Sedang Membaca
Ira Koesno, Istri Rasul, dan Konsepsi Perempuan yang Baik
Rizki Amalia
Penulis Kolom

Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris, UPI Bandung, pernah nyantri dan aktif di berbagai organisasi Islam. Selain menjadi guru dan pengelola media, dia juga telah menerbitkan dua buku terkait toleransi. Email: rizkiamalia308@gmail.com.

Ira Koesno, Istri Rasul, dan Konsepsi Perempuan yang Baik

Debat calon presiden dan wakil presiden yang baru digelar beberapa hari yang lalu menyisakan banyak cerita. Di antara yang menjadi sorotan banyak pihak ialah moderator debat, Ira Koesno. Setelah acara debat itu, nama Ira Koesno kerap kali diperbincangkan sebagai perempuan yang tegas dan berani.

Terhadap keberanian perempuan berbicara di depan umum, masih banyak pihak yang mengatakan hal tersebut dilarang. Perempuan yang baik sering kali dipersepsikan sebagai perempuan yang pendiam, nurut, tak banyak omong dan suka menundukkan kepalanya. Pendapat tersebut sering kali dikaitkan dengan doktrin Islam.

Namun, jika kita menilik lebih jauh, ada banyak perempuan hebat Islam yang bukan hanya berani berbicara di depan umum, tapi namanya menjadi populer karena ke-kritis-annya dan keberaniannya berbeda pendapat, bahkan dengan laki-laki yang sangat terhormat. Salah satu perempuan yang masuk dalam kategori tersebut ialah istri Rasulullah, Hafsah binti Umar bin Khattab.

Hafsah binti Umar bin Khattab merupakan seorang perempuan yang disebut sebagai ahli ibadah dan ahli puasa. Dia juga menjadi bagian dari keluarga Nabi yang bersahaja. Hafsah lahir bertepatan dengan peristiwa dimana masyarakat Mekkah sedang dalam gegeran terkait siapa yang akan meletakkan Hajar Aswad saat Kakbah direnovasi. Peristiwa tersebut berakhir dengan keputusan bahwa Muhammadlah yang berhak untuk mengangkat batu hitam tersebut.

Baca juga:  Selir, Gundik, atau Harem dalam Pandangan Islam

Dalam buku “Great Woman of Islam” karangan Mahmood Ahmad Ghadanfar telah diceritakan bagaimana kehidupan Hafsah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Hafsah terlebih dahulu menjadi istri Khaneez bin Hatafah. Suaminya tersebut menjadi salah satu pejuang dalam perang Badar.

Dalam perang yang dimenangkan umat Islam tersebut, Khaneez bin Hatafah menderita luka yang parah. Setelah dirawat Hafsah beberapa waktu, akhirnya dia meninggal dunia.

Setelah kematian menantunya, Umar bin Khattab menjadi resah melihat anaknya yang dirundung sedih. Dia pun menawari Usman bin Affan yang baru ditinggal wafat oleh istrinya, Ruqayyah, untuk menikahi anaknya. Usman bin Affan mengaku belum ada keinginan untuk menikah kembali. Umar bin Khattab pun mendatangi Abu Bakar Ash Shiddiq agar dia mau menikah dengan anaknya. Namun Abu Bakar hanya menunduk dan tak mau menjawab.

Melihat respon dari Usman bin Affan dan Abu Bakar, Umar bin Khattab pun menjadi gelisah. Dia lalu mendatangi Rasulullah dan menceritakan hal tersebut. Rasul pun menjawab bahwa Hafsah akan mendapat suami yang lebih baik dari Usman dan Usman pun akan mendapat istri yang lebih baik dari Hafsah. Umar pun menjadi tenang. Namun dia sangat penasaran siapa yang akan menjadi suami anaknya.

Beberapa hari kemudian, Rasulullah menyatakan akan menikahi Hafsah. Umar bin Khattab terkecut, tapi juga senang sekali mendengarnya. Abu Bakar pun menyampaikan alasan mengapa kemarin hanya diam saja saat Umar memintanya menikah dengan anaknya. Kenapa Abu Bakar tidak menerima tawaran Umar? Karena Abu Bakar sudah dengar Rasulullah “curhat”. Isi curhatnya adalah ingin menikahi dengan Hafsah.

Baca juga:  Mengenal Jawahir Roble, Wasit Sepak Bola Muslimah Pertama di Britania Raya

Umar pun berpesan kepada Hafsah agar dia berhubungan baik dengan Aisyah dan Saudah yang telah lebih dahulu menjadi istri Rasul. Hafsah pun berjanji akan melaksanakan hal tersebut.

Hafsah dikenal sebagai istri Nabi yang pandai berorasi, cerdas, tegas dan berani dalam mengutarakan gagasannya. Hafsah merupakan salah satu perempuan yang sangat kritis pada zaman Rasul. Suatu hari, Rasul dan Hafsah sedang duduk dan ngobrol bersama. Rasul pun mengatakan bahwa semua yang bersyahadat di bawah pohon di Hudaibiyah akan masuk surga.

Hafsah yang mendengar hal tersebut langsung mengajukan berbagai pertanyaan kritis yang membuat Rasul gelisah. Hafsah pun mengutip Alquran surat Maryam ayat 71-72 yang artinya:

“Dan tidak ada satu orang pun diantara kamu yang tidak mendatanginya (Neraka). Hal itu bagi Tuhan mu adalah ketentuan yang ditetapkan. Kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di (neraka) dalam keadaan berlutut”.

Berita tentang Rasulullah yang gelisah akibat pertanyaan dari Hafsah tersebut menyebar ke seluruh Madinah. Mendengar hal tersebut, Umar bin Khattab, ayah Hafsah, memarahinya. Hafsah pun membela diri dengan bercerita bahwa Aisyah juga pernah menanyakan hal tersebut ke Rasulullah.

Umar pun mengatakan kepada Hafsah agar dia tidak berkompetisi dengan Aisyah.

Baca juga:  Tulisan Tangan Al-Qur'an, Perempuan, dan Umar Bin Khattab

Cerita di atas merupakan salah satu dari banyak cerita yang menunjukkan kekritisan dan keberanian Hafsah dalam berargumentasi. Hafsah memberikan tauladan bagaimana kita tidak mudah menerima segala hal dengan ujug-ujug, namun memikirkannya kembali dan mempertanyakannya apabila ada sesuatu yang ganjil. Apakah Hafsah akan dicap sebagai perempuan yang tidak baik karena kekritisannya tersebut?

Tentu tidak. Dalam satu riwayat, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah dan berkata, “Hafsah merupakan perempuan yang ahli puasa dan ahli beribadah. Dia juga akan menjadi istrimu di surga”.

Adanya janji bahwa Hafsah akan masuk surga menunjukkan bahwa dengan kekritisan dan keberanian berbicara tidak lantas membuat perempuan menjadi rendah. Perempuan akan jauh lebih terhormat dan berharga saat dia memiliki pendirian yang teguh terhadap pemikiran yang dimilikinya, saat dia tidak semena-mena menerima segala hal yang disampaikan kepadanya, namun dia berani untuk mempertanyakannya jika dia merasa ada yang ganjil.

Menjadi perempuan terhormat ialah menjadi perempuan yang ikut menyumbangkan gagasannya, pemikirannya dan ide-idenya yang bermanfaat bagi orang banyak, yang disampaikan dengan cara yang santun dan baik.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top