Sedang Membaca
Filosofi Shalat
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Filosofi Shalat

Shalat secara harfiah adalah doa. Dalam pelaksanaannya, shalat adalah sekumpulan ucapan dan perbuatan yang diawali oleh takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam disertai dengan syarat dan rukun yang ditentukan oleh syara’.

Shalat merupakan salah satu ibadah yang membutuhkan kondisi akal yang sehat. Karena itu Allah Swt melarang seseorang mendekati shalat dalam keadaan mabuk. Firman Allah Swt “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekati shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian memahami apa yang kalian ucapkan.” (QS. an-Nisa: 43).

Shalat memiliki nilai-nilai (kebaikan) untuk kita internalisasikan ke dalam hati kita; memiliki misi untuk kita laksanakan di antara (ritual) shalat; serta outcome yang bisa kita rasakan jika kita shalat dengan khusyuk.

Shalat yang dilakukan dengan sempurna (khusyu’) akan membimbing pelakunya untuk mendapatkan ketenangan dan kemuliaan disisi-Nya. Shalat yang benar-benar ditegakkan secara sempurna memenuhi syarat, rukun dan penuh dengan kekhusyukan, akan benar-benar memberikan ketenangan yang hakiki pada ruhani, dan melahirkan sikap moral yang tinggi.

Kekusyukan dalam shalat sangatlah penting, sebab dengan khusyuk kita dapat menghadirkan Allah Swt ke dalam hati kita.

Salah satu cara yang penting agar bisa mencapai kekhusukan adalah dengan belajar untuk memahami apa yang kita baca di saat shalat. Selain itu kita juga diharapkan bisa tuma’ninah (tenang) di dalam shalat. Artinya tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan shalat, kemudian berusaha menyempurnakan gerakan-gerakan yang terdapat di dalam shalat.

Dengan demikian shalat memiliki manfaat yang banyak. Orang yang mampu melaksanakan shalat dengan baik akan memiliki kemampuan untuk kontrol diri karena berdasarkan janji Allah bahwa shalat itu tanhaa anil fakhsya wal munkar. Yang artinya shalat adalah perisai yang mampu menjadikan orang yang shalat terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.

Baca juga:  Gus Mus, Majma' Buhuts, dan Masalah NU-PKB

Orang yang shalat secara istikamah akan mampu menjadi pribadi yang pandai interospeksi diri. Sebab di dalam shalat ada dua doa yang sangat penting. Pertama doa yang terkandung di dalam surah al-Fatihah; ihdinas shiraathal mustaqiim. Ya Allah tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Doa kedua ada di dalam doa di antara dua sujud. Yakni lafal wahdinii yang berarti berilah aku petunjuk.

Selain itu, bersuci dengan segala aspek fiqh-nya, termasuk di dalamnya membersihkan najasaat (kotoran) dan hadasain (hadas/kondisi tidak suci) secara tidak langsung memberikan pelajaran agar umat Islam juga mampu membersihkan dan mensucikan dirinya.

Shalat yang waktunya sudah ditentukan oleh syara’, akan mendidik umat Islam untuk disiplin. Khususnya jika shalat dilaksanakan di awal waktu. Dengan membiasakan diri shalat di awal waktu, orang bisa tepat waktu di dalam melakukan tugas dan pekerjaan.

Orang yang shalat adalah hamba yang istiqamah memiliki integritas. Mereka adalah orang yang terdidik perilakunya untuk senantiasa melaksanakan pekerjaannya lillahi ta’ala. Bahwa tujuan akhir, besar, dan satu-satunya, adalah Allah. Kesadaran tersebut akan membentuk integritas, tegak-luru sehingga tidak tertarik untuk menciderai integritas.

Orang yang rutin shalat adalah orang yang memiliki loyalitas kepada Allah Swt. Di dalam doa iftitah terdapat kalimat Inna shalati wa nusuki wa mahyaya yang artinya adalah kepasrahan yang penuh bahwa shalat, diam, hidup dan mati seorang hamba hanyalah untuk Allah semata. Di dalam al-Fatihah juga dijumpai ayat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in yang maknanya adalah pengakuan atas penghambaan terhadap Allah dan permintaan tolong hanya kepada Allah. Maka, kedua kalimat tersebut merupakan wujud loyalitas seorang hamba kepada Allah di dalam setiap gerak kehidupannya.

Baca juga:  Memahami Kata Wafat dan Maut dalam Linguistik Arab

Lafal takbir, tahmid dan tasbih yang ada di dalam shalat merupakan bentuk konstruksi kesadaran bahwa Allah Maha Besar dan pengakuan Allah Maha Agung, Maha Suci, dan Maha Luhur. Dengan kata lain, di saat shalat manusia sedang mengakui kerendahan dirinya di hadapan Allah Swt. Untuk itu manusia tidak bersikap sombong, tidak merasa sebagai pusat dunia dan tidak boleh melihat orang lain lebih rendah daripada kita karena alasan apapun.

Orang yang terbiasa shalat pasti memiliki hati yang tenang. Sebab Allah telah memberikan janji bahwa dzikir kepada Allah akan menenteramkan hati. Ala bidzikrillahi tatmainnul qulub. Dengan demikian, hati yang tenteram ini bisa melatih orang untuk terus focus dalam setiap aktivitas sehingga apa yang dikerjakan bisa optimal dan efektif.

Gerakan i’tidal merupakan sinyal khusus agar orang bisa berlaku lurus karena Gerakan berdiri tegak setelah rukuk menuju sujud yang merupakan wujud dari kepatuhan total seorang hamba. Posisi meletakkan kepala di atas tempat sujud ini menunjukkan kedaifan seorang hamba di hadapan Allah. Manusia tunduk kepada segala perintah-Nya.

Umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan shalat lima waktu secar berjamaah. Selain menambah jumlah derajat pahala, shalat berjamaah juga bermanfaat untuk menjalin ukhuwah dengan sesama umat Islam. Karena di dalam masjid atau mushalla pasti akan terjalin komunikasi antar sesama jamaah. Dan setiap komunikasi antar jamaah bisa dipastikan selalu berkaitan dengan hal-hal yang positif. Sehingga hubungan antar umat Islam akan terjaga dengan baik karena komunikasi antar jamaah yang dilakukan setiap hari.

Baca juga:  Ideologi Gerakan Politik Islam di Indonesia

Selain itu, di dalam masjid ataupun mushala orang akan merasakan kedamaian dan merasa aman karena umumnya orang yang berada di dalam masjid pasti punya niat untuk melaksanakan ibadah. Baik itu iktikaf, berzikir, membaca Al-Quran ataupun shalat jamaah. Sehingga orang yang berada di dalamnya akan merasa terjamin keamanannya.

Hasil penting yang bisa didapatkan oleh orang yang shalat adalah kemenangan. Atau dalam Bahasa lain adalah kesuksesan. Ini dimulai oleh muadzin saat melafalkan Hayya ‘alal falah. Artinya ajakan untuk shalat bukan semata-mata untuk menyembah kepada Allah melainkan juga bermanfaat untuk menjemput kesuksesan bagi orang muslim. Allah berfirman di dalam QS al-Mukminun ayat 1-2 “Sesungguhnya orang yang khusuk di dalam shalatnya adalah orang-orang yang telah sukses. Kesuksesan ini sudah pasti berlaku di dunia dan di akhirat.

 

 

Sumber:

Ebook/Buku Filosofi Shalat

http://bit.ly/ebookfilosofishalat

 

PODCASTREN kajian keislaman kontekstual dan kontemporer

http://bit.ly/podcastfilosofishalat

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
4
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top