usaha untuk melestarikannya sama saja dengan menghancurkan kehidupan manusia secara perlahan. Sementara secara tidak langsung, lingkungan mengandung potensi alam dan sumber daya yang bisa dikelola untuk keberlangsungan hidup manusia.
Sebagian besar kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini tidak lepas dari perilaku manusia yang buruk terhadap lingkungannya. Hal ini telah dinyatakan Allah dalam surah Ar-Rum ayat 41 yang artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Selain bersifat informatif, ayat ini sekaligus menantang kita agar tidak termasuk dalam golongan orang orang yang dijelaskan dalam ayat di atas karena kita sebagai manusia telah dibekali akal untuk berfikir dan mengetahui mana yang baik dan buruk.
Berangkat dari kegelisahan atas kondisi lingkungan di pesantren, saya tertarik dengan isu-isu lingkungan. Selain kondisi lingkungan yang kumuh, adanya gap antara teori dan praktik kebersihan di pesantren mendorong saya agar melakukan sesuatu untuk mengubah ini. Greta Thunberg begitu menginspirasi saya untuk bisa menghilangkan label kumuh yang selama ini melekat pada pesantren. Dia adalah aktivis lingkungan remaja asal Swedia yang telah mengispirasi jutaan orang untuk merapatkan barisan dan berkampanye mengkritik para pemimpin dunia atas kegagalan mereka dalam mengatasi krisis perubahan iklim. Dengan dukungan kuat dari para guru dan teman-teman di sekolah dan asrama, berbagai cara saya lakukan bersama organisasi lingkungan yang ada di sekolah.
Saya sadar bahwa mengubah sebuah kebiasaan tidaklah semudah membalik telapak tangan, namun tidak ada perubahan yang tidak dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana. Bermula dari sharing ide dengan beberapa teman, kami mencoba untuk menggerakkan kegiatan kampanye lingkungan, salah satunya dengan penggunaan barang-barang bekas untuk kegiatan OSIS. Selain itu kami juga mengoptimalkan fungsi green house, sebuah tempat dengan bermacam- macam tanaman yang biasanya digunakan untuk mengembangkan kreatifitas para santri di bidang lingkungan. Upaya lain yang kami lakukan di pesantren adalah menghidupkan kembali program bank sampah yang sudah lama mati suri. Semua kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran para santri agar bisa mengamalkan ilmu yang sudah diajarkan oleh para kyai dan asatidz dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan terutama konsep An- Nazhofatu minal Iman.
Berbekal pengetahuan ilmu Biologi yang saya pelajari di sekolah, saya mencoba memahami ajaran penting An-Nazhofatu minal Iman dan kaitannya dengan ekosistem. Satu hal yang menarik bagi saya adalah bahwa selama ini kita melalaikan satu unsur penting dalam relasi kehidupan manusia, yaitu relasi dengan alam atau hablun minal’alam. Padahal relasi ini tidak kalah penting dari hablun minallah dan hablun minannas. Bahkan hablum minal’alam ini menjadi sangat penting jika dihubungkan dengan keberlangsungan kehidupan manusia di bumi. Melalui kegiatan-kegiatan kecil yang kami lakukan di pesantren, ada satu harapan besar agar kami para santri mampu menjadi manusia yang cerdas yang tidak hanya mengedepankan kesalehan individu dan kesalehan sosial namun juga kesalehan ekologis dalam bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan.
Di sini seharusnya ajaran An-Nazhofatu minal Iman dimaknai dalam bingkai interdependence relationship. Yang pertama, hablun minallah yaitu hubungan vertikal antara manusia dengan Allah yang direfleksikan melalui ketundukan pada aturan Allah terkait kebersihan. Satu contoh sederhana adalah tidak hanya melakukan wudlu sebagai prasyarat untuk melaksanakan ibadah shalat namun juga mengontrol penggunaan air wudlu sehingga tidak berlebihan yang tentu saja tidak ramah lingkungan. Yang kedua, hablum minannas yang berarti menjadikan konsep An-Nazhafatu minal Iman sebagai unsur penting dalam hubungan horizontal antara sesama manusia. Jangan sampai orang lain menjadi korban dari kebiasaan buruk kita, misalnya membuang sampah sembarangan. Yang terakhir adalah hablum minal’alam atau hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari ekosistem. Jika selama ini kita melihat alam ini sebagai sesuatu yang terpisah dari kehidupan manusia, melalui pemahaman interdependence relationship ini kita diharapkan mampu melihat dan memposisikan alam secara lebih komprehensif dan proporsional.
Dengan pemaknaan baru An-Nazhofatu minal iman dalam tiga bentuk interdependence relationship ini, diharapkan muncul kesadaran bahwa keimanan seseorang tidak akan sempurna jika salah satu dari ketiga unsur ini belum terpenuhi. Sedangkan kita tahu bahwa keimanan adalah salah satu aspek terpenting dalam relasi Tuhan dan manusia. Sungguh merupakan tanggung jawab yang tidak ringan, terlebih manusia adalah khalifah Allah di bumi yang tugasnya tidak hanya beribadah dalam arti sempit yaitu ibadah mahdhoh, namun juga ibadah ghairu mahdhoh termasuk di antaranya memakmurkan bumi dan menjaga alam ini tetap lestari demi keberlangsungan kehidupan manusia. Dalam hal ini sangat tepat jika kita merenungkan kembali pesan Ralph Waldo Emerson, “we do not inherit the earth from our ancestor, we borrow it from our children”. Oleh sebab itu kita wajib mengembalikan bumi ini kepada anak cucu kita dalam keadaan lestari karena sejatinya kita hanya meminjamnya dari mereka.