Sedang Membaca
Di Leiden-Belanda, Pengajian Nashaihul Ibad Tetap Berlangsung
Syahril Siddik
Penulis Kolom

Kandidat Doktor Kajian Islam Asia Tenggara di Universitas Leiden Belanda.

Di Leiden-Belanda, Pengajian Nashaihul Ibad Tetap Berlangsung

Whatsapp Image 2020 04 29 At 9.12.47 Pm

“Ayo lanjut kajian kitab Nashaihul Ibadnya! Online saja,” begitu kira-kira tulis salah satu teman di WAG Halaqah Diniyah Leiden. Menjelang kasus pertama virus Korona (Covid-19) di Belanda awal bulan Maret lalu, teman-teman mahasiswa yang mengikuti grup kajian keislaman ini bersepakat untuk mengaji kitab Nashaihul Ibad karya salah satu ulama nusantara, Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani.

Kitab ini adalah salah satu kitab favorit saya ketika menjadi santri di Jawa Barat. Saya memberikan dua versi kitab ini kepada peserta kajian, kitab tulisan arab gundul dan terjemahannya agar para peserta kajian mudah memahaminya karena tidak semua berlatar belakang pesantren. Kajian diadakan seminggu sekali. Baru sekali kajian di awal Maret, tiba-tiba pemerintah Belanda meminta warganya untuk work from home dan menjaga jarak minimal 1,5 meter (social distancing).

Larangan berkumpul sebagaimana kajian biasanya dilaksanakan diberlakukan dari pertengahan Maret sampai 1 September. Itu sebabnya salah satu teman menulis pesan di atas agar kajian tetap berjalan.

Kajian daring, pengobat kesendirian

Kajian berjalan lancar dan hangat meski tidak bisa berkumpul bersama, saling berbagi dan menikmati makanan khas nusantara seperti hari-hari biasa. Kajian dilaksanakan setelah salat Zuhur pukul 14.30 waktu Belanda via aplikasi zoom meeting. Kajian berlangsung sekitar satu jam termasuk sesi Tanya-jawab 15 menit. Biasanya diawali dengan membaca ayat suci Al-Qur’an, salawat, dan ditutup dengan doa bersama. Setelah itu, kami berbincang-bincang tentang berbagai hal untuk menghilangkan kepenatan work from home.

Selain menambah pengetahuan keislaman, kajian ini ternyata bermanfaat sebagai wadah untuk saling bertegur sapa agar tidak merasa sendiri bagi mahasiswa dan mahasiswi yang datang ke Belanda tidak membawa keluarga dan jauh dari teman akrab di masa lock down ini. Banyak pakar psikologi di Belanda mengkhawatirkan dampak dari lock down ini terhadap kesehatan mental masyarakat karena loneliness merupakan salah satu masalah yang harus mendapatkan perhatian di Eropa dan dunia.

Baca juga:  Mengenal Baharthah: Sang Saudagar Kitab

Sejak pemerintah Belanda memberlakukan lock down dan social distancing kampus tutup total. Perkuliahan dilakukan daring dari rumah masing-masing. Bahkan mahasiswa yang tidak punya fasilitas Internet atau computer/laptop bisa berkonsultasi dengan pihak kampus untuk menemukan solusinya. Ke perpustakaan hanya boleh untuk mengambil buku atau mengembalikannya, padahal biasanya mahasiswa bisa bekerja menggunakan komputer di perpustakaan dari jam 8.30 sampai jam 12 malam.

Beberapa hari lalu saya memesan buku dari rumah online. Setelah mendapat pemberitahuan via email, saya beranjak mengayuh sepeda. Selama dalam perjalanan dari rumah saya melihat beberapa toko kue dan es krim sudah ada yang buka dan melayani pembeli. Cafe hanya menjual kopi kemasan di depan pintu masuk berharap ada yang mau membeli.

Tiba di perpustakaan utama Universitas Leiden saya melihat hanya ada tiga orang: satu orang resepsionis dan dua orang pegawai di bagian dalam yang sedang menyusun buku. Saya langsung masuk ke dalam dan menyecan kartu mahasiswa saya di loker dan mengambil buku yang sudah diletakkan di dalamnya. Perpustakaan sepi dan dipenuhi garis merah putih larangan untuk masuk area tertentu. Semua dianjurkan kerja di rumah. Dalam sebuah berita, seorang mahasiswi mengeluh mengkhawatirkan kondisinya yang sudah dua minggu tidak bertemu seorang pun temannya. Baginya, kesendirian lebih mengerikan daripada virus Korona.

Baca juga:  Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Kitab Badzl Al-Ma’un Fi Fadl Al-Thaun

 

Pentingnya solidaritas di tengah wabah Covid-19

Salah satu pesan penting yang ditemukan dalam pendahuluan kitab Nashaihul Ibad yang relevan dengan situasi saat ini di seluruh dunia adalah solidaritas. Dalam hadis kedua yang dikutip oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya, Rasulullah saw bersabda, “Orang-orang yang penyayang itu akan dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Penyayang. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya kamu akan disayangi oleh yang ada di langit.”

Perintah dalam hadis di atas untuk menyayangi makhluk yang ada di muka bumi termasuk manusia. Di masa lock down, kasih sayang terhadap sesama manusia (ukhuwwah insaniyah) ini bisa kita lakukan dari mulai memperhatikan sanak saudara, sahabat, dan tetangga kita. Tak ada yang lebih penting dalam menghadapi bencana ini kecuali masyarakat bahu membahu, bersatu, saling membantu untuk meringankan kesulitan-kesulitan yang dihadapi saudara kita sesama manusia  tanpa membeda-bedakan keyakinan, etnis, atau status sosialnya.

Di Belanda, warga negara Indonesia (WNI) dari berbagai kalangan (komunitas, himpunan, dan cabang partai di Indonesia) terus menggalang dana untuk membantu WNI yang ada di Belanda yang kehilangan pekerjaan dan penghasilan sehari-hari karena lock down maupun yang di tanah air. Saling menanyakan keadaan teman sesama mahasiswa atau WNI di perantauan adalah bagian dari berbagi kasih sayang antarsesama.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top