Sedang Membaca
Ulama Banjar (4): Syekh Salman Al-Farisi
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (4): Syekh Salman Al-Farisi

Whatsapp Image 2020 11 18 At 09.37.41

Syekh Salman Al-Farisi adalah putra dari pasangan Qadhi Mahmud dan Diyang. Beliau lahir di Dalam Pagar Martapura, Rabu 25 Safar 1279 H.

Ayahnya, Qadhi Mahmud adalah qadhi terakhir di kesultanan Banjar. Murid-murid beliau, antara lain Sultan Adam al-Watsiq Billah, Pangeran Jaya Dinata dan Pangeran Surya Dinta.

Mengingat sang ayah adalah seorang ulama besar yang berpengaruh dan disegani, wajar jika Salman Al- Farisi memperoleh pendidikan langsung dari orangtuanya itu. Sejak dini ia telah dibekali berbagai ilmu agama, meliputi masalah tauhid, fiqih, tasawuf, Alquran dan hadis, serta ilmu-ilmu alat lainnya. Di samping itu, ia juga tak lupa belajar dengan saudara-saudaranya seperti Qadhi Muhammad Nur dan Tuan Guru Muhammad Amin. Mereka sekeluarga memang dikenal sebagai keturunan yang alim-alim. Tak heran pula, jika Salman Al-Farisi cukup mudah menyerap beragam pengetahuan agama yang diajarkan padanya.

Saking kemaruk dengan ilmu, konon apabila merasa capek atau penat lantaran telah sekian lama menelaah kitab-kitab, Syekh Salman pun beristirahat; kalau orang lain berbaring menggunakan alas bantal, dia memilih mengganjal kepalanya dengan buah kelapa, sehingga kalau tertidur kepalanya akan tergelincir ke bawah dan terbangun. Keluarganya dengan disiplin mendidik agar jangan banyak tidur, waktu agar dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk hal-hal yang berfaedah.

Melihat potensi dan semangat yang tinggi Syekh Salman dalam menuntut ilmu agama, orangtuanya kemudian memutuskan untuk mengirim ke Mekkah. Dengan harapan di Tanah Suci itu ia dapat memperdalam ilmu yangsudah dipelajari. Ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, di Mekkah Syekh Salman banyak berguru pada ulama-ulama besar di sana. Dilandasi niat untuk mengembangkan syiar Islam bagi kepentingan umat yang senantiasa membutuhkan pencerahan jiwa, ia terus membekali diri dengan beragam ilmu.

Baca juga:  Mencintai Bahasa Arab: Kenangan untuk Ayah Saya

Ketika mengaji di Mekkah, Syekh Salman kawin dengan perempuan asal Riau (Sumatera) dan dikaruniai seorang anak. Setelah sekian lama bermukim dan berguru di sana, ia kembali ke Tanah Air. Tetapi bukan balik ke Martapura, melainkan ke Riau. Kendati informasi seputar aktivitasnya di kampung kelahiran isterinya itu tak terlacak, namun diyakini Syekh Salman tentu giat berdakwah sebagaimana tekadnya dari awal ingin menyebarkan syiar Islam.

Setelah sekian lama menetap di Riau, rupanya kerinduan Syekh Salman pada kampung halaman di Martapura bagai tak terbendung lagi. Akhirnya, ia pulang sendiri ke Martapura tanpa memboyong isteri dan anaknya. Setelah beberapa tahun tinggal bersama sanak famili di Martapura, Syekh Salman kembali ke Riau. Tapi setiba di tujuan alangkah terkejutnya ia, isterinya sudah lama berpulang ke rahmatullah. Bahkan di sana pihak keluarga baru saja mempringati tujuh hari meninggalnya sang putra yang bernama Malik. Alangkah sedih hati Syekh Salman, karena terlambat mengetahui berita itu. Maklum kala itu mengingat jarak yang yang cukup jauh, sulit untuk memberi informasi dengan cepat.

Karena di Riau orang-orang yang dicintainya sudah tidak ada lagi, Syekh Salman memutuskan kembali ke Martapura. Untuk menghilangkan sisa-sisa kesedihannya, ayahnya, Qadhi Mahmud, mengusulkan agar ia menengok keluarga di pihak ibunya yang bermukim di Gadung, Kecamatan Bakarangan, Tapin. Ternyata di situ ia merasa betah. Tak sekadar tinggal, ia juga mengembangkan syiar Islam. Kehadiran Syekh Salman tentu saja disambut gembira masyarakat setempat. Sosoknya jadi panutan dan teladan, terutama sebagai sumber untuk menggali pengetahuan agama.

Baca juga:  Memahami Pemikiran Al-Ghazali (1): Kita adalah Bola Lampu yang Menyala, dan Al-Ghazali Adalah Pijarnya

Setelah beberapa tahun menetap di Tapin, Syekh Salman Al-Farisi menikahi perempuan dari Gadung, yakni Ummu Salamah. Dari perkawinan itu ia dikaruniai dua orang anak, yaitu Tuan Guru Muhammad (salah satu guru KH Muhammad Zaini Abdul Ghani) dan Hj. Fatimah. Syekh Salman kawin lagi dengan Hj. Rahimah dan dikaruniaiseorang anak bernama Tuan Guru Abdul Qadir yang kemudian wafat di Mekkah dan dikuburkan di Ma’la. Beliau juga punya isteri ketiga, Maimunah, tapi tidak mendapat keturunan.

Puluhan tahun Syekh Salman berdakwah di Tapin, terutama di kampung Gadung. Sudah tak terhitung jumlah murid-muridnya. Sebagian di antara mereka ada yang menjadi mubaligh, mengikuti jejaknya dalam menyemarakkan syiar Islam.

Masyarakat mempercayai, bahwa Syekh Salman punya beberapa kekeramatan. Suatu kali usai memberikan siraman rohani memenuhi hajat masyarakat, hujan turun lebat. Sedangkan beliau kebetulan tidak membawa payung maupun alat pelindung lainnya. Biasanya setiap berceramah beliau suka membawa murid-muridnya, seperti kebiasaan Nabi Muhammad yang selalu ditemani oleh para sahabat. Ternyata dalam perjalanan pulang itu tubuh Syekh Salman sama sekali tidak terkena hujan, begitu pula dengan murid-murid yang menyertainya.

Di Kalimantan Selatan para pendulang punya kebiasaan sebelum berangkat mencari intan mereka terlebih dulu datang kepada ulama. Selain untuk minta izin dan doa, sekaligus pula minta diramalkan apakah nanti akan memperoleh rezeki yang diharapkan. Banyak pendulang yang menemui Syekh Salman Al-Farisi untuk memeriksakan di mana lokasi yang cocok. Untuk mengetahui apakah tanah itu berisi intan atau tidak, beliau melihatnya melalui kuku tangan. Ternyata setelah minta petunjuk dengannya, banyak masyarakat yang berhasil mendapatkan intan.

Baca juga:  Ustaz Abdul Samad dan Tangan Gelap Kapitalisme

Syekh Salman dikatakan juga diberi kelebihan oleh Allah dengan bisa mengetahui hari wafatnya. Karena itu beliau dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin dan senantiasa ingat Allah menjelang kematiannya. Syekh Salman wafat pada tanggal 9 Dzulhijjah 1352 H (1931 M) ba’da Isya.Waktu itu hujan turun amat lebat, sehingga menyebabkan banjir. Apalagi kubur Syekh Salman dekat dengan Sungai Gadung. Herannya, waktu mau jenazahnya mau dikebumikan, lokasi pekuburan itu tetap kering. Dan sebagai bentuk penghormatan masyarakat, di atas makam beliau dibuatkan kubah.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
2
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
3
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top